Guru Besar UI Profesor Sulis Dipecat Karena Disebut-sebut Berani Melawan Atasan dan Kritis
Guru besar Antropologi dan Ketua Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Sulistyowati Irianto diberhentikan dari almamaternya.
BANGKAPOS.COM - Guru besar Antropologi dan Ketua Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Sulistyowati Irianto diberhentikan dari almamaternya.
Informasi itu disebat Prof Sulis sendiri melalui status yang diunggah pada dinding akun facebooknya.
“Terimakasih Tuhan yang telah menolong saya, Akhirnya saya punya waktu untuk diri sendiri, mengerjakan apa yang saya mau kerjakan, dan bukan kemauan atasan...
Saya juga bangga, saya diberhentikan justru karena menegakkan governance di almamater saya,” tulis Prof Sulis.
Berdasarkan penelusuran www.TribunKaltim.co pada akun facebook, Sulis mengunggah status tersebut Sabtu (18/6/2016) dini hari, tepatnya pukul 00.21 Wita.
Pukul 00.49, Prof Sulis mengunggah status lainnya. “Almarhum Bapakku pernah bilang: “Nduk, nek kowe bener, ojo wedi”....
Terimakasih Bapak, aku berjalan dalam arahanmu. Semoga kau berbahagia di sana, dan melihatku dengan bangga.”
Profesor Sulistyowati tidak bersedia, informasi darinya dipublikasikan. "Jangan mas, please. Saya tetap jadi dosen dan guru besar di UI. Hanya tidak duduk di struktural lagi sebagai Ketua Program Pascasarjana," ujarnya melalui komunikasi Whatsapp.
Tribun Kaltim belum memperoleh konfirmasi dari pihak Fakultas Hukum Universitas Indonesia, maupun Rektorat Universitas Indonesia.
Informasi ini spontan mendapat aneka raga tanggapan dan teman-temannya di dunia media sosial.
Herlambang P. Wiratraman bertanya, "Diberhentikan? Kenapa?"
Pertanyaan sejenis disampaikan Suwito Haryo. "Diberhentikan karena Purna Bhakti apa regenerasi Bu....." tulis Suwito.
Sulistyowati Irianto menyahuti, "Karena suka melawan...hehe."
"Diberhentikan???" tanya Bivitri Susanti.
Sulistyowati Irianto, "Kita semua tahu lah...menegakkan governance itu bukanjalan gampang...jalan susah...."
Melawan Kebatilan
Keberanian Sulis mendapat sanjungan dari kawan-kawannya.
Cynthia Jeanette, menulis "Yg melawan kebathilan akan diberkahi Bu."
Bramantyo Prijosusilo, "Sungkem hormat Mbakyu Prof, bersyukur njenengan diberi waktu untuk mengurusi hal-hal yang tak lekang oleh waktu. Maju terus dengan karya-karya antropolohi hukum yang sangat dibutuhkan untuk Nation Building. Selamat!"
Henny Wirawan coba memberi semangat. "Satu pintu ditutup, banyak pintu dibukakan. Demikian yang kiranya terjadi pada orang-orang berprinsip, berkomitmen, dan berintegritas. Selamat memulai lembaran baru, Bu. Tuhan menyertai selalu."
Banyu Guswit, menulis "Tetap semangat ,berjuang dan berkarya Untuk Indonesia Prof."
Sulistyowati Irianto menjawab, "Banyu Guswit... kesedihan saya bukan karena soal berhenti dari jabatan, tetapi adalah berpisah dengan kawan2 baik seperti kamu yang selama ini sudah menjadi bagian dari keseharianku."
Oki Hajiansyah Wahab, menulis, "Perempuan hebat Prof. Sulistyowati Irianto."
Kemudian disahut Sulistyowati Irianto. "Suwun mas... buat saya itu perkara kecil banget.... masih banyak hal yang bisa kita buat bersama masyarakat ya mas."
Benahi UI dari Luar
Praktisi hukum dan alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Todung Mulya Lubis, mengajak Sulis membenahi UI. "Kita bisa kerjasama membangun dari luar," tulisnya.
"Benar Bang Todung Mulya Lubis...dan saya justru bangga, saya diberhentikan karena telah membangun lembaga itu menjadi baik, menata governance. Tetapi kan memang bukan jalan gampang ya...Itulah Indonesia, kekuasaan bisa membuat apa saja," ujar Sulistyowati Irianto.
"Berbuat baik bisa dimana saja Mbak Sulistyowati Irianto keep fight," tulis Ezki Suyanto.
Dukungan ini dijawab Sulistyowati Irianto, "Betul mbak Ezki Suyanto... saya bisa menikmati duniaku yang sudah lama hilang, menjadi peneliti, pengajar, dan aktifist bantu kawan2 NGO Perempuan."
Husein Muhammad menulis, "Salut, kemerdekaan berpikir itu mahal. Keberanian mengubah tradisi akademis yg buruk itu perjuangan luar biasa."
"Hormat saya Pak Kyai Husein Muhammad.... saya ikuti teladan pak Kyai melalui kata-kata surgawi yang mengingatkan. Saya tidak akan pernah berhenti berjuang, melalui jalan-jalan lain yang ada banyak... Tetaplah bersama saya menjadi tempat belajar buat saya," sahut Sulistyowati Irianto.
Kemudian disahut Husein Muhammad, "Sama2 mbak, saya beruntung bisa kenal mbak Sulis, sy banyak belajar kejujuran dan keberanian sampaikan kebenaran. Alhamdulillah."
Yosafati Waruwu, menulis " Bu Prof. Apa yg ibu lakukan menegakkan yang seharusnya adalah darma bakti yang berharga. Saya yakin selalu ada yang terbaik dibalik setiap hal yg kita anggap masalah. Berlian tetaplah ia berlian dimanapun ia ditaruh. Be strong Bu and keep spirit. Gbu"
Lalu Sulis menanggapi, " Kan ada survey ya mas, yang mengatakan bahwa universitas di tanah air kita tak ubahnya seperti DPR, penuh politik."
Cendekiawan Perempuan Berprestasi
Ketokohan Prof Dr Sulistyowati Irianto, selaku guru besar Antropologi UI sudah lama diakui. Tahun 2014, ia bersama sejumlah tokoh, yakni yaitu guru besar arsitektur dan perkotaan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro-Semarang Prof Dr Eko Budiharjo, Mantan Ketua Umum PB HMI/Koordinator Gerakan Jalan Lurus Sulastomo Sulastomo, budayaan/rohaniwan Franz Magnis Suseno, dan sastrawan Radhar Panca Dahana, menerima penghargaan Cendekiawan Berprestasi tahun 2014 dari Harian Umum Kompas.
Dikutip www.TribunKaltim.co dari harian Kompas, edisi Kamis 26 Juni 2014, cendekiawan yang biasa dipanggil Bu Sulis merupakan satu-satunya perempuan peraih penghargaan tersebut. Bu Sulis juga adalah anggota Dewan Redaksi Jurnal Perempuan. Sulis pun duduk sebagai Dewan Penasihat Pusat Kajian Wanita dan Gender (PKWG) UI.
Sesuai dengan misi Harian Kompas, pemberian penghargaan ini ditujukan untuk menghargai para pemikir, penulis, dan ilmuwan yang melakukan pemenuhan darma bakti kepakaran tertentu untuk kepentingan masyarakat lebih luas, bukan kepentingan kelompok tertentu.
Peran ilmuwan untuk mendidik masyarakat melalui media massa sangatlah penting. Mereka menjadi teman seiring media untuk ikut mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan masyarakat bangsanya.
Sulistyowati menyadari bahwa upaya meyakinkan kaum cerdik pandai akan pentingnya ilmu-ilmu multidispliner seperti meniti jalan terjal.
Seperti juga perjuangan kemandirian universitas sebagai rumah ilmu pengetahuan yang terbuka terhadap perkembangan teori dan metodologi.
Masalah kekinian harus dijawab dengan teori dan metodologi yang tidak dapat ditampung hanya dengan ilmu-ilmu monodisiplin.
Kompleksitas kehidupan berjalan seiring pergerakan zaman. Itu sebabnya pada ilmuwan harus mempelajari dan meminjam ilmu lain untuk mencapai penjelasan yang mendekati kebenaran.
Misalnya, ahli kesehatan masyarakat mendalami politik kebijakan di bidang kesehatan masyarakat. Atau astronom mendalami filsafat untuk menjelaskan karena banyak hal tidak cukup terjelaskan oleh keilmuan empiris.
Demikian juga dengan bidang lain seperti hukum yang membutuhkan pembekalan para mahasiswa dengan filsafat logika, filsafat etika dan ilmu-ilmu lain supaya bisa berpikir tentang bangunan ilmu hukum.