Berita Viral

Sosok Pelapor Rasnal dan Abdul Muis, Guru di Luwu Utara Dituding Pungli Rp20 Ribu Kini Bernasib PTDH

Rasnal dan Abdul Muis, guru di Luwu Utara, Sulawesi Selatan terimbas PTDH gegara  perkara pungutan Rp20 ribu untuk membantu guru honorer.

Penulis: Rusaidah | Editor: Rusaidah
TRIBUN-TIMUR.COM/Andi Bunayya Nandini
PEMECATAN GURU - Mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal (kiri) dan Bendahara Komite SMAN 1 Luwu Utara, Abdul Muis (kanan) ditemui beberapa waktu lalu. Keduanya diberhentikan tidak dengan hormat buntut dana komite sekolah sebesar Rp 20 ribu.  

“Kami tidak melawan putusan pemerintah, tapi mungkin perlu ditinjau ulang karena ini bukan korupsi. Dana itu bukan uang negara, melainkan sumbangan sukarela dari orang tua siswa. Kami meminta Bapak Presiden memperhatikan masalah ini dan mengembalikan hak dua guru yang dipecat,” harapnya.

Guru Dituding Pungli

Masalah muncul pada 2021 ketika seorang pemuda yang mengaku aktivis LSM datang ke rumah guru Abdul Muis menanyakan soal dana sumbangan.

“Anak itu datang, langsung bilang: ‘Benarkah sekolah menarik sumbangan?’ Saya jawab benar, itu hasil keputusan rapat. Tapi saya kaget, dia mau periksa buku keuangan,” tutur Muis.

Tak lama kemudian, ia mendapat panggilan dari pihak kepolisian. 

Kasus berkembang hingga ia dakwa melakukan pungutan liar (pungli) dan pemaksaan kepada siswa.

Pengadilan menjatuhkan hukuman satu tahun penjara dan denda Rp50 juta, subsider tiga bulan kurungan.

“Total saya jalani enam bulan 29 hari karena ada potongan masa tahanan. Denda saya bayar,” ujarnya.

Menurut Muis, proses hukum berjalan panjang. Setelah berkas dilimpahkan ke kejaksaan, sempat dinyatakan belum lengkap (P19) karena belum ditemukan bukti kerugian negara.

“Lalu entah bagaimana, polisi bekerja sama dengan Inspektorat. Maka lahirlah testimoni dari Inspektorat yang menyatakan bahwa Komite SMA 1 itu merugikan keuangan negara,” kata Muis.

Ia menyebut Inspektorat Kabupaten Luwu Utara hadir sebagai saksi dalam sidang Tipikor tingkat pertama.

Baca juga: Profil dr Gia Pratama Putra, Viral Cerita Rahim Wanita Copot di Kresek, Anak Capt. Amir Hamzah

Rasnal dan Abdul Muis jadi Tersangka

Mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal, dan bendahara komite, Abdul Muis, ditetapkan sebagai tersangka.

Keduanya telah menjalani hukuman di Rumah Tahanan (Rutan) Masamba dan menerima Surat Keputusan (SK) Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) dari Gubernur Sulawesi Selatan.

Meski menerima putusan, Muis tetap yakin tidak bersalah. 

GURU DIPECAT -- Abdul Muis (59), guru mata pelajaran Sosiologi di SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan saat dikonfirmasi kompas.com, Senin (10/11/2025)
GURU DIPECAT -- Abdul Muis (59), guru mata pelajaran Sosiologi di SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan saat dikonfirmasi kompas.com, Senin (10/11/2025) (Kompas.com/MUH. AMRAN AMIR)

Ia menilai kasus itu terjadi karena salah tafsir terhadap peran komite sekolah.

“Kalau itu disebut pungli, berarti memalak secara sepihak dan sembunyi-sembunyi. Padahal, semua keputusan kami terbuka, ada rapatnya, ada notulen, dan dana itu digunakan untuk kepentingan sekolah,” ujar Abdul Muis dilansir dari Kompas.com.

“Kalau dipaksa, mestinya semua siswa harus lunas. Tapi faktanya banyak yang tidak membayar dan mereka tetap ikut ujian, tetap dilayani,” tambahnya.

Usai menjalani masa pidana, Muis kembali mengajar di SMAN 1 Luwu Utara.

Namun, beberapa waktu kemudian ia menerima SK pemberhentian tidak dengan hormat dari Gubernur Sulsel.

Setelah diberhentikan dari status PNS, Muis mengaku pasrah namun tetap tegar.

“Rezeki itu urusan Allah. Masing-masing orang sudah ditentukan jatahnya. Saya tidak mau larut. Cuma sedih saja, niat baik membantu sekolah malah berujung seperti ini,” ujarnya pelan.

Aksi Solidaritas Guru

Keputusan PTDH ini sontak memicu gelombang keprihatinan dan solidaritas dari berbagai pihak.

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Luwu Utara memimpin aksi damai, menuntut keadilan bagi rekan mereka yang dinilai menjadi korban kriminalisasi atas dasar kebijakan sekolah yang bertujuan mulia. 

Aksi itu juga mendukung Drs. Rasnal, M.Pd, guru dari UPT SMAN 3 Luwu Utara yang mengalami nasib serupa.

“Guru hari ini berada di posisi yang rentan. Tanpa perlindungan hukum yang jelas, kebijakan sekolah bisa berujung pada kriminalisasi,” ujar Ismaruddin, Ketua PGRI Luwu Utara.

