Pagar Beton di Laut Cilincing Resahkan Nelayan, Ini Kata Pramono Anung: Tidak Bisa Berbuat Banyak

Pagar beton di laut Cilincing bikin nelayan resah. Pramono Anung angkat bicara dan mengaku pemerintah tak bisa berbuat banyak soal proyek tersebut

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
TRIBUNNEWS.COM/JEPRIMA
PAGAR BETON LAUT--Pagar Beton di Laut Cilincing Resahkan Nelayan, Ini Kata Pramono Anung: Tidak Bisa Berbuat Banyak 

BANGKAPOS.COM--Laut Cilincing, Jakarta Utara, dalam beberapa bulan terakhir menjadi sorotan publik.

Bukan karena hasil lautnya, melainkan karena berdirinya pagar beton besar yang membentang di kawasan pesisir.

Proyek yang digarap PT Karya Citra Nusantara (KCN) itu menimbulkan polemik, terutama di kalangan nelayan yang merasa ruang hidup mereka makin sempit.

Namun di tengah protes warga, Gubernur Jakarta Pramono Anung menyatakan Pemprov DKI tidak bisa berbuat banyak.

Alasannya, izin pembangunan pagar beton sudah dikantongi langsung dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Memang setelah saya cek, izin untuk perusahaan itu sudah lengkap, sehingga kita juga tidak bisa apa-apa karena itu menjadi kewenangan Kementerian KKP,” kata Pramono saat ditemui di Cilandak Timur, Jakarta Selatan, Sabtu (13/9/2025).

Pernyataan itu memicu diskusi panjang.

Bagaimana mungkin proyek sebesar ini, yang jelas berdampak pada lingkungan dan mata pencaharian nelayan, tidak bisa dikendalikan Pemprov?

Izin Lengkap, Tapi Nelayan Resah

Pramono mengaku, meskipun kewenangan ada di pemerintah pusat, pihaknya tetap mempelajari seluruh dokumen izin yang telah diterbitkan.

Ia sudah menugaskan Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta untuk melakukan koordinasi dengan pihak perusahaan.

“Agar para nelayan yang selama ini mencari nafkah di tempat itu tidak terganggu,” tegasnya.

Nelayan di Cilincing sendiri mengaku sejak adanya pagar beton, akses melaut jadi lebih jauh dan biaya operasional meningkat.

“Kami biasanya bisa langsung berangkat lewat jalur dekat, sekarang harus memutar jauh. Solar habis lebih banyak,” kata Sulaeman, nelayan setempat.

Selain itu, ada kekhawatiran soal ekosistem laut. Daerah tangkap ikan yang semula produktif, kini sebagian tertutup pembangunan dermaga.

Pengakuan PT KCN: “Semua Sah dan Berizin”

Menanggapi protes tersebut, Direktur Utama PT Karya Citra Nusantara, Widodo Setiadi, buka suara.

Menurutnya, pembangunan pagar beton dan dermaga di Cilincing sudah melalui proses panjang, bukan proyek mendadak.

“Jadi kalau saya ditanya, apakah ini sah? Sah. Sebetulnya proses pembangunan ini sudah dimulai sejak 2010 dan polanya sama,” ujarnya dalam konferensi pers di Marunda, Jakarta Utara, Jumat (12/9/2025).

Widodo menegaskan bahwa proyek ini bertujuan untuk membangun tiga dermaga baru yang nantinya digunakan sebagai lokasi bongkar muat batu bara dan komoditas lain.

Ia juga menyampaikan bahwa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) telah diproses selama dua tahun sebelum izin diberikan.

Proyek Kolaborasi: Swasta, Pemerintah, dan BUMN

Widodo menjelaskan proyek ini merupakan bentuk kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan BUMN.

Uniknya, pembangunan dermaga ini tidak menggunakan dana APBN maupun APBD.

“Memang proyek ini digagas oleh pemerintah untuk menggandeng kolaborasi swasta, di mana proyek ini adalah proyek non-APBN-APBD. Jadi pemerintah tidak keluar uang Rp 1 pun dalam proyek ini,” jelasnya.

KCN juga menegaskan bahwa proyek ini akan memberikan manfaat ekonomi jangka panjang.

Dalam 70 tahun mendatang, aset dermaga tersebut akan sepenuhnya menjadi milik negara.

“Proyek ini semata-mata untuk menggerakkan roda ekonomi Indonesia. Kami melibatkan tiga pilar penting: swasta, pemerintah, dan BUMN,” tambah Widodo.

Suara Nelayan: “Kami Bukan Anti-Pembangunan, Tapi Jangan Rugikan”

Meski proyek ini dianggap legal, nelayan tetap meminta solusi.

Mereka tidak menolak pembangunan, tetapi mendesak agar ada kompensasi atau kebijakan yang melindungi mata pencaharian.

“Kami bukan anti pembangunan. Kami tahu Jakarta butuh dermaga, butuh pelabuhan. Tapi jangan sampai kami yang kecil-kecil ini jadi korban,” kata Sulaeman.

Beberapa nelayan lain menyebutkan bahwa sejak pembangunan dimulai, hasil tangkapan menurun.

Lokasi penangkapan yang dulu dekat kini tidak bisa diakses, sementara biaya operasional meningkat.

Latar Belakang: Reklamasi dan Kontroversi Lama

Polemik Cilincing mengingatkan publik pada kontroversi reklamasi Teluk Jakarta beberapa tahun lalu.

Sama-sama berhubungan dengan izin pusat, dampak lingkungan, serta benturan kepentingan antara ekonomi dan ekologi.

Proyek-proyek reklamasi atau pembangunan di pesisir kerap menuai pro-kontra.

Di satu sisi, ada argumen soal urgensi pembangunan infrastruktur maritim.

Di sisi lain, ada kekhawatiran hilangnya ruang hidup nelayan serta kerusakan ekosistem.

Polemik pagar beton di Laut Cilincing mencerminkan dilema klasik pembangunan bagaimana menyeimbangkan kepentingan ekonomi nasional dengan keadilan sosial masyarakat lokal.

Di atas kertas, semua perizinan proyek dermaga KCN sah.

Namun di lapangan, nelayan merasa kehilangan ruang hidup.

Pertanyaan pun muncul: apakah pembangunan selalu harus menyingkirkan yang kecil demi kepentingan besar?

Ataukah ada cara untuk menghadirkan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan?

Jawabannya masih menunggu keseriusan pemerintah, perusahaan, dan masyarakat untuk duduk bersama mencari titik temu.(*)

(Bangkapos.com/kompas.com)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pagar Beton di Laut Cilincing Kantongi Izin dari KKP, Pramono: Kami Tidak Bisa Apa-apa

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved