BANGKAPOS.COM -- Di balik bisingnya lalu lintas dan aliran air di bawah Jembatan Kalijajar, Demak, tinggalah seorang pria bernama Hafid, mantan dokter spesialis THT lulusan luar negeri.
Bukan sekadar lulusan biasa, Hafid pernah menuntut ilmu di Singapura dan Italia, dua negara dengan reputasi tinggi dalam dunia kedokteran.
Dulu, hidupnya serba cukup. Ia punya apotek sendiri, rumah mewah, dan karier yang stabil.
Baca juga: Sosok Hafid Dokter Spesialis THT, Viral Tinggal di Kolong Jembatan Demak, Lulusan Singapura & Italia
Namun segalanya berubah saat tragedi menimpa keluarga kecilnya. Istri dan anak yang ia cintai pergi untuk selamanya dalam sebuah peristiwa maut.
Sejak saat itu, Hafid mengambil jalan sunyi. Ia menanggalkan segala gemerlap dunia, dan memilih hidup sederhana.
Kini, Hafid tinggal di sebuah bedeng bambu beratap terpal bekas spanduk. Lantainya hanya tanah, letaknya tak jauh dari Masjid dan makam Sunan Kalijaga. Ia hidup menyendiri, mencari ketenangan spiritual di tempat yang bagi banyak orang mungkin tak layak huni.
Kisahnya mulai mencuat setelah muncul dalam program YouTube Sinau Hurip yang dipandu oleh Sukaryo Adiputro atau akrab disapa Adi.
Baca juga: Siapa Darmawati Istri Dewa Zeus? Koleksi Barang Mewah dari Judol Komdigi, Kini Terancam Penjara
Dalam tayangan itu, Hafid menceritakan kehidupannya dengan tenang dan sederhana, tanpa sedikit pun kesan ingin dikasihani.
Namun, cerita Hafid memicu pro-kontra. Banyak yang percaya, tapi tak sedikit pula yang meragukan kebenarannya. Benarkah ia benar-benar dokter lulusan luar negeri?
Sejumlah warga sekitar menyatakan bahwa Hafid memang pernah menerima tamu yang datang untuk berobat.
Mereka mencari sosok yang mereka sebut sebagai “dokter kolong jembatan”, yang tinggal di dekat Bendung Sungai Kalijajar, tepatnya di Jalan Sunan Kalijaga, Demak.
Kisah dan sosok Hafid
Menurut informasi yang diterima tribunjateng.com, pria tersebut bernama Hafidz yang dulunya berprofesi sebagai dokter spesialis THT.
Bahkan menariknya, pria tersebut mengaku lulusan Universitas Indonesia dan meraih spesialis THT di Singapura.
Kematian istri dan anaknya akibat kecelakaan membuat hidup pria tersebut berubah.
Ia kini memilih untuk tinggal menyendiri di sebuah rumah bedeng yang jauh dari hiruk pikuk aktivitas masyarakat.
Masih berdasarkan informasi yang diterima, aktivitas Hafidz sehari-hari hanya tinggal di rumah bedeng miliknya dan sesekali pergi ke Masjid Kadilangu Demak.
Bahkan tersiar kabar bahwa ia memiliki sebuah pondok pesantren di Jember, Jawa Timur yang dikelola oleh keluarganya.
Untuk membuktikan kebenaran informasi tersebut, tim tribunjateng.com pada Senin (28/7/2025) siang mencoba untuk mendatangi rumah bedeng tempat Hafidz tinggal.
Layaknya rumah pada umumnya, bangunan berukuran 2x4 meter yang cukup sederhana itu dilengkapi dengan dapur dan teras yang hanya berisikan dipan sederhana diberi matras biru.
Tak jauh dari dipan, terdapat sebuah meja kecil yang berisi teko dan gelas untuk minum. Ada pula kursi ala kadarnya yang mungkin digunakan Hafidz untuk bersantai.
Namun sayangnya saat itu penghuni rumah tidak menampakkan batang hidungnya.
Meskipun tim Tribunjateng.com sudah berkali-kali mengucapkan salam, tak ada satupun balasan dari dalam rumah bedeng itu.
Tak jauh dari dapur yang ala kadarnya, terdapat tumpukan kayu yang digunakan Hafidz untuk memasak.
Ada pula beberapa galon air, rak piring, dan ember yang digunakan untuk membersihkan peralatan dapur.
Tak jauh dari sana, juga masih terdapat rumah bedeng serupa yang berbentuk panggung. Rumah bedeng tersebut terlihat lebih sederhana namun dilengkapi dengan kandang yang berisi burung perkutut.
Tepat berada di sebelahnya, terdapat jemuran handuk merah dan sajadah hijau.