Baca juga: Segini Tunjangan Didapat 10 Ahli Waris Pahlawan Nasional Baru Ditetapkan Prabowo, Ada Juga Fasilitas

PGRI kemudian mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Prabowo Subianto untuk dua guru tersebut.

Keduanya diberhentikan tidak hormat berdasarkan keputusan Gubernur Sulsel:

- Drs. Rasnal, M.Pd, Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.2/3973/BKD
- Drs. Abdul Muis, Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.4/4771/BKD

Kini, Abdul Muis berharap keputusan PTDH dapat ditinjau ulang demi memulihkan martabatnya sebagai pendidik menjelang masa purnabakti.
 
“Saya ini hadir dengan niat ikhlas untuk membantu sekolah. Tapi mungkin ini jalan yang harus saya lalui. Saya hanya ingin orang tahu, saya bukan koruptor,” tutur Muis.

Ia tak menyangka pengabdiannya selama puluhan tahun di dunia pendidikan harus berakhir dengan keputusan pahit.

Abdul Muis sendiri telah menjadi guru sejak tahun 1998, dengan total pengabdian selama 27 tahun.

Baca juga: Profil Mayjen Febriel Buyung Sikumbang, Kasatgas PKH Halilintar Sergap Praktik Tambang Ilegal Babel

DPRD Turun Tangan

Simpati dan dukungan untuk dua guru di  yang diberhentikan yakni terus mengalir dari berbagai kalangan. 

Salah satunya datang dari Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, A. Syafiuddin Patahuddin. 

Pihaknya akan memfasilitasi Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk membahas persoalan ini secara terbuka. 

“Saya mendukung segala upaya yang dilakukan Pak Muis dan Pak Rasnal, dua guru yang terzalimi tersebut. Kita semua tentu berharap keadilan berpihak kepada mereka,” kata Syafiuddin kepada Kompas.com, Senin (10/11/2025). 

Menurut Syafiuddin, berbagai langkah sebenarnya telah ditempuh untuk mencegah pemberhentian keduanya. 

Ia mengatakan, komunikasi sudah dilakukan dengan Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya dengan bidang disiplin pegawai. 

“Beberapa langkah sudah dilakukan untuk mencegah dan memediasi agar kedua guru tersebut tidak di-PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat). Komunikasi sudah dibangun dengan Kadis Pendidikan Provinsi Sulsel, terutama bagian disiplin,” ucapnya. 

Pihaknya juga telah berkoordinasi dengan pimpinan DPRD Sulsel, khususnya Komisi D yang membidangi urusan pendidikan. 

Fraksi PKS, kata dia, siap memberikan dukungan politik dan memfasilitasi pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk membahas persoalan ini secara terbuka. 

“Saya sudah koordinasi dengan pimpinan DPRD Sulsel, khususnya ke Komisi D. Kami siap mendukung dan memfasilitasi RDP agar masalah ini bisa mendapat titik terang,” tuturnya. 

Syafiuddin menegaskan bahwa penyelesaian kasus seperti ini harus mengedepankan rasa keadilan dan kemanusiaan, bukan sekadar penegakan sanksi administratif. 

“Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka telah mencurahkan hidupnya untuk mencerdaskan bangsa. Karena itu, dalam kasus seperti ini, pendekatan kemanusiaan dan proporsionalitas harus menjadi pertimbangan utama,” ujarnya. 

Ia berharap RDP nanti dapat menghadirkan semua pihak terkait, termasuk Dinas Pendidikan, PGRI, dan perwakilan masyarakat pendidikan di Luwu Utara, agar solusi yang dihasilkan benar-benar berpihak pada kebenaran dan keadilan. 

PGRI Ajukan Permohonan Grasi 

Sebelumnya, para guru yang tergabung dalam PGRI Luwu Utara menggelar aksi solidaritas di halaman kantor DPRD Luwu Utara pada Selasa (4/11/2025) sebagai bentuk dukungan terhadap Rasnal dan Abdul Muis

PGRI Kabupaten Luwu Utara resmi mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Prabowo Subianto untuk dua guru yang diberhentikan tidak hormat setelah divonis bersalah dalam kasus pungutan dana komite sekolah.  

Ketua PGRI Luwu Utara, Ismaruddin, menyatakan pihaknya telah menyampaikan surat resmi kepada Presiden pada 4 November 2025. 

Surat itu berisi permohonan agar kedua guru tersebut mendapat grasi dan kesempatan peninjauan kembali (PK) atas dasar kemanusiaan dan dedikasi panjang mereka di dunia pendidikan. 

“Kami memohon kepada Bapak Presiden agar kiranya berkenan memberikan grasi kepada dua anggota kami yang telah mengabdi puluhan tahun sebagai pendidik. Kami menilai keduanya layak mendapat pertimbangan kemanusiaan dan keadilan,” kata Ismaruddin kepada Kompas.com, Jumat (7/11/2025).

Ismaruddin menegaskan, permohonan grasi dan PK tersebut bukan untuk menolak keputusan pengadilan, melainkan untuk mencari keadilan yang lebih berimbang dengan mempertimbangkan sisi kemanusiaan dan pengabdian. 

“Kami tidak menutup mata terhadap hukum. Namun kami percaya, keadilan sejati bukan hanya soal hukuman, tapi juga tentang bagaimana negara memberi kesempatan kepada warganya untuk memperbaiki diri,” tuturnya.

(Tribun-timur.com/Tribunnews.com/TribunSumsel.com/Kompas.com)

 

 

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved