Mati dalam Kesendirian Sedang Tren di Jepang, Mayatnya Sampai Membusuk

Jasad seorang pria ditemukan terbaring dan membusuk selama tiga pekan di sebuah apartemen kecil di Tokyo.

Editor: fitriadi
AFP/Behrouz Mehri
Gambar ini diambil pada 21 Juni 2017, ketika petugas kebersihan Hidemitsu Ohsima menunjukkan kasur di mana seorang lansia meninggal dalam kesendirian selama dua pekan di apartemennya di Yokohama, Jepang. 

BANGKAPOS.COM, TOKYO - Bau busuk tercium saat petugas kebersihan, Hidemitsu Ohshima, masuk ke sebuah apartemen kecil di Tokyo. Jasad seorang pria ditemukan terbaring dan membusuk selama tiga pekan.

Dilansir dari AFP, Kamis (30/11/2017), pria yang diyakini berusia 50 tahun itu meninggal sendirian di kota dengan penduduk lebih dari 10 juta orang, tanpa seorang pun tahu dia telah meninggal.

Dia menjadi korban dari kodokushi atau mati dalam kesendirian, sebuah tren yang terus bertumbuh menimpa kalangan lansia di Jepang.

Baca: Tragedi Peti Mati Demian Mengakibatkan Edison Tertancap Besi, Ternyata Ini Penyebab dan Kronologinya

Dengan baju pelindung lengkap dan sarung tangan karet, Oshima mengangkat kasur pria itu yang sudah dipenuhi belatung dan serangga hitam.

"Ugh, ini sangat serius. Anda mengenakan baju pelindung untuk mencegah serangga yang mungkin membawa penyakit," katanya.

Kodokushi menjadi masalah yang terus berkembang di Jepang, di mana 27,7 persen dari populasi berusia lebih dari 65 tahun dan banyak orang menyerah mencari pasangan hidup di usia paruh baya.

Baca: Katanya Nikita Willy Sudah Dilamar Anak Bos Taksi, tapi Kok Malah Mesra Bareng Cowok Lain

Para ahli menyatakan, kombinasi antara budaya Jepang yang unik, sosial, dan faktor demografi bergabung menjadi masalah serius.

Tak ada angka resmi terkait kodokushi, tetapi kebanyakan ahli meyakini 30.000 orang mati dalam kesendirian per tahun.

Masyarakat modern Jepang mengalami perubahan budaya dan ekonomi dalam beberapa dekade terakhir.

Baca: KPK Usut Dugaan Keterlibatan Gubernur Zumi Zola Dalam Kasus Suap Pengesahan RAPBD

Pakar demografi mengatakan, jaring pengaman sosial negara tersebut telah gagal mengimbangi beban keluarga untuk merawat orangtua.

"Di Jepang, keluarga menjadi fondasi dukungan sosial," kata Kasuhiko Fujimori, kepala riset di Institut Informasi dan Penelitian Mizuho.

"Namun, kondisi itu telah berubah dengan peningkatan orang yang memilih hidup sendiri dan jumlah keluarga semakin mengecil," lanjutnya.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved