Prihatin Karena Rahmat Jadi Pemulung untuk Biayai Berobat, Pemkot Bawa Kakek Arpani ke RSUD
Prihatin Karena Rahmat Jadi Pemulung untuk Biayai Biaya Berobat, Pemkot Bawa Kakek Arpani ke RSUD
Bocah berusia 12 tahun ini mendorong gerobak kecilnya menyisir gang sempit dan jalan raya untuk mengumpul barang bekas.
Ia hanya mengenakan kaos oblong, celana pendek dan beralaskan sandal jepit.
Pekerjaan ini ia lakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bersama kakeknya Arpani (58) yang sakit stroke sejak setahun lalu.
Mereka berdua tinggal di sebuah kontrakan, bersebelahan dengan anak kakek, tante Rahmat.
"Ayahnya sudah meninggal dunia dan ibunya tinggal di Prabumulih," jelas Arpani yang mengungkapkan kalau Rahmat adalah cucunya.
Rahmat tak kenal lelah setiap malam menjadi pemulung.
Nasibnya pun tak seberuntung anak seusianya yang masih bisa bermain.
Bahkan ia sudah tidak lagi sekolah sejak kelas 1 SD.
"Malam ini barang bekas yang paling banyak yaitu botol bekas," ujar Rahmat saat diwawancara bangkapos.com, Minggu malam (3/2/2019).
Barang-barang bekas yang didapatnya, dikumpulkan selama seminggu di rumahnya, kemudian ia jual kepada pengepul.
"Pembeli datang ke rumah, satu kilo Rp 4.000 sampai dengan Rp 5.000",katanya.
" Kadang seminggu hasilnya tidak mencapai Rp 100.000,"tambahnya
Kebutuhan makan sehari-hari ia dapatkan dari bantuan warga, para donatur dan tantenya.
Ita (30), tante Rahmat, yang juga bekerja sebagai pemulung, memiliki empat orang anak, mengandalkan suaminya yang berjualan es keliling.
Pendapatan suaminya hanya berkisar kurang lebih Rp 50.000/hari.