99 Remaja Jadi Pelacur Khusus Gay di Puncak, Pelanggannya Wisatawan dan Warga Asing
Para pelanggan anak-anak dibawah umur tersebut adalah wisatawan dan warga negara asing (WNA) yang berlibur ke kawasan Puncak, Jawa Barat.
BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Sebanyak 99 anak remaja menjadi korban prostitusi kaum gay jaringan AR yang diungkap Bareskrim di Cipayung, Puncak, Jawa Barat.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Agung Setya mengatakan saat penggerebekan yang ditemukan ada 7 anak laki-laki, satu dewasa, dan enam lainnya dibawah umur.
"Ternyata kami temukan daftar bahwa AR punya 99 anak," ujarnya.
Agung mengungkapkan, 99 anak tersebut usianya masih di bawah 16 tahun.
Mereka paling banyak berasal dari wilayah Jawa Barat.Dari hasil pemeriksaan, ternyata 99 anak ini tidak dikumpulkan dalam satu rumah, melainkan mereka akan dipanggil atau dihubungi saat ada pelanggan.
"99 anak ini tetap tinggal bersama keluarga mereka. Nanti ada komunikasi antara AR dengan korban," tambah Agung.
Diduga para pelanggan anak-anak dibawah umur tersebut adalah wisatawan dan warga negara asing (WNA) yang berlibur ke kawasan Puncak, Jawa Barat.
Agung menambahkan seluruh percakapan dan data milik AR baik di facebook maupun di perangkat komputer atau laptop seluruh datanya akan dikloning untuk mengetahui rejam jejak para pelanggan.
Diupah Rp 150.000
Hal yang paling miris dari pengungkapan jaringan prostitusi anak-anak ini adalah pemberian upah yang hanya sebesar Rp 150.000.
Padahal, AR (41), tersangka prostitusi yang menawarkan anak-anak pria ke kaum gay melalui facebook menerapkan tarif Rp 1,2 juta untuk sekali melayani
"Tarif yang disepakati antara AR dengan pelanggan itu Rp 1,2 juta. Lalu anak-anak itu hanya dapat Rp 100.000- Rp 150.000," ujar Brigjen Pol Agung Setya.
Agung menambahkan dalam penanganan kasus ini selain upaya penegakan hukum pihaknya juga fokus ke para korban yang jumlahnya mencapai 99 anak tersebut.
"Kami Polri komunikasi dengan KPAI dan Kemensos untuk penanganan kasus ini. Kami akan lindungi para korbannya supaya dapat pembinaan," kata Agung sembari menambahkan bahwa cara kerja sang tersangka cukup rapi dan terorganisir. Diduga jaringan prostitusi ini memiliki sindikat kejahatan serupa.
Kejahatan Kemanusiaan
Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mendesak agar AR dijerat dengan pasal berlapis karena yang dilakukan AR, pelaku perdagangan 99 anak untuk penyuka sesama jenis (gay) merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan luar biasa karena hal ini termasuk Tindak Pidana Perdangan Orang (TPPO) atau Trafficking in person dan kejahatan seksual.
"Apa yang dilakukan AR terhadap 99 anak merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan luar biasa," ujar Arist kepada Tribun (Warta Kota network).
Pelaku lanjut Arist juga dapat dituntut dengan pasal dalam UU pornografi, UU ITE dan UU Perdagangan Manusia dan PERPPU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua UU perlindungan anak.
Arist Merdeka Sirait menuntut pihak kepolisian untuk membongkar sindikat perdagangan manusia khususnya anak-anak yang tengah marak terjadi.
Menurutnya, kasus perdagangan anak untuk tujuan seksual komersial yang terjadi akhir-akhir ini sudah sangat menakutkan.
Bahkan, Arist Merdeka Sirait menilai prostitusi dan seks online anak-anak saat ini sudah sangat menakutkan orangtua.
Sasaran sindikat perdagangan manusia untuk tujuan seksual saat ini menyasar anak laki-laki dan perempuan berusia 13 dan 14 tahun.
"Kejahatan seksual dengan cara-cara bujuk rayu, janji-janji dan intimidasi adalah salah satu bentuk dan cara menjerat anak-anak remaja," jelasnya.
Dengan kasus prostitusi melalui online, sarannya, orangtua saat ini dituntut ekstra perhatian terhadap perubahan perilaku anak.
Hukuman mati
Pemerhati Anak, Agus Supriyanto menilai pelaku harus dijerat hukum seberat-beratnya. Apalagi kata Pembina Sekolah Alternatif Anak Jalanan (SAAJA) itu, polisi sudah mengidentifikasi korban sebanyak 99 anak.
"Polisi harus segera memproses secara hukum. Hukuman seumur hidup untuk pelaku," tegas Agus.
Polri juga kata dia, harus memprioritaskan penanganan kasus eksploitasi pada anak yang dilakukan AR.Bahkan dia mendorong agar Polri mengembangkan kasus AR ke jaringan pelaku di berbagai kota.
"Sebagai pegiat pendidikan anak, saya prihatin. Kasus ini bukan tunggal terjadi di satu tempat," ujarnya.
Untuk menyikapi kasus ini pula dia menilai peran orangtua, lingkungan, guru, pegiat peduli anak, KPAI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak harus aktif merespon kejadian itu sebagai gerakan bersama mengawasi dan melindungi anak-anak bangsa.
Karena dia tegaskan, selain narkoba, kasus eksploitasi pada anak menjadi prioritas semua pihak untuk menyelamatkan generasai bangsa.
Juga Kemensos, Kemendiknas dan instansi terkait, perlu merancang rumah aman untuk anak jalanan.
"Pemprov DKI sudah melakukan perlu optimalisasi melibatkan pendamping yang tekun bergerak pada kepedulian anak, relawan sosial pendidikan, lembaga pendidikan tinggi," jelasnya.
Pemerintah daerah maupun pusat harus serius menangani hal ini bersama masyarakat. Agar tak tumbuh menyebar kegiatan eksploitasi anak seksual. Apalagi sesama jenis.