Karena tidak bertemu dengan sang penghuni rumah bedeng, tim Tribunjateng.com mencoba menggali informasi dari warga sekitar.
Saat ditemui, pria yang akrab disapa Kroto itu mengatakan warga sekitar lebih mengenalnya sebagai sosok Pak Kafid.
"Orang sini manggilnya pak Kafid. Tapi saya baru tahu kalau dia dulunya seorang dokter. Warga sini tahunya ya cuma orang pelarian saja," ucap Kroto yang bertugas sebagai penjaga Bendung Sungai Kalijajar.
Kroto mengatakan bahwa Kafid sudah tinggal di bawah kolong jembatan sejak 7 tahun yang lalu. Ia mengaku ada beberapa orang yang mendatanginya untuk berobat.
"Sesekali ada yang mencari pak Kafid buat berobat. Tapi saya tidak tahu berobat untuk penyakit apa. Sudah lama dia tinggal disitu sejak 7 tahun lalu. Orangnya bisa diajak komunikasi, bukan orang stres (ODGJ)," tambahnya.
Menurut Kroto, sehari-hari aktivitas Kafid hanya berdiam di bedeng miliknya dan sesekali menumpang mengisi daya ponsel di warung yang tak jauh dari Bendung Sungai Kalijajar.
"Siang gini biasanya ya di rumah itu. Kalau malam numpang ngecharge di warung situ. Dia punya HP (ponsel). Bahkan punya dua setahu saya," ujar Kroto.
Kroto sempat membantu tim Tribunjateng.com untuk kembali mendatangi rumah Kafid yang ada di kolong jembatan. Namun hasilnya tetap saja nihil.
"Biasanya dia santai-santai di depan rumah ini. Tapi ini kok kebetulan pas tidak ada. Mungkin lagi pergi," ucapnya.
Sampai saat ini pun Kroto dan warga sekitar masih bertanya-tanya bagaimana cara Kafid bertahan hidup. Pasalnya Kafid bukanlah tunawisma yang mencari uang dengan meminta belas kasihan dari warga sekitar.
"Enggak pernah lihat dia minta-minta ke warga atau ke jalanan. Warga sini juga masih belum tahu, bagaimana dia bisa hidup. Mungkin ada yang mengirimkan uang atau makanan," tutupnya.
Viral di Youtube
Sebuah kisah mengharukan datang dari seorang pria bernama Hafid, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga meraih gelar spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT) di Singapura.
Meski memiliki latar belakang pendidikan tinggi dan karier cemerlang, Hafid kini memilih hidup sederhana di bawah kolong jembatan di kawasan Kadilangu, Demak.
Keputusan ini diambil Hafid setelah mengalami tragedi besar dalam hidupnya.
Istrinya yang juga seorang dokter, serta anak semata wayangnya yang merupakan lulusan Jerman, meninggal dunia.
Peristiwa ini mengubah hidup Hafid secara drastis.
"Setelah mereka meninggal, saya tinggalkan semuanya. Apotek saya tutup, pekerjaan saya lepas" ujar Hafid dalam sebuah tayangan YouTube bertajuk "Sinau Hurip", yang dipandu oleh Sukaryo Adiputro atau Adi.
Sehari-hari, Hafid menjalani rutinitas spiritual.
Dari tempat tinggalnya yang berada di bawah jembatan, ia berjalan ke Masjid Kadilangu untuk beribadah, kemudian melanjutkan perjalanan ke makam Sunan Kalijaga.
Sisanya, ia habiskan waktu menyendiri di tempat tinggalnya yang sederhana.
"Sudah sembilan tahun saya tinggal di sini," kata Hafid saat ditanya Adi dalam wawancara tersebut.
Meski masih memiliki keluarga besar dan pondok pesantren di Jember, Hafid mengaku tidak betah berlama-lama di rumah.
"Saya anak tunggal, tapi punya tiga adik angkat yang semuanya sarjana kesehatan. Kadang pulang ke Jember, tapi enggak kerasan, lalu balik ke sini lagi," ujarnya.
Hafid menceritakan bahwa ia menempuh pendidikan spesialis THT di Singapura, kemudian melanjutkan studi selama empat tahun di Italia.
Sepulangnya ke Indonesia, ia membuka apotek di Jember bersama sang istri yang berasal dari Cianjur dan juga berprofesi sebagai dokter.
Namun setelah kehilangan kedua orang tercintanya, Hafid memilih menjauh dari hiruk-pikuk dunia.
Ia membangun tempat tinggalnya bersama warga sekitar dan menjalani hidup dengan penuh ketenangan.
"Saya merasa lebih tenang seperti ini," ucap Hafid singkat ketika ditanya alasan memilih hidup di bawah kolong jembatan.
(Bangkapos.com/Tribunnews Maker/Tribun Jateng)