Korupsi Kredit Fiktif di Sumsel

Kasus Kredit Fiktif Bank Pelat Merah Rp 1,6 Triliun Terbesar di Sumsel Terbongkar

Kejati Sumsel menetapkan enam tersangka kasus dugaan kredit fiktif senilai Rp 1,6 triliun melibatkan bank pelat merah dan dua perusahaan swasta.

Editor: Fitriadi
Tribunpekanbaru
KREDIT FIKTIF - Foto ilustrasi kredit fiktif. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) mengungkap kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pinjaman atau kredit fiktif senilai Rp 1,6 triliun melibatkan enam tersangka dari bank pelat merah dan dua perusahaan, yakni PT BSS dan PT SAL. 

Satu tersangka lainnya, WS belum ditahan karena tengah menjalani perawatan di rumah sakit.

Kasus Korupsi Terbesar di Sumsel

Ketut menjelaskan, berdasarkan perhitungan sementara, estimasi total kerugian negara mencapai Rp1,689 triliun.

Setelah dikurangi nilai aset hasil lelang senilai Rp506,15 miliar, maka total kerugian bersih mencapai Rp1,183 triliun.

Nilai fantastis ini, menjadikan kasus tersebut sebagai salah satu perkara korupsi terbesar yang pernah ditangani oleh Kejati Sumsel dalam beberapa tahun terakhir.

Bermula dari Permohonan Kredit Investasi Bebun Inti dan Plasma

Ditempat yang sama Asisten Pidana Khusus Dr Adhriyansah SH MH, mengungkapkan bahwa modus operandi kasus ini bermula sejak tahun 2011 ketika PT BSS melalui WS mengajukan permohonan kredit investasi kebun inti dan plasma sebesar Rp760,8 miliar, yang kemudian disusul oleh PT SAL pada tahun 2013 dengan permohonan kredit serupa senilai Rp 677 miliar.

"Permohonan tersebut diajukan kepada Divisi Agribisnis bank plat merah di Jakarta Pusat," kata Aspidsus.

Lebih lanjut, dalam proses pengajuan hingga pencairan dana, ditemukan adanya penyimpangan serius, mulai dari pemalsuan data dan analisis kredit yang tidak sesuai fakta, hingga agunan dan kegiatan pembangunan kebun yang tidak sesuai dengan tujuan kredit.

Tak hanya itu, kedua perusahaan juga mendapatkan fasilitas tambahan berupa kredit pembangunan pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) dan kredit modal kerja dengan total plafon Rp862,25 miliar untuk PT SAL dan Rp900,66 miliar untuk PT BSS.

Akibat dari tindakan tersebut, fasilitas pinjaman yang diberikan kini berstatus kolektibilitas 5 alias macet.

Perbuatan para tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 KUHP.

Kejati Sumsel menegaskan, pengusutan kasus ini akan terus berlanjut, termasuk menelusuri aliran dana hasil kredit bermasalah tersebut serta kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat.

Hingga kini, penyidik telah memeriksa 107 saksi, dan tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah seiring dengan perkembangan penyidikan.

(TribunSumsel.com/Andyka Wijaya)

Artikel ini telah tayang di TribunSumsel.com

Sumber: Tribun Sumsel
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved