BUMD Provinsi Diduga Dapat Fee Rp 13 Ribu per Kg dari TI Apung Tanjung Bunga

Keresahan ini, menyusul informasi bahwa lokasi yang mereka tambang merupakan IUP PT Timah namun belum ada legalitas yang jelas.

Penulis: M Zulkodri | Editor: edwardi
HaloMoney.co.id
Ilustrasi 

Laporan wartawan Bangka Pos, Zulkodri

BANGKAPOS. COM, BANGKA -- Para pemilik dan pekerja TI apung yang beraktifitas di kawasan Tanjung Bunga Pangkalpinang dan sekitarnya mengaku resah mengenai legalitas keberadaan mereka.

Keresahan ini, menyusul informasi bahwa lokasi yang mereka tambang merupakan IUP PT Timah namun belum ada legalitas yang jelas.

Parahnya lagi, dari sekitar 70 unit ponton TI Apung yang beroperasi di kawasan tersebut, sudah memberikan fee kepada pihak BUMD Provinsi, sebesar Rp 13 ribu per kilogram.

Salah tokoh pemuda Kelurahan Temberan, Fery kepada bangkapos.com, Rabu (26/07/2016) sore mengaku saat ini, para pemilik, atau koordinator TI Apung mengaku resah soal legalitas mereka.

"Mereka ini, resah apakah ada jaminan mereka tidak ditangkap lagi, sebab mereka sudah memberikan fee kepada pihak BUMD, sebesar 13 ribu," ujarnya.

BACA: DIREKTUR BUMD BABEL SEBUT FEE RP 13 RIBU DARI TI APUNG TANJUNGBUNGA UNTUK LEGALISASI 

Diceritakan Fery awalnya mereka mendapat laporan dan informasi dari masyarakat maupun nelayan soal fee ini.

Setelah kami kroscheck ternyata dugaan pembayaran fee ini, kepada salah satu pengurus TI atau koordinatornya mengakui soal fee tersebut, bahkan beliau mengaku sudah menyetor sekitar Rp 300 juta dengan pembayaran ansuran sebanyak lima kali.

" Saat kami kroscheck lagi ke pihak PT Timah, apakah ada legalitas BUMD untuk mengambil fee. Pihak PT Timah melalui Pak Agung Purnomo dan Bu Reni selaku humas PT Timah, ternyata tidak tahu menahu sebab di kawasan itu belum ada surat perintah Kerja (spk) di kawasan tersebut, SPK hanya diberikan di kawasan Tanjung Gunung untuk 41 unit ponton yang berakhir 25 Juli kemarin. Artinya ini, fee tersebut, sama dengan pungli," ucapnya.

Tidak hanya keresahan masyarakat penambang saja, sejumlah nelayan juga lanjut Fery juga mempertanyakan soal kontribusi kepada mereka sebab pengurus BUMD itu selalu mengatasnamakan nelayan, namun tidak transparan.

" Nelayan juga ada yang bertanya soal fee dan kontribusi kepada mereka. Bahkan salah satu oknum tukang pungut fee anak buah salah satu pengurus BUMD bahkan menantang, siapa yang berani mengusik mereka, " ucapnya.

Selain soal fee yang dinilai tidak jelas, salah satu nelayan yang minta namanya dirahasiakan juga meminta agar pengurus TI Apung saat ini, SD cs agar transparan soal kontribusi yang diterima oleh nelayan. Pasalnya uang masuk atau istilahnya uang bendera untuk nambang dikawasan tersebut, satu unit harus membayar Rp 5 juta.

" Sampai saat ini, kami ini, seolah-olah sudah dikorrdinir oleh BUMD, dan dijadikan tumbal. Memang nelayan ada dapat uang kadang-kadang seminggu, kadang 10 hari sebesar Rp 400-500 ribu. Yang kami pertanyakan uang masuk itu, dimana ada 14 unit ponton yang masuk, jadi aebesar 70 juta. Kemana uangnya, laporannya hanya empat yang bayar, tapi aetelah kami kroacheck ternyata sudah dibayar 10 unit. Ini, artinya pengurus tidak transparan, bahkan seharusya nelayan dapat 12 persen kontribusi. ternyata sudah dipotong lima persen, jadi tinggal tujuh persen itupun lagi-lagi dipotong sehingga kemungkinan tinggal empat persen saja diterima nelayan, " ungkapnya seraya meminta agar persoalan ini dibeberkan biar jelas dan transparan.

"Kalau dibagikan kepada nelayan, nelayan yang mana, saya juga nelayan. Ini harus jelas, artinya ini, pengurusnya bermain, " ucapnya.

Sementara itu, hingga berita ini, diturunkan pihak BUMD Provinsi belum bisa dikonfirmasi.

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved