Berita Belitung

Polemik IUP PT STI di Belitung, DPRD Belitung Ingatkan Jangan Abaikan Hak Warga

perusahaan tidak bisa mengabaikan hak warga meskipun sudah mengantongi izin.  “Kalau masyarakat tidak setuju, jangan ..."

Posbelitung.co/Adelina Nurmalitasari
Suasana RDP membahas polemik warga Desa Sungai Padang dengan perusahaan tambang PT STI Bina Sejahtera di DPRD Belitung, Senin (8/9/2025). 

BANGKAPOS.COM, BELITUNG -- Polemik perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT STI Bina Sejahtera mendapat penolakan dari masyarakat Desa Sungai Padang. Persoalan ini kemudian menjadi pembahasan dalam rapat dengar pendapat (RDP) DPRD Kabupaten Belitung, Senin (8/9/2025).

RDP yang dipimpin Ketua DPRD Belitung, Vina Christyn Ferani, menghadirkan sejumlah pihak terkait, mulai dari perwakilan masyarakat, perusahaan, pemerintah desa, camat hingga organisasi perangkat daerah (OPD). Dalam forum tersebut, warga yang diwakili Abdi membacakan delapan poin alasan penolakan mereka terhadap perpanjangan IUP.

Menurut warga, sejak izin berlaku pada 2018–2023, PT STI Bina Sejahtera tidak pernah menjalankan aktivitas pertambangan secara nyata. Mereka menilai perusahaan hanya sebatas formalitas, tanpa reklamasi pascatambang, tanpa program tanggung jawab sosial (CSR), serta tidak melibatkan tenaga kerja lokal.

“Itu mata pencaharian utama kami. Kalau izin ini diperpanjang, jelas akan merugikan karena lahan kami terancam tak bisa mendapat legalitas,” tegas Abdi.

Warga menambahkan, lahan di kawasan tersebut sudah digarap sejak 1988 untuk perkebunan lada, karet, dan sawit. Jika masuk dalam kawasan IUP, mereka khawatir sertifikat tanah dan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) tidak bisa diterbitkan, sehingga menyulitkan penjualan hasil panen.

Masyarakat juga kecewa karena program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2024–2025 ditolak Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan alasan masuk wilayah IUP PT STI Bina Sejahtera, padahal izin perusahaan telah berakhir pada Juli 2023.

Anggota DPRD Belitung, Yoga Pranata, menegaskan perusahaan tidak bisa mengabaikan hak warga meskipun sudah mengantongi izin.

 “Kalau masyarakat tidak setuju, jangan dipaksakan. Saya minta kepentingan masyarakat jangan terabaikan,” tegasnya.

Hal senada disampaikan anggota dewan lainnya, Ivan Haidari, yang menyoroti minimnya keterlibatan pemerintah desa dalam proses perpanjangan IUP. 

"Jangan setelah IUP terbit baru menyelesaikan hak atas masyarakat. Pertanyaannya kok bisa terbit IUP? Kalau memang tidak sepakat, ada sesuatu di sini," ujarnya.

Ia menekankan, seharusnya hak masyarakat diselesaikan terlebih dahulu sebelum izin diterbitkan.

Masyarakat berharap aspirasi mereka benar-benar ditindaklanjuti DPRD Belitung sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dalam persoalan ini.

PT STI Bina Sejahtera Akui IUP Sudah Terbit

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar DPRD Belitung, Senin (8/9/2025), perwakilan perusahaan, Rozali, menegaskan bahwa izin resmi sudah terbit sejak 3 September 2025 dan berlaku hingga 16 Juli 2033.

Rozali menjelaskan, proses perpanjangan izin dilakukan melalui sistem Online Single Submission (OSS) dan telah diverifikasi oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). “Ini menandakan tahapan administratif sudah selesai,” tegasnya.

Meski demikian, pihak perusahaan mengaku terbuka untuk menyelesaikan persoalan dengan masyarakat yang menolak keberadaan tambang di kawasan Desa Sungai Padang. “Kami membuka diri menyelesaikan sesuai peraturan agar tidak terjadi potensi penyalahgunaan hukum. Kami hanya meminta kesempatan untuk melakukan penambangan, jadi kalau masyarakat welcome, baru kami bisa menempuh langkah riil,” ujar Rozali.

Dalam forum, Ketua DPRD Belitung, Vina Christyn Ferani, mempertanyakan tahapan izin lain yang masih harus dipenuhi sebelum perusahaan bisa beroperasi. Rozali menjelaskan, selain menyelesaikan hak masyarakat terdampak, PT STI juga wajib melengkapi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).

RKAB perusahaan mencakup rencana penambangan seluas 30 hektare dalam tiga tahun pertama, dari total konsesi 193 hektare. Dari luasan itu, sekitar 15 hektare diketahui merupakan lahan kebun masyarakat dengan 11 pemilik, yang terdiri dari tiga bidang bersertifikat hak milik (SHM), satu bidang Surat Keterangan Tanah (SKT), dan sisanya belum memiliki dokumen resmi.

Rozali juga memaparkan perjalanan izin PT STI sejak awal:

2008: Izin pertama diterbitkan Bupati Belitung untuk PT Seirama.

2010: Izin diperpanjang di tingkat daerah.

2011–2018: Izin usaha produksi berlaku.

2020: Terjadi pergantian pemilik dari PT Seirama ke PT STI, lalu ke PT STI Bina Sejahtera.

2023: Izin habis, perusahaan mengurus perpanjangan.

2025: IUP resmi diperpanjang pemerintah pusat hingga 2033.

Meski IUP telah terbit, sejumlah anggota DPRD menilai hak-hak masyarakat tetap harus diprioritaskan sebelum perusahaan bisa beroperasi di lapangan.

 (posbelitung.co/dede s/Adelina Nurmalitasari) 

Sumber: Pos Belitung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved