Sepenggal Kisah PGT dan RPKAD di Irian Barat, Disiram Peluru Hingga Merebus Sepatu Untuk Dimakan
Penerjunan ini merupakan infiltrasi udara pertama yang akan dilakukan tentara Indonesia di wilayah Irian Barat
Beberapa hari kemudian datang Marinir Belanda sehingga terjadi kontak senjata. Sesuai instruksi sebelumnya, bila kekuatan tidak seimbang segera masuk hutan.
Setelah keadaan tenang mereka menyusup kembali ke kampung tersebut dan ternyata sudah kosong. Rumah-rumah penduduk dibakar oleh Belanda dan penduduknya mengungsi entah kemana.
Sementara pasukan yang diterjunkan di Fak-Fak, sekitar satu bulan bertahan di sekitar kampung Urere, kemudian mendapat perintah meninggalkan kampung.
Dalam kondisi sudah lemah karena kekurangan makanan, pasukan berhenti sejenak di kebun pala untuk istirahat. Kemudian secara tiba-tiba diserang pasukan Belanda dari arah seberang sungai.
Dalam kontak senjata, lima anggota gugur yaitu KU I Adim Sunahyu, PU I Suwito, PU I Lestari, dua orang dari RPKAD yakni Sukani dan seorang lagi tak diketahui namanya. Komandan Peleton Letda Agus Hernoto tertembak di kedua kakinya dan ditawan Belanda.
Sedangkan PU II Pardjo, kaki kanannya tertembak namun dengan sisa tenaganya berusah menyelinap. Setelah Belanda pergi, Pardjo berusaha merangkak (karena tak sanggup berdiri) menuju tempat kelima temannya yang gugur.
Dia hanya sanggup berdoa dan tetap bertahan hidup di situ sekitar lima hari di antara mayat teman-temannya yang mulai membusuk.
Sebuah kebetulan beberapa orang Papua lewat. Mungkin kasihan melihat Pardjo yang terluka, ia digotong dan dibawa ke kampung terdekat.
Setelah beberapa hari dirawat, digotong lagi bersama-sama menyusuri pantai menuju rumah sakit angkatan laut Belanda di Fak-Fak. Di sini ia memperoleh perawatan medis sebelum ditahan. Pada saat penahanan itu ia mendengar melalui radio Belanda bahwa telah terjadi gencatan senjata.
Setelah menjalani interogasi, ia dikirim dengan kapal laut ke Biak dan dari sana dibawa ke penjara di Pulau Wundi. Di sinilah akhirnya ia bertemu pasukan Resimen Pelopor, Kapten Kartawi dengan pasukannya, pasukan Peltu Nana, Serma Boy Tomas, Kapten Udara Djalaludin, Letnan Udara I Sukandar dan kru pesawat Dakota T-440.
Operasi Banteng II
Penerjunan di Kaimana yang pertama terdiri dari tiga pesawat Dakota yang diterbangkan oleh Kapten Udara Santoso dengan kopilot LU II Siboen, LU I Suhardjo dengan LU II M Diran, dan LU I Nurman Munaf dengan LU I Suwarta.
Penerbangan ini dipimpin Kapten Santoso. Operasi ini menerjunkan satu tim gabungan PGT dan RPKAD (23 RPKAD, 9 PGT, dan satu perwira Zeni) di bawah pimpinan Letda Heru Sisnodo dan Letda Zipur Moertedjo sebagai pimpinan penghancur radar di Kaimana.
Setelah istirahat satu malam di Langgur, keesokan harinya 26 April 1962 pukul 04.45 waktu setempat, tiga Dakota lepas landas menuju sasaran di daerah Kaimana dengan terbang rendah dalam keadaan hujan.
Pada saat fajar menyingsing sekitar pukul 05.30, pesawat mendekati daerah sasaran sekitar l0 kilometer dari kota Kaimana yang terletak pada suatu lembah. Pertama-tama diterjunkan adalah logistik, baru kemudian satu per satu pasukan keluar dan mendarat di Kampung Urere.