Harta Karun Monasit di Bangka Belitung

Bangka Belitung Menyimpan Logam Tanah Jarang, Hanya 50 Kg dari 100 Ton Pasir Timah

Logam Tanah Jarang (LTJ) cukup mahal mengingat proses pendapatannya. Ditaksir, dari 100 ton pasir timah, hanya bakal diperoleh 50 kilogram LTJ.

|
Editor: Fitriadi
Dok. PT Timah
RARE EARTH - Mendiktisaintek, Prof. Brian Yuliarto, Ph.D melaksanakan kunjungan kerja ke PT Timah Tbk untuk melihat mineral ikutan atau rare earth di PT Timah di Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka, Rabu (17/9/2025). 

PANGKALPINANG, BANGKA POS – Logam Tanah Jarang (LTJ) atau Rare Earth memiliki nilai ekonomi tinggi. Selain dikarenakan peran pentingnya dalam industri modern, LTJ dinilai cukup mahal mengingat proses pendapatannya. Ditaksir, dari 100 ton pasir timah, hanya bakal diperoleh 50 kilogram LTJ.

Demikian dijelaskan Noprial Riady, staf Bidang Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan Dinas ESDM Babel, mewakili Plt Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Babel, Reskiansyah, Selasa (4/11/2025).

“Makanya disebut tanah jarang, karena memang sulit mendapatkannya. Misalnya dari 100 ton pasir timah hanya sekitar 50 kilogram saja yang bisa menjadi logam tanah jarang. Itu pun setelah proses panjang,” kata Noprial.

Baca juga: Rp 133, 48 T Tersimpan di Bangka Belitung, Dinas ESDM Belum Data Potensi LTJ

Dia tak menyangkal jika Babel memiliki potensi LTJ yang cukup besar. Hanya saja, menurutnya, untuk membangun industri LTJ dibutuhkan kepastikan sumber bahan baku yang cukup.

“Karena prosesnya panjang, dan peralatannya mahal. Tanpa kepastian itu, sulit untuk beroperasi secara berkelanjutan,” katanya.

Secara global, Noprial menyebut Tiongkok saat ini masih mendominasi industri logam tanah
jarang, baik dari sisi sumber daya, teknologi, maupun modal. Bahkan Amerika Serikat dinilainya kesulitan menyaingi Tiongkok karena kendala sumber daya.

Sejauh ini, Noprial mengatakan LTJ berperan penting dalam industri modern, seperti baterai kendaraan listrik, turbin angin, ponsel pintar, dan komponen militer.

Potensi Rp133,48 T

Diberitakan sebelumnya, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menyimpan “harta karun” yang
dinilainya ditaksir mencapai Rp133.480.000.000.000 atau Rp 133,48 triliun.

Harta karun itu berasal dari Logam Tanah Jarang (LTJ) atau Rare Earth dari enam smelter tambang ilegal di Babel yang telah disita negara dan diserahkan kepada PT Timah Tbk pada 6 Oktober 2025 lalu.

Presiden Prabowo Subianto, yang menyaksikan langsung serahterima enam smelter tesebut, mengatakan LTJ yang berasal dari limbah smelter-smelter itu belum diurai.

Jumlahnya diperkirakan mendekati 40.000 ton. Kala itu presiden juga menyebut satu ton monasit, satu di antara unsur LTJ yang ada di limbah smelter, harganya bisa mencapai 200 ribu dollar AS.

Jika dikalkulasikan dengan kurs  dollar AS pada Minggu (9/11) kemarin, 1 dollar AS=Rp16.685, maka 1 ton monasit bernilai Rp3.337.000.000 atau Rp3,337 miliar. Dan jika jumlahnya mencapai 40.000 ton seperti disampaikan Presiden Prabowo, maka monasit yang ada di enam smelter sitaan itu bernilai Rp133,48 triliun.

LTJ terkandung dalam mineral ikutan

Noprial mengatakan keberadaan LTJ di Babel erat kaitannya dengan mineral ikutan timah. LTJ
ikut terbentuk dan tersimpan dalam mineral ikutan hasil proses penambangan timah.

“Kalau ditambang, pasir  yang bercampur itu masih harus melalui proses pemisahan. Biasanya di
sakan, timah dipisahkan karena berat jenisnya lebih besar. Nah,setelah pemisahan pasir yang
ringan dan pengolahan bahkan dalam pasir timah itu banyak mengandung mineral ikutan, termasuk
monazit dan senotim,” kata Noprial.

Pemanfaatan LTJ tidak semudah menambang timah. Noprial menjelaskan bahwa proses
pemisahan mineral ikutan ini masih dilakukan secara fisik seperti menggunakan magnetic
separator, specific gravity, atau meja goyang (shaking table).

“Tahapan ini baru sebatas pemisahan fisik. Artinya masih berupa pasir, belum sampai pada unsur logam tanah jarang murni. Butuh teknologi yang lebih tinggi untuk memurnikannya,” ujar Noprial.

Selain itu, dia menyebut mineral ikutan seperti monazit dan senotim yang mengandung unsur radioaktif (thorium dan uranium) tidak boleh dijual atau diolah sembarangan.

“Sepanjang dia masih dalam bentuk monasit, regulasinya tidak memperbolehkan dijual. Karena itu termasuk mineral radioaktif yang diawasi ketat oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN),” tegasnya.

“Jadi pengusaha boleh mengusahakan mineral tersebut sepanjang unsur radioaktifnya sudah
terpisah dari unsur logam tanah jarang. Tapi sebelum itu, tidak boleh,” imbuh Noprial.

Lebih lanjut, Noprial mengatakan pemerintah daerah tidak punya kewenangan terkait
pengelolaan LTJ. Sesuai regulasi, kewenangannya ada di pemerintah pusat melalui Kementerian
ESDM.

“Pemerintah daerah tidak bisa masuk ke wilayah pengelolaan logam karena sudah menjadi kewenangan pusat. Kami hanya berwenang di sektor mineral bukan logam dan batuan,” jelasnya.

Karena berkaitan regulasi itu juga, Dinas ESDM tidak memiliki data mengenai potensi LTJ di Babel. 
Noprial menambahkan sebagai tindak lanjut, pemerintah pusat telah membentuk Badan Mineral
Indonesia (BMI) yang akan mengelola mineral ikutan di seluruh Indonesia, termasuk di
Babel.

“BMI ini nanti akan menjadi pengelola utama. Sekarang mereka sedang menyusun kebijakan dan arah pengembangan di tingkat nasional,” tambah Noprial. (x1)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved