10 Perkara yang Perlu Diketahui tentang Perang Saudara di Aleppo dan Suriah
Tim Eaton ahli Timur Tengah dari lembaga think tank internasional Chatham House, yang memapar keadaan di sana.
BANGKAPOS.com - Sesudah enam bulan pengepungan, pemerintah Suriah mengumumkan bahwa mereka telah membebaskan Aleppo.
Seharusnya evakuasi warga sipil dari kota itu sudah dimulai, namun pertempuran meletus lagi.
Diyakini, gencatan senjata ambruk sesudah pemerintah menuntut pemberontak untuk membuka jalan bagi warga sipil dan serdadu pemberontak yang terluka untuk meninggalkan kota.
Baca: Netizen Puji Perjuangan Boaz Cs Meski Kalah dari Thailand: Terima Kasih Timnas
Baca: Dibombardir Tanpa Henti, Warga Aleppo Tebar Pesan Selamat Tinggal di Media Sosial
Betapa pun, itu berarti penderitaan rakyat Aleppo jauh dari usai.
Pemboman terhadap bagian terakhir kota yang dikuasai pemberontak, bisa jadi merupakan kejahatan perang, kata pernyataan PBB, Rabu (14/12).
BBC berbicara dengan Tim Eaton ahli Timur Tengah dari lembaga think tank internasional Chatham House, yang memapar keadaan di sana, setelah mengecek topik paling dicari di Google tentang Suriah.
Siapa yang saling berperang di Suriah?
Secara umum, pemerintah Suriah memerangi kelompok-kelompok pemberontak. Namun itu merupakan suatu penyederhanaan besar-besaran.
"Ini tentang beragam peperangan, dan bukan cuma satu peperangan saja," katanya.
"Perang yang berbeda-beda itu berkelindan satu sama lain di beberapa tempat dengan berbagai cara. Setiap kelompok bentrok dengan berbagai kelompok lain.''
"Di beberapa tempat, rezim Bashar al Assad memerangi ISIS. Di beberapa tempat lain, pemberontak dan kelompok-kelompok bersenjata Kurdi memerangi ISIS."
Bagaimana semua itu bermula?
Semuanya bermula pada tahun 2011 sesudah apa yang disebut Musim Semi Arab - serangkaian unjuk rasa antipemerintah di berbagai negara di Timur Tengah.
Suriah juga. Rakyat mengungkapkan kemarahan tentang pejabat yang korup dan kurangnya kebebasan sipil.
"Ketika rezim menanggapi aksi-aksi itu dengan langkah yang makin brutal dan penuh kekerasan, banyak pengunjuk rasa dan kelompok tertentu yang menyimpulkan bahwa satu-satunya cara berhadapan dengan pemerintah adalah dengan mempersenjatai diri dan menggulingkan rezim."