Kisah Kelam Prostitusi Pakai Korek Api di Yogyakarta Era 1980-an Itu Kini Melenggang ke Perancis

Jarwo mengambil kesempatan tersebut, dengan sebatang korek api yang ia nyalakan di bawah meja untuk melihat “barang” Diah

Editor: Iwan Satriawan
TWITTER
ILUSTRASI 

BANGKAPOS.COM--Tahun 1980-1990-an, korek api tidak sekadar berfungsi sebagai alat penerang, di Alun-alun Jogjakarta kala itu, korek api difungsikan sebagai media praktik prostitusi.

Sebutlah Diah, tokoh perempuan dalam film berdurasi 12 menit ini.

Dalam situasi ekonomi yang sulit saat itu, ia membutuhkan uang segera.

Kepada temannya, Jarwo, ia menawarkan korek api. Tujuannya agar Jarwo bisa melihat alat vitalnya. Diah menjual sebatang korek api seharga Rp 10 ribu.

“Ini korek api, sebatang aku jual Rp 10 ribu,” ujar Diah dalam dialog berbahasa Jawa.

Dengan satu batang korek api tersebut, Jarwo ditawari kesempatan melihat alat kelaminnya.

Dengan melepas celana dalam,  secara tersirat, Diah mengarahkan Jarwo ke bawah meja.

“Boleh dilihat, tapi tidak boleh disentuh,” lanjut Diah.

Hingga kemudian Jarwo mengambil kesempatan tersebut, dengan sebatang korek api yang ia nyalakan di bawah meja untuk melihat “barang” Diah.

Tentu nyala sebatang korek api tidak seberapa lama.

Hingga kemudian Jarwo menghabiskan 4 batang korek api, dan Diah mendapatkan uang Rp 40 ribu yang ia perlukan.

Scene awal dalam film ini menggambarkan apa yang dulu kerap terjadi di alun-alun Yogyakarta di era 1980-1990-an.

Dengan harga per batang korek yang jauh lebih murah saat itu Rp 1000.

Cerita ini diperoleh Wregas dari sang guru saat duduk di SMA.

Walaupun secara real, ia melihat langsung, namun cerita dari fenomena tersebut terus terngiang.

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved