Berita Bangka Belitung
Prof Dwi Haryadi: Tata Kelola Timah Sudah Tepat, Hilirisasi Harus Segera Didorong
Guru Besar Hukum Pertambangan Universitas Bangka Belitung, Prof Dwi Haryadi menilai tata kelola pertambangan timah di ...
Penulis: Rifqi Nugroho | Editor: Asmadi Pandapotan Siregar
BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Program Dialog Ruang Tengah Bangka Pos edisi Rabu (12/11/2025) hadir dengan pembahasan spesial, terkait sektor komoditas timah di Bangka Belitung.
Menghadirkan Profesor Dwi Haryadi sebagai narasumber, perbincangan yang dipandu oleh Pemimpin Redaksi Bangka Pos Group Ade Mayasanto itu mengangkat tema Dibalik Kilau Timah, Oligarki, Izin dan Luka di tanah Bangka Belitung.
Sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Hukum Pertambangan Universitas Bangka Belitung Profesor Dwi Haryadi berpandangan jika tata kelola pertambangan timah yang saat ini dilakukan sudah berada di jalur yang tepat.
Namun ia juga berharap langkah ini diiringi dengan usaha menghadirkan hilirisasi pengolahan sumber daya timah.
Untuk itu dirinya berharap segera ada langkah nyata untuk memulai upaya menghadirkan hilirisasi tersebut oleh pimpinan pemerintah daerah.
Berikut petikan wawancara tersebut:
1. Q: Siapa sebenarnya yang paling diuntungkan dalam pertambangan timah ilegal di Bangka Belitung?
A: Kalau bicara timah, itu kan ada dua jenisnya selama ini, legal dan ilegal. Kalau legal keuntungannya tentu dia membayar pajak, ada uang untuk ke negara kemudian kembali ke daerah. Kalau ilegal tentu yang diuntungkan saya pikir yang paling besar di balik penambang, misalnya oknum-oknum terlibat, dalam tanda petik kita sebut Cukong. Misalnya mereka tidak punya IUP misalnya, mereka menambang tapi mengakibatkan dampak kerusakan lingkungan, tidak bayar pajak atau royalti, itu yang merugikan daerah itu sendiri.
2. Q: Bisa diperjelas soal Cukong ini seperti apa?
A: Ya tentu pihak-pihak yang membeli timah secara ilegal, masyarakat-masyarakat penambang ini kan selama ini kan memang dibiarkan saja, tapi kalau ada razia atau kecelakaan kerja tidak ada yang bertanggungjawab. Tapi hasil timah mereka dijual ke orang yang bisa menjual lebih mahal berkali-kali lipat hingga ke luar negeri, ini yang harus jadi target Satgas. Jadi harus dikejar yang besar-besar, jangan masyarakat penambang ini. Dalam Undang-Undang Minerba itu kita disebut mainning laundry. Itu adalah mereka yang menampung hasil timah bukan dari IUP mereka, dia punya IUP tapi menambang di IUP yang lain.
3. Q: Kalau dari kacamata Prof Hariyadi kenapa penambangan ilegel begitu seksi di Bangka Belitung?
A: Kalau kita mau bicara awal pertambangan timah ini, kan awalnya mineral strategis menjadi tidak strategis, itu dianggap peluang oleh pemerintah daerah, kemudian ada desantrilisasi hanya dilakukan oleh PT Timah dan Kobatin. Jadi memang sudah complicated, semacam ada demdam sejarah karena sebelumnya masyarakat ini tidak bisa ikut menambang, akhirnya banyak sekali terjadi mereka yang sebelumnya bertani, berkebun, nelayan, malah ikut menambang untuk saat ini. Hasil riset saya, dari 350 penambang, 50 persen dari mereka begantung dengan menambang artinya tidak punya penghidupan lain selain dari timah ini. Yang lebih repot lagi, saat mereka ditanya mereka memiliki persepsi kalau menambang ini tidak perlu izin, ini kan sesuatu yang tidak pas. Padahal maksud dari partisipasi masyarakat di Undang-Undang itu kan ada aturannya, walaupun itu di tanah sendiri juga ada aturannya.
4. Q: Kalau bicara izin, sebenarnya izin pertambangan di Bangka Belitung ini apakah sudah transparan?
A: Sebenarnya ini kan ada IUP, IPR, selama ini kan masih sentralisasi ke Pemerintah Pusat. Tapi ini untuk IPR kan sudah ada keputusan Menteri, walaupun petunjuk teknisnya belum ada. Terakhir ada Pak Gubernur, PT Timah yang mendorong melalui Koperasi Merah Putih, karena kalau lewat Koperasi ini lah lebih terorganisasi untuk pembayaran pajak segala macam. Kemudian ada wacana melalui BUMDes juga segala macam.
5. Q: Ketika ini sudah istilahnya mulai terbuka jalannya, apakah penyalahgunaan kewenangan juga akan mengecil?
A: Kalau menurut saya, ini juga harus disiapkan betul-betul, maksudnya ada indikator Koperasi mana atau BUMDes mana yang memenuhi syarat. Kemudian juga ada pengawasan yang profesional sesuai dengan tata atauran, jadi kalau saya berpikir positif ini akan mengurangi penyimpangan-penyimpangan karena nanti semua bisa ikut mengawasi, misal Koperasi ada Kementerian Koperasi ataupun Dinas Koperasi bisa mengawasi juga.
6. Q: Berarti kalau itu terlaksana tata kelola akan lebih baik lagi ke depan?
A: Kalau menurut saya iya, karena lebih jauh lagi lebih luas jangkauannya, kemudian masyarakat terakomodir. Misalnya ada 50 orang yang daftar di Koperasi itu akan terorganisir, menurut saya pengawasan juga lebih mudah. Kalau banyak aktor yang terlibat kan ada profesionalisme, dari pada hanya sedikit akan lebih monopoli kan tidak bisa apa-apa.
7. Q: Bagaimana kemudian meningkatkan kesadaran masyarakat agar ikut bertanggungjawab soal reklamasi lingkungan?
A: Pertama tentu tidak mudah ya, dengan rasionalitas mereka, karena berpandangan merasa tidak mengganggu siapa-siapa, kemudian belum lagi kalau mereka menjawab sebenarya tahu jika yang dilakukan merusak lingkungan, tapi tidak ada pekerjaan lain. Jadi ini perlu usaha lebih dari semua stakeholder, makanya kalau saat ini tata kelola sedang ke arah yang lebih baik, mereka harus disadarkan kalau pasti bisa lebih sejahtera dari sisi ekonomi, lingkungan akan lebih baik. Tapi ini harus diupayakan terus, kalau dibiarkan seperti saat ini tidak akan berubah-berubah. Catatannya tentu bagaimana cara menyakinkan mereka tentunya.
8. Q: Berarti kalau pengelolaan sudah baik, rantai pemasok mana lagi yang harus dibenahi?
A: Menurut saya kan tadi dari hulu ke hilir, dari proses barang ini di ambil tentu kemudian saya membayangkan bagaimana hilirisasi, karena bahan mentahnya kan disini. Misal ada investor yang masuk mau apapun itu, pasti bisa menyerap tenaga keraja. Jadi kita bisa bergeser dari tidak hanya menambang tapi sudah ke industri ini.
9. Q: Industri apa contohnya yang cocok untuk hilirisasi ini?
A: Pasti yang bahan bakunya dari timah, misal pabrik elektronik apa kan kita undang disini, bisa menyerap lulusan SMK kita. Saya juga tidak tahu kendalanya apa, lahan kita masih luas, SDM bisa kita siapkan. Menurut saya kok seharusnya itu bisa dilakukan, kita jarak dari Jakarta tidak terlalu jauh, ke Palembang sangat dekat. Tapi kembali lagi banyak kepentingan disini
| Kapolda Babel Tegaskan Penegakan Hukum dan Apresiasi Kasus Gas Elpiji Ilegal di Bateng |
|
|---|
| Kunker ke Polres Bangka dan Polresta Pangkalpinang, Kapolda Babel Tekankan Pelayanan Masyarakat |
|
|---|
| HAKLI Babel Gencar Awasi CKG dan Dapur MBG di Momentum HKN ke-61 |
|
|---|
| Kadus Terak Pastikan Pelaku Oplosan Gas Bukan Warga Asli, Hanya Pendatang yang Beli Lahan |
|
|---|
| Gubernur Hidayat Arsani Kunjungi Pulau Pongok, Dengar Langsung Keluhan Warga |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bangka/foto/bank/originals/20251112-Profesor-Dwi-Haryadi-saat-hadir-dalam-Program-Dialog-Ruang.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.