Breaking News

Orangtua Murid Bela Dua Guru di Luwu Utara yang Dipecat Gegara Iuran Rp20 Ribu: Bukan Uang Negara

Dua guru SMAN 1 Luwu Utara dipecat karena iuran Rp20 ribu. Orangtua murid membela, menegaskan iuran itu hasil kesepakatan bersama, bukan pungli

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
TRIBUN-TIMUR.COM/Andi Bunayya Nandini
GURU DIPECAT-- Mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal (kiri) dan Bendahara Komite SMAN 1 Luwu Utara, Abdul Muis (kanan) ditemui beberapa waktu lalu. Keduanya diberhentikan tidak dengan hormat buntut dana komite sekolah sebesar Rp 20 ribu. Orangtua siswa SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan sebut sumbangan Rp20 ribu kesepakatan bersama. 

Merespons keluhan itu, Rasnal mengadakan rapat bersama dewan guru, komite sekolah, dan orangtua siswa. Hasil rapat menyepakati iuran sukarela Rp20 ribu per bulan untuk membantu guru honorer.

Namun pada 2020, laporan dari sebuah LSM menyebut kebijakan tersebut sebagai pungutan liar.

Kasus pun bergulir ke pengadilan hingga Mahkamah Agung memutuskan Rasnal bersalah dengan hukuman 1 tahun 2 bulan penjara.

Berdasarkan putusan itu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan kemudian menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor 800.1.6.2/3973/BKD yang memberhentikan Rasnal dan Abdul Muis secara tidak hormat.

Penjelasan Dinas Pendidikan Sulsel

"Besok ada rapat dengar pendapat (RDP). Saya sudah sampaikan, biar dijelaskan secara terbuka. Karena ini kasus lama, 2018–2019. Oleh pengadilan sudah diputuskan dan kami hanya melaksanakan aturan ASN-nya,” ujar Iqbal saat dikonfirmasi, Selasa (11/11/2025), dikutip Kompas.com

Iqbal menuturkan, berdasarkan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN), pemberhentian dapat dilakukan karena dua alasan, yakni permintaan sendiri atau karena hukuman pidana.

"Kalau ASN ditahan lebih dari dua tahun karena pidana umum, maka diberhentikan. Tapi kalau di bawah dua tahun, tidak diberhentikan. Untuk tindak pidana korupsi, begitu diputus bersalah langsung diberhentikan,” jelasnya. 

Dengan demikian, pemberhentian Rasnal dan Abdul Muis dilakukan karena telah memenuhi kriteria hukum dan administratif ASN.

“Kami hanya melaksanakan undang-undang ASN. Soal masalah hukum beliau, itu ranah yudisial. Kami hanya menjalankan aturan,” tegas Iqbal. 

Iqbal menambahkan, pihaknya akan menjelaskan secara terbuka duduk perkara kasus ini dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Sulawesi Selatan yang dijadwalkan Rabu (12/11/2025).

“RDP ini penting agar publik tahu batas antara sumbangan sukarela dan pungutan wajib. Supaya tidak terjadi lagi kesalahpahaman seperti ini,” pungkasnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan, keberadaan Komite Sekolah dan mekanisme pengumpulan dana pendidikan telah diatur secara jelas dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud). 

Namun, ia mengingatkan bahwa ada batas tegas antara “sumbangan sukarela” dan “pungutan wajib” yang tidak diperbolehkan. 

"Komite itu diatur di Permendikbud. Artinya, Komite tidak dilarang melakukan pengumpulan dana pendidikan, tetapi hanya dalam bentuk bantuan sukarela, bukan pungutan wajib,” katanya.

Menurut Iqbal, pengumpulan dana oleh Komite Sekolah diperbolehkan asalkan dilakukan secara transparan dan tidak bersifat memaksa.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved