10 Tokoh Dapat Gelar Pahlawan Nasional Keluarga Dapat Tunjangan Rp57 Juta per Tahun & Fasilitas Ini

Keluarga pahlawan nasional selain mendapat penghargaan juga mendapat tunjangan tahunan Rp57 juta serta hak kesejahteraan sesuai Perpres 78/2018.

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
KOMPAS.com/FIKA NURUL ULYA
Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada 10 tokoh di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025). Mereka berjasa dari berbagai babak sejarah Indonesia 
Ringkasan Berita:
  • Presiden Prabowo Subianto memberikan gelar Pahlawan Nasional 2025 kepada 10 tokoh berjasa.
  • Selain penghargaan simbolik, pemerintah menjamin kesejahteraan keluarga pahlawan lewat tunjangan tahunan Rp57 juta, layanan kesehatan, pendidikan, hingga perumahan.
  • Rincian Hak-Hak Keluarga Pahlawan Nasional

 

BANGKAPOS.COM--Dalam rangka peringatan Hari Pahlawan Nasional, Presiden Prabowo Subianto secara resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional 2025 kepada 10 tokoh yang dinilai berjasa besar bagi bangsa Indonesia.

Acara penganugerahan digelar di Istana Negara, Jakarta Pusat, pada Senin (10/11/2025).

Prosesi berlangsung khidmat dengan upacara kenegaraan dan hening cipta untuk mengenang jasa para pahlawan.

“Marilah kita sejenak mengenang arwah dan jasa para pahlawan yang telah berkorban untuk kemerdekaan, kedaulatan, dan kehormatan bangsa Indonesia,” ujar Presiden Prabowo, dikutip dari Kompas.com.

Negara Jamin Kesejahteraan Keluarga Pahlawan Nasional

Selain penghargaan simbolik, pemerintah juga memastikan kesejahteraan keluarga Pahlawan Nasional.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menyebut bahwa setiap ahli waris berhak atas tunjangan tahunan sebesar Rp57 juta.

“Nominal ini bukan ukuran materi, tetapi wujud penghormatan negara terhadap jasa para pahlawan,” ujar Gus Ipul di Kompleks Istana Kepresidenan.

Kebijakan tersebut mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2018, yang mengatur hak-hak kesejahteraan bagi keluarga Pahlawan Nasional, Pejuang, dan Perintis Kemerdekaan.

Rincian Hak-Hak Keluarga Pahlawan Nasional

Menurut Pasal 9 Perpres 78/2018, ahli waris Pahlawan Nasional berhak menerima beberapa tunjangan dan fasilitas, antara lain:

  • Pelayanan kesehatan penuh, termasuk biaya perawatan dan pembelian obat.
  • Tunjangan hidup untuk kebutuhan pokok keluarga.
  • Tunjangan perumahan, termasuk biaya sewa, pemeliharaan rumah, listrik, dan air.
  • Bantuan pendidikan bagi anak-anak pahlawan.
  • Perlindungan BPJS Kesehatan sebagai jaminan sosial berkelanjutan.
  • Ahli waris yang berhak meliputi janda, duda, anak kandung, atau anak angkat yang sah sesuai dengan Pasal 7 Perpres 78/2018.

Penghormatan Abadi di Taman Makam Pahlawan

Pemerintah juga menanggung biaya pemakaman dengan upacara kebesaran militer di Taman Makam Pahlawan (TMP).

Bagi pahlawan yang dimakamkan di luar TMP, pemerintah akan melakukan pemugaran dan perawatan makam agar tetap layak dan terhormat.

Langkah ini menjadi simbol penghargaan negara terhadap jasa pahlawan yang telah berkorban untuk bangsa.

Daftar 10 Tokoh Pahlawan Nasional 2025

Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025, berikut nama-nama tokoh yang resmi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional 2025:

  1. K.H. Abdurrahman Wahid (Jawa Timur)
  2. Jenderal Besar TNI H.M. Soeharto (Jawa Tengah)
  3. Marsinah (Jawa Timur)
  4. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja (Jawa Barat)
  5. Hajjah Rahmah El Yunusiyyah (Sumatera Barat)
  6. Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Jawa Tengah)
  7. Sultan Muhammad Salahuddin (Nusa Tenggara Barat)
  8. Syaikhona Muhammad Kholil (Jawa Timur)
  9. Tuan Rondahaim Saragih (Sumatera Utara)
  10. Zainal Abidin Syah (Maluku Utara)

Dengan penganugerahan ini, pemerintah berharap semangat perjuangan para pahlawan tetap hidup di tengah masyarakat.

“Nilai-nilai kepahlawanan harus menjadi inspirasi bagi generasi muda dalam membangun bangsa,” tegas Gus Ipul.

Sosok 10 Pahlawan Nasional

Deretan 10 Tokoh Penerima Gelar Pahlawan Nasional 2025

1. Soeharto (DI Yogyakarta)

Soeharto lahir di Kemusuk, Argomulyo, Godean, Yogyakarta pada 8 Juni 1921.

Ia lahir dari keluarga kurang mampu. Ayahnya yang bernama Kertosudiro bekerja sebagai petani dan pembantu lurah untuk mengairi sawah desa.

Ketika beranjak dewasa, ia mulai bekerja menjadi pembantu klerk di Volks Bonk atau bank desa yang terletak di Wuryantoro.

Karier Soeharto di PETA mulai menanjak ketika ia dipromosikan menjadi chudanco atau komandan kompi.

Perjalanan kariernya terus melesak, ia ditunjuk oleh MPRS menjadi Pejabat Presiden pada 12 Maret 1967.

Ia dilantik menjadi Presiden pada 27 Maret 1968. Dari sinilah, rezim Orde Baru dimulai.

Rezim Orde Baru berakhir setelah Soeharto menyatakan berhenti menjadi presiden pada 21 Mei 1998. 

Mundurnya Soeharto bertepatan dengan unjuk rasa besar-besaran yang melibatkan mahasiswa dan elemen lainnya di sejumlah wilayah, seperti Jakarta dan Solo.

Selama memangku jabatan sebagai presiden, sosok Soeharto tidak bisa dilepaskan dari berbagai kontroversi, terutama kasus pelanggaran HAM berat.

2. KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) – Jawa Timur

Gus Dur disebutkan sebagai pahlawan dengan perjuangan politik dan pendidikan Islam.

Semasa hidupnya, Gus Dur juga memperjuangkan kemanusiaan, demokrasi, dan pluralisme di Tanah Air.
 
Dikutip dari laman Perpustakaan Nasional RI, Gus Dur lahir di desa Denanyar, Jombang, Jawa Timur, pada 4 Agustus 1940. 
 
Ayahnya, KH Wahid Hasyim, dikenal sebagai tokoh penting pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara ibunya, Sholehah, adalah putri pendiri Pesantren Denanyar, KH Bisri Syamsuri.
 
Ia tercatat belajar di Universitas Al-Azhar, Kairo, pada 1964–1966, kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Baghdad, Irak, hingga 1970. 

Ia juga sempat melanjutkan studi di Universitas Leiden, Belanda.

Sekembalinya ke Indonesia, Gus Dur memilih berkarier sebagai pendidik. Pada 1971 ia mengajar di Fakultas Ushuludin Universitas Tebu Ireng, Jombang. 

Momentum besar datang pada Muktamar ke-27 NU di Situbondo pada 1984, ketika Gus Dur terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ia akhirnya melepas posisi tersebut ketika menjabat Presiden ke-4 RI, menggantikan BJ Habibie.

Sebagai presiden, Gus Dur dikenal sebagai tokoh pluralisme. Salah satu contohnya ketika mencabut larangan perayaan Imlek melalui Keppres Nomor 19 Tahun 2001 yang menjadikan Imlek sebagai hari libur.

Setelah memimpin selama 21 bulan, Gus Dur diberhentikan oleh MPR pada 23 Juli 2001 dan digantikan oleh Megawati Soekarnoputri.

Delapan tahun kemudian, pada 30 Desember 2009, Gus Dur wafat di usia 69 tahun di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada 10 tokoh di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025). Mereka berjasa dari berbagai babak sejarah Indonesia

3. Marsinah – Jawa Timur

Marsinah lahir pada 10 April 1969.

Dia adalah anak kedua dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan, Marsini kakaknya dan Wijiati adiknya.

Marsinah merupakan anak dari pasangan Astin dan Sumini di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk.

Dia pertama kali bekerja di pabrik plastik SKW kawasan industri Rungkut.

Tetapi, gajinya jauh dari cukup sehingga untuk memperoleh tambahan penghasilan, Marsinah juga berjualan nasi bungkus di sekitar pabrik seharga Rp 150 per bungkus.

Selama bekerja di pabrik ini, Marsinah dikenal vokal menyuarakan ketidakadilan dan ketimpangan.

Ia kerap menjadi juru bicara bagi rekan-rekan sesama pekerjanya.

Kasus pembunuhan Marsinah berawal pada 3-4 Mei 1993, saat buruh pabrik pembuatan arloji, PT Catur Putra Surya (CPS), menuntut pemenuhan hak mereka.

Pada 8 Mei 1993, segerombolan anak-anak menemukan menemukan jasad Marsinah terbujur kaku di sebuah gubuk di kawasan hutan Desa Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur.

Tubuhnya dipenuhi luka dan bersimbah darah, yang mengindikasikan bahwa Marsinah mengalami kekerasan dan penyiksaan sebelum dibunuh.

Setelah itu, kasus pembunuhan Marsinah tidak menemui titik terang dan menjadi salah satu catatan pelanggaran HAM di Indonesia.

4. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja (Jawa Barat)

Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. lahir di Batavia (Jakarta), 17 Februari 1929.

Mochtar Kusumaatmadja dikenal sebagai akademisi dan diplomat.

Ia pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman dari tahun 1974 sampai 1978 dan Menteri Luar Negeri dari tahun 1978 sampai 1988. 
 
Riwayat perjuangan yang paling menonjol adalah gagasannya tentang konsep negara kepulauan yang digunakan oleh Perdana Menteri RI saat itu, Djuanda Kartawidjaja, dalam Deklarasi Djuanda tahun 1957.

Ia memperjuangkan dan berhasil mengukuhkan Prinsip Negara Kepulauan (Archipelagic State Principle) sebagai hukum laut internasional.

Sehingga perairan di antara pulau-pulau Indonesia diakui sebagai bagian sah dari kedaulatan Indonesia.

Atas kegigihan dan perjuangan diplomatiknya, wilayah laut Indonesia bertambah sekitar 3,7 juta km persegi tanpa perang, menjadikan Indonesia jauh lebih utuh sebagai satu negara.

5. Hajah Rahmah El Yunusiyah (Sumatera Barat)

Rahmah El Yunusiyah adalah seorang reformator pendidikan Islam dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang lahir di Padang Panjang dan terkenal sebagai pendiri Diniyah Putri.
 
Rahmah El Yunusiyah lahir pada 29 Desember 1900, di Bukit Surungan, Kecamatan Padang Panjang Barat, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. 

Pada saat remaja, Rahmah El Yunusiyah pernah menikah, tetapi kemudian bercerai. 

Setelah bercerai, Rahmah fokus memperjuangkan cita-citanya untuk menghilangkan diskriminasi yang diterima perempuan, khususnya di bidang pendidikan.
 
Rahmah ingin setiap perempuan mengerti hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat melalui pendidikan yang layak.
 
Dari pemikiran itulah, Rahmah El Yunusiyah kemudian dikenal sebagai tokoh pendidikan pendiri Diniyah Putri Padang Panjang, madrasah khusus perempuan pertama di Indonesia.
 
Rahmah El Yunusiyah wafat di Padang Panjang pada 26 februari 1969, dalam usia 68 tahun.

Atas jasa-jasanya memperjuangkan hak perempuan di bidang pendidikan serta meningkatkan derajat perempuan di Sumatera pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, ia diberi tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana.

6. Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Jawa Tengah)

Sarwo Edhie berperan dalam penumpasan G30S pada 1965/1966, yang menewaskan tiga juta korban jiwa di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.
 
Pada era Orde Baru, ia sempat menjadi Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan di Seoul.

Sarwo Edhie adalah ayah dari Ani Yudhoyono yang merupakan istri mantan presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.
 
Setelah rezim Orde Lama mulai melemah dan digantikan Orde Baru, Soeharto yang menjadi presiden kemudian mengangkat Sarwo Edhie sebagai Panglima Kodam II/Bukit Barisan di Sumatera.
 
Kemudian, pada 1970-an, Sarwo Edhie ditunjuk Soeharto sebagai Gubernur Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) di Magelang.  

Setelah itu, karier Sarwo Edhie perlahan tenggelam hingga akhirnya ia meninggal dunia pada 9 november 1989.

7. Sultan Muhammad Salahuddin (Nusa Tenggara Barat)

Muhammad Salahuddin lahir dan besar di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), menjabat sebagai Sultan ke-14 Kesultanan Bima 1915-1951. 

Di tengah arus kolonialisme dan pergolakan politik, Sultan Salahuddin tampil sebagai pemimpin yang visioner, menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan dan berani mengambil sikap tegas demi kemerdekaan Indonesia.

Kejayaan Kerajaan atau Kesultanan Bima terjadi pada masa pemerintahan sultan terakhir, yaitu Sultan Muhammad Salahuddin. Ia berhasil mengembangkan Islam secara pesat.

Sultan Muhammad Salahuddin juga membangun sejumlah sarana dan prasarana untuk beribadah. Ia juga mengembangkan fungsi ibadah yang menjadi pusat pengkajian ilmu juga agama.
 
Sultan Muhmmad Salahuddin juga mengembangkan pendidikan formal yang dilakukan dengan mendirikan sejumlah madrasah di wilayahnya.

8. Syaikhona Muhammad Kholil (Jawa Timur)

Syekh Kholil adalah ulama yang sangat masyhur di Madura. Dia lahir pada sekitar 25 Mei 1835, atau pada 9 Shafar 1252 Hijriah, di Kemayoran, Bangkalan.

Ia merupakan anak dari pasangan Kiai Hamim dan Syarifah Khodijah.

Syaikhona merupakan salah satu ulama besar yang berperan dalam melawan kolonialisme. 

Kemudian Syaikhona juga disebut berperan mengonstruksi Islam Nusantara.

Santri-santri Syaikhona antara lain para pendiri Nahdlatul Ulama (NU), pendiri pondok pesantren besar di Jawa, termasuk Presiden Pertama RI Soekarno. 

Syaikhona juga disebut kerap menuliskan catatan-catatan yang bersinggungan dengan nasionalisme.

9. Tuan Runda H. Ali Basaragi (Sumatera Utara)

Tokoh perjuangan dari Sumatera Utara ini dikenal karena perlawanan terhadap penjajahan dan perjuangannya menjaga persatuan daerahnya.

Meski informasi historisnya terbatas, perjuangannya diakui sebagai bagian penting dari sejarah kemerdekaan di Sumatera bagian utara.

10. Sultan Zainal Abidin Syah (Maluku Utara)

Zainal Abidin Syah merupakan Sultan Tidore periode 1947-1967. Ia lahir di Soasiu, kota utama Pulau Tidore, Maluku Utara, pada tahun 1912. 

Sultan Zainal Abidin Syah atau Sultan Tidore ke-37 disebut sebagai tokoh pemersatu Wilayah Papua Barat.

Zainal Abidin Syah berperan penting dalam kemerdekaan RI dan mengeratkan NKRI melalui keputusannya yang tegas untuk menyatukan Irian Barat (Papua) ke dalam Indonesia, serta penunjukannya sebagai Gubernur Irian Barat pertama.

Sultan Zainal Abidin Syah kemudian ditetapkan sebagai Gubernur sementara provinsi perjuangan Irian Barat pada tanggal 23 September 1956 di Soa-Sio Tidore (SK Presiden RI No. 142/ Tahun 1956, Tanggal 23 September 1956). 

Selanjutnya sesuai SK Presiden RI No. 220/ Tahun 1961, Tanggal 4 Mei 1962, ia ditetapkan sebagai gubernur tetap Provinsi Irian Barat. 

Sebagai gubernur, Sultan Zainal Abidin Syah diperbantukan pada Operasi Mandala di Makassar (TRIKORA) Perjuangan Pembebasan Irian Barat. 

Ia memegang jabatan Gubernur Irian Barat hingga tahun 1961.

Sultan Zainal Abidin Syah menetap di Ambon hingga wafat pada tanggal 4 Juli 1967.

(Kompas.com/Tribunnews.com/TribunSumsel.com/Bangkapos.com)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved