Breaking News

Tunjangan Keluarga Pahlawan Nasional, Selain Berhak Rp57 Juta Dapat Apa Lagi? Ini Rinciannya

Ahli waris keluarga Pahlawan Nasional berhak mendapatkan bantuan tahunan dari negara.

Penulis: Rusaidah | Editor: Rusaidah
KOMPAS.com/FIKA NURUL ULYA
GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada 10 tokoh di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025). Mereka berjasa dari berbagai babak sejarah Indonesia 
Ringkasan Berita:
  • 10 tokoh resmi dianugerahkan gelar Pahlwan Nasional oleh Presiden Prabowo Subianto
  • Negara juga memberikan dukungan finansial dan fasilitas kesejahteraan bagi keluarga penerima Pahlawan Nasional 2025
  • Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menjelaskan, setiap keluarga pahlawan berhak mendapatkan bantuan tahunan dari negara

 

BANGKAPOS.COM - 10 tokoh resmi dianugerahkan gelar Pahlwan Nasional oleh Presiden Prabowo Subianto.

Pemberian anugerah gelar Pahlawan Nasional bertepatan dengan upacara peringatan Hari Pahlawan di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). 

Penganugerahan ini didasarkan pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional. 

Dalam sambutannya, Prabowo memimpin hening cipta untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah berkorban bagi bangsa.

"Marilah kita sejenak mengenang arwah dan jasa-jasa para pahlawan yang telah berkorban untuk kemerdekaan, kedaulatan, dan kehormatan bangsa Indonesia yang telah memberi segala-galanya agar kita bisa hidup merdeka dan kita bisa hidup dalam alam yang sejahtera," kata Prabowo, dikutip dari Kompas.com, Senin (10/11/2025).

Baca juga: Sosok Indah Pertiwi, Crazy Rich Terseret Pelicin Jabatan Bupati Ponorogo Sugiri, Teman Dokter Yunus

Selain penghargaan simbolik, negara juga memberikan dukungan finansial dan fasilitas kesejahteraan bagi keluarga penerima Pahlawan Nasional 2025.  

Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2018 yang menjamin tunjangan berkelanjutan, layanan kesehatan, pendidikan, hingga dukungan perumahan.

Lantas, apa saja rincian tunjangan dan hak-hak para pahlawan nasional menurut peraturan yang ada?

Tunjangan Tahunan Ahli Waris 

Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menjelaskan, setiap keluarga pahlawan berhak mendapatkan bantuan tahunan dari negara.  

"Kita beri dukungan Rp57 juta per tahun," kata Gus Ipul di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, dikutip dari Kompas.com, Senin (10/11/2025). 

Ia menilai nominal itu bukan ukuran materi, melainkan bentuk penghormatan.  

Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada 10 tokoh di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025). Mereka berjasa dari berbagai babak sejarah Indonesia
Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada 10 tokoh di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025). Mereka berjasa dari berbagai babak sejarah Indonesia (KOMPAS.com/FIKA NURUL ULYA)

"Kalau dilihat nilainya tidak terlalu banyak. Tapi ini bagian untuk menghormati, menghargai, sehingga keluarga bisa terus membangun semangat dari para pahlawan," sambungnya.  

Dalam Pasal 19 Perpres 78/2018 disebutkan, keluarga Pahlawan Nasional berhak atas tunjangan berkelanjutan senilai Rp50 juta per tahun. 

Dukungan tambahan dari Kementerian Sosial menjadi pelengkap dari program kesejahteraan yang berjalan.

Rincian Hak Turunan Keluarga Pahlawan Nasional

Dilansir dari Kompas.com pada Kamis, negara telah mengatur hak-hak keluarga pahlawan nasional dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara serta Besaran Tunjangan Berkelanjutan Bagi Pejuang, Perintis Kemerdekaan, dan Keluarga Pahlawan Nasional.  

Berdasarkan Perpres 78/2018, tunjangan mencakup beberapa bentuk dukungan: tunjangan kesehatan, tunjangan hidup, perumahan, dan pendidikan.  

Pasal 9 ayat (3) menjelaskan bahwa keluarga Pahlawan Nasional berhak atas akses pelayanan kesehatan, biaya perawatan, serta pembelian obat.

Pasal 9 ayat (4) menegaskan tunjangan hidup dapat digunakan untuk kebutuhan sandang, pangan, hingga rekreasi keluarga.  

Baca juga: Sosok Nadia Hutri Otak Pelaku Penculikan Bilqis di Makassar, Sudah Jual 9 Bayi & 1 Anak Lewat TikTok

Sementara Pasal 9 ayat (5) menjamin tunjangan perumahan untuk biaya sewa, pemeliharaan rumah, listrik, dan air bersih. 

Pemerintah juga memastikan ahli waris terdaftar dalam program BPJS Kesehatan agar mendapat perlindungan jangka panjang.  

Hak ini berlaku bagi janda, duda, anak kandung, atau anak angkat yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Perpres 78/2018.

Penghormatan Lewat Pemakaman di TMP

Selain dukungan ekonomi, negara juga memberikan penghormatan simbolik bagi para pahlawan dan keluarganya.  

Pemerintah menanggung biaya pemakaman dengan upacara kebesaran militer serta menyediakan tempat pemakaman di Taman Makam Pahlawan (TMP). 

Jika makam seorang pahlawan berada di luar TMP, pemerintah dapat melakukan pemugaran agar tetap layak dan terawat.

Langkah ini memastikan penghargaan terhadap jasa pahlawan terjaga dalam bentuk fisik dan historis.

10 Tokoh Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional

Melalui Keppres 116/TK/2025, sepuluh tokoh ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan 2025 antara lain:

  1. K.H. Abdurrahman Wahid (Jawa Timur)
  2. Jenderal Besar TNI H.M. Soeharto (Jawa Tengah)
  3. Marsinah (Jawa Timur)
  4. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja (Jawa Barat)
  5. Hajjah Rahmah El Yunusiyyah (Sumatera Barat)
  6. Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Jawa Tengah)
  7. Sultan Muhammad Salahuddin (Nusa Tenggara Barat)
  8. Syaikhona Muhammad Kholil (Jawa Timur)
  9. Tuan Rondahaim Saragih (Sumatera Utara)
  10. Zainal Abidin Syah (Maluku Utara)
PAHLAWAN NASIONAL - Anak-anak Presiden ke-2 RI Soeharto tampak berpelukan usai sang ayah mendapat gelar pahlawan nasional dari Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).
PAHLAWAN NASIONAL - Anak-anak Presiden ke-2 RI Soeharto tampak berpelukan usai sang ayah mendapat gelar pahlawan nasional dari Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025). (KOMPAS.com/FIKA NURUL ULYA)

Sosok 10 Pahlawan Nasional

Deretan 10 Tokoh Penerima Gelar Pahlawan Nasional 2025

1. Soeharto (DI Yogyakarta)

Soeharto lahir di Kemusuk, Argomulyo, Godean, Yogyakarta pada 8 Juni 1921.

Ia lahir dari keluarga kurang mampu. Ayahnya yang bernama Kertosudiro bekerja sebagai petani dan pembantu lurah untuk mengairi sawah desa.

Ketika beranjak dewasa, ia mulai bekerja menjadi pembantu klerk di Volks Bonk atau bank desa yang terletak di Wuryantoro.

Karier Soeharto di PETA mulai menanjak ketika ia dipromosikan menjadi chudanco atau komandan kompi.

Baca juga: Profil Mayjen Febriel Buyung Sikumbang, Kasatgas PKH Halilintar Sergap Praktik Tambang Ilegal Babel

Perjalanan kariernya terus melesak, ia ditunjuk oleh MPRS menjadi Pejabat Presiden pada 12 Maret 1967.

Ia dilantik menjadi Presiden pada 27 Maret 1968. Dari sinilah, rezim Orde Baru dimulai.

Rezim Orde Baru berakhir setelah Soeharto menyatakan berhenti menjadi presiden pada 21 Mei 1998. 

Mundurnya Soeharto bertepatan dengan unjuk rasa besar-besaran yang melibatkan mahasiswa dan elemen lainnya di sejumlah wilayah, seperti Jakarta dan Solo.

Selama memangku jabatan sebagai presiden, sosok Soeharto tidak bisa dilepaskan dari berbagai kontroversi, terutama kasus pelanggaran HAM berat.

2. KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) – Jawa Timur

Gus Dur disebutkan sebagai pahlawan dengan perjuangan politik dan pendidikan Islam.

Semasa hidupnya, Gus Dur juga memperjuangkan kemanusiaan, demokrasi, dan pluralisme di Tanah Air.
 
Dikutip dari laman Perpustakaan Nasional RI, Gus Dur lahir di desa Denanyar, Jombang, Jawa Timur, pada 4 Agustus 1940. 
 
Ayahnya, KH Wahid Hasyim, dikenal sebagai tokoh penting pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara ibunya, Sholehah, adalah putri pendiri Pesantren Denanyar, KH Bisri Syamsuri.
 
Ia tercatat belajar di Universitas Al-Azhar, Kairo, pada 1964–1966, kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Baghdad, Irak, hingga 1970. 

Ia juga sempat melanjutkan studi di Universitas Leiden, Belanda.

Sekembalinya ke Indonesia, Gus Dur memilih berkarier sebagai pendidik. Pada 1971 ia mengajar di Fakultas Ushuludin Universitas Tebu Ireng, Jombang. 

Momentum besar datang pada Muktamar ke-27 NU di Situbondo pada 1984, ketika Gus Dur terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ia akhirnya melepas posisi tersebut ketika menjabat Presiden ke-4 RI, menggantikan BJ Habibie.

Sebagai presiden, Gus Dur dikenal sebagai tokoh pluralisme. Salah satu contohnya ketika mencabut larangan perayaan Imlek melalui Keppres Nomor 19 Tahun 2001 yang menjadikan Imlek sebagai hari libur.

Setelah memimpin selama 21 bulan, Gus Dur diberhentikan oleh MPR pada 23 Juli 2001 dan digantikan oleh Megawati Soekarnoputri.

Delapan tahun kemudian, pada 30 Desember 2009, Gus Dur wafat di usia 69 tahun di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada 10 tokoh di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025). Mereka berjasa dari berbagai babak sejarah Indonesia

3. Marsinah – Jawa Timur

Marsinah lahir pada 10 April 1969.

Dia adalah anak kedua dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan, Marsini kakaknya dan Wijiati adiknya.

Marsinah merupakan anak dari pasangan Astin dan Sumini di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk.

Dia pertama kali bekerja di pabrik plastik SKW kawasan industri Rungkut.

Tetapi, gajinya jauh dari cukup sehingga untuk memperoleh tambahan penghasilan, Marsinah juga berjualan nasi bungkus di sekitar pabrik seharga Rp 150 per bungkus.

Selama bekerja di pabrik ini, Marsinah dikenal vokal menyuarakan ketidakadilan dan ketimpangan.

Ia kerap menjadi juru bicara bagi rekan-rekan sesama pekerjanya.

Baca juga: Ingat Rani Juliani Caddy Golf yang Seret Antasari Azhar ke Penjara, Tanpa Jejak, Rumah Tinggal Tanah

Kasus pembunuhan Marsinah berawal pada 3-4 Mei 1993, saat buruh pabrik pembuatan arloji, PT Catur Putra Surya (CPS), menuntut pemenuhan hak mereka.

Pada 8 Mei 1993, segerombolan anak-anak menemukan menemukan jasad Marsinah terbujur kaku di sebuah gubuk di kawasan hutan Desa Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur.

Tubuhnya dipenuhi luka dan bersimbah darah, yang mengindikasikan bahwa Marsinah mengalami kekerasan dan penyiksaan sebelum dibunuh.

Setelah itu, kasus pembunuhan Marsinah tidak menemui titik terang dan menjadi salah satu catatan pelanggaran HAM di Indonesia.

4. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja (Jawa Barat)

Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. lahir di Batavia (Jakarta), 17 Februari 1929.

Mochtar Kusumaatmadja dikenal sebagai akademisi dan diplomat.

Ia pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman dari tahun 1974 sampai 1978 dan Menteri Luar Negeri dari tahun 1978 sampai 1988. 
 
Riwayat perjuangan yang paling menonjol adalah gagasannya tentang konsep negara kepulauan yang digunakan oleh Perdana Menteri RI saat itu, Djuanda Kartawidjaja, dalam Deklarasi Djuanda tahun 1957.

Ia memperjuangkan dan berhasil mengukuhkan Prinsip Negara Kepulauan (Archipelagic State Principle) sebagai hukum laut internasional.

Sehingga perairan di antara pulau-pulau Indonesia diakui sebagai bagian sah dari kedaulatan Indonesia.

Atas kegigihan dan perjuangan diplomatiknya, wilayah laut Indonesia bertambah sekitar 3,7 juta km persegi tanpa perang, menjadikan Indonesia jauh lebih utuh sebagai satu negara.

5. Hajah Rahmah El Yunusiyah (Sumatera Barat)

Rahmah El Yunusiyah adalah seorang reformator pendidikan Islam dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang lahir di Padang Panjang dan terkenal sebagai pendiri Diniyah Putri.
 
Rahmah El Yunusiyah lahir pada 29 Desember 1900, di Bukit Surungan, Kecamatan Padang Panjang Barat, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. 

Pada saat remaja, Rahmah El Yunusiyah pernah menikah, tetapi kemudian bercerai. 

Setelah bercerai, Rahmah fokus memperjuangkan cita-citanya untuk menghilangkan diskriminasi yang diterima perempuan, khususnya di bidang pendidikan.
 
Rahmah ingin setiap perempuan mengerti hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat melalui pendidikan yang layak.
 
Dari pemikiran itulah, Rahmah El Yunusiyah kemudian dikenal sebagai tokoh pendidikan pendiri Diniyah Putri Padang Panjang, madrasah khusus perempuan pertama di Indonesia.
 
Rahmah El Yunusiyah wafat di Padang Panjang pada 26 februari 1969, dalam usia 68 tahun.

Atas jasa-jasanya memperjuangkan hak perempuan di bidang pendidikan serta meningkatkan derajat perempuan di Sumatera pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, ia diberi tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana.

6. Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Jawa Tengah)

Sarwo Edhie berperan dalam penumpasan G30S pada 1965/1966, yang menewaskan tiga juta korban jiwa di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.
 
Pada era Orde Baru, ia sempat menjadi Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan di Seoul.

Sarwo Edhie adalah ayah dari Ani Yudhoyono yang merupakan istri mantan presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.
 
Setelah rezim Orde Lama mulai melemah dan digantikan Orde Baru, Soeharto yang menjadi presiden kemudian mengangkat Sarwo Edhie sebagai Panglima Kodam II/Bukit Barisan di Sumatera.
 
Kemudian, pada 1970-an, Sarwo Edhie ditunjuk Soeharto sebagai Gubernur Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) di Magelang.  

Setelah itu, karier Sarwo Edhie perlahan tenggelam hingga akhirnya ia meninggal dunia pada 9 november 1989.

Baca juga: Sosok Rasnal, Eks Kepala SMAN 1 Luwu Utara di-PTDH Gegara Rp20 Ribu, Bantu Honorer Dianggap Pungli

7. Sultan Muhammad Salahuddin (Nusa Tenggara Barat)

Muhammad Salahuddin lahir dan besar di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), menjabat sebagai Sultan ke-14 Kesultanan Bima 1915-1951. 

Di tengah arus kolonialisme dan pergolakan politik, Sultan Salahuddin tampil sebagai pemimpin yang visioner, menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan dan berani mengambil sikap tegas demi kemerdekaan Indonesia.

Kejayaan Kerajaan atau Kesultanan Bima terjadi pada masa pemerintahan sultan terakhir, yaitu Sultan Muhammad Salahuddin. Ia berhasil mengembangkan Islam secara pesat.

Sultan Muhammad Salahuddin juga membangun sejumlah sarana dan prasarana untuk beribadah. Ia juga mengembangkan fungsi ibadah yang menjadi pusat pengkajian ilmu juga agama.
 
Sultan Muhmmad Salahuddin juga mengembangkan pendidikan formal yang dilakukan dengan mendirikan sejumlah madrasah di wilayahnya.

8. Syaikhona Muhammad Kholil (Jawa Timur)

Syekh Kholil adalah ulama yang sangat masyhur di Madura. Dia lahir pada sekitar 25 Mei 1835, atau pada 9 Shafar 1252 Hijriah, di Kemayoran, Bangkalan.

Ia merupakan anak dari pasangan Kiai Hamim dan Syarifah Khodijah.

Syaikhona merupakan salah satu ulama besar yang berperan dalam melawan kolonialisme. 

Kemudian Syaikhona juga disebut berperan mengonstruksi Islam Nusantara.

Santri-santri Syaikhona antara lain para pendiri Nahdlatul Ulama (NU), pendiri pondok pesantren besar di Jawa, termasuk Presiden Pertama RI Soekarno. 

Syaikhona juga disebut kerap menuliskan catatan-catatan yang bersinggungan dengan nasionalisme.

9. Tuan Runda H. Ali Basaragi (Sumatera Utara)

Tokoh perjuangan dari Sumatera Utara ini dikenal karena perlawanan terhadap penjajahan dan perjuangannya menjaga persatuan daerahnya.

Meski informasi historisnya terbatas, perjuangannya diakui sebagai bagian penting dari sejarah kemerdekaan di Sumatera bagian utara.

10. Sultan Zainal Abidin Syah (Maluku Utara)

Zainal Abidin Syah merupakan Sultan Tidore periode 1947-1967. Ia lahir di Soasiu, kota utama Pulau Tidore, Maluku Utara, pada tahun 1912. 

Sultan Zainal Abidin Syah atau Sultan Tidore ke-37 disebut sebagai tokoh pemersatu Wilayah Papua Barat.

Zainal Abidin Syah berperan penting dalam kemerdekaan RI dan mengeratkan NKRI melalui keputusannya yang tegas untuk menyatukan Irian Barat (Papua) ke dalam Indonesia, serta penunjukannya sebagai Gubernur Irian Barat pertama.

Sultan Zainal Abidin Syah kemudian ditetapkan sebagai Gubernur sementara provinsi perjuangan Irian Barat pada tanggal 23 September 1956 di Soa-Sio Tidore (SK Presiden RI No. 142/ Tahun 1956, Tanggal 23 September 1956). 

Selanjutnya sesuai SK Presiden RI No. 220/ Tahun 1961, Tanggal 4 Mei 1962, ia ditetapkan sebagai gubernur tetap Provinsi Irian Barat. 

Sebagai gubernur, Sultan Zainal Abidin Syah diperbantukan pada Operasi Mandala di Makassar (TRIKORA) Perjuangan Pembebasan Irian Barat. 

Ia memegang jabatan Gubernur Irian Barat hingga tahun 1961.

Sultan Zainal Abidin Syah menetap di Ambon hingga wafat pada tanggal 4 Juli 1967.

(Kompas.com/Tribunnews.com/TribunSumsel.com/Bangkapos.com)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved