Jembatan EMAS, Jejak Abadi sang Penggagas yang Kini Jadi Kebanggaan Masyarakat Bangka
Jembatan ini sendiri memiliki panjang 720 meter dan lebar 24 meter dan dibangun sejak tahun 2009 dengan sistem buka tutup atau bascule
Penulis: Iwan Satriawan | Editor: Iwan Satriawan
BAIT-BAIT indah ini berjudul Sewindu Aku Disini. Inilah ungkapan hati seorang H Eko Maulana Ali Suroso (EMAS).
Sewindu ini menceritakan kebersamaan Emas bersama rakyat Kabupaten Bangka ketika ia menjabat sebagai Bupati Kabupaten Bangka selama delapan tahun.
Puisi Sewindu Aku Di Sini adalah bagian dari perasaan EMAS yang ditransfer dari hati dalam bentuk tulisan. Puisi Sewindu ini bak kilasan suka dan duka yang menyertai pengabdian EMAS sebagai Bupati Kabupaten Bangka dalam periode 1998-2003, yang kemudian dilanjutkan 2003-2006.
Namun pada tahun 2006 itu juga, EMAS merasa pengabdian untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terbuka sudah. Optimistis EMAS semakin mantap melangkah dalam pertarungan Pilkada 2007.
Akhirnya pada tahun 2006 akhir, EMAS melepaskan jabatan bupati yang Ia sandang, sebagai bekal berkonsentrasi menuju Babel 1. Bersama pasangannya Syamsudin Basari, EMAS akhirnya menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Babel periode 2007-2012.
Masa kepemimpinan EMAS ini dilanjutkan pada periode kedua 2012-2017. Bersama Rustam Effendi, EMAS akhirnya juga terpilih menjadi pemimpin di ngeri Serumpun Sebalai ini. Namun nasib berkata lain, baru satu tahun lebih memimpin negeri ini, Ia dipanggil Allah SWT.
Puisi Sewindu Berlalu ini juga seakan menyiratkan perjalanan hidup yang dilalui EMAS. Kini Ia betul-betul telah berlalu meninggalkan banyak kenangan.
Tidak banyak warga Bangka Belitung yang mengenal EMAS secara dekat perjalanan dan proses kepemimpinan EMAS selama ini. Dari beberpa kerabat dan para sahabat, terungkap bahwa EMAS memang telah memiliki talenta pemimpin sejak kecil.
Eko Maulana Ali Suroso, lahir pada 28 September 1951 di Kelapa Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dari pasangan Bapak Suroso bin Suro Prayitno dan Ibu Albarina binti Samin. Pendidikan dasar dan menengah, dari SD hingga STM, ia habiskan di Bangka.
Setelah lulus dari STM Jurusan Mesin pada 1970 di Kota Sungailiat, lelaki yang murah senyum ini lalu melanjutkan pendidikannya di Universitas Pembangunan "Veteran" Yogyakarta Fakultas Teknik Pertambangan.
Talenta kepemimpinan EMAS memang sudah terasah sejak remaja dengan bergabungnya EMAS dalam KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia).
Dan ketika kuliah, talenta ini terus terasah dalam berbagai organisasi.
Berbagai jabatan yang mencerminkan keaktifannya pernah ia pegang, diantaranya Ketua Senat Fakultas Tambang UPN Veteran, lalu Ketua Umum Ikatan Siswa Bangka (ISBA) Yogyakarta (1973-1976).
Bahkan ketika melanjutkan studi ke Australia, EMAS sempat menjadi Ketua Persatuan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) pada 1990.
Seabreg aktivitas membuat suami dari Noerhari Astuti bin R Soemadhi Sostrodoprojo dan ayah dari Heri Eko Andriyanto, Rina Fitriandri, Yos Sudarso, Nurcahyo Cipto Raharjo dan Aprilia Kartika Jannah ini, baru menyelesaikan pendidikan tingginya itu pada tahun 1980.
Satu hal mendasar yang tercermin dalam pribadi EMAS adalah rasa hormatnya yang luar biasa pada orang tua, terutama ibunya. Ketulusan cinta pada wanita yang sudah melahirkannya itu merupakan muara dari sederet kisah keprihatinan yang menyertai jalan hidup EMAS.
Terlahir dari sebuah keluarga yang terbilang sederhana, membuat ibunda EMAS harus bekerja keras demi sebuah kemungkinan agar anak tercintanya itu dapat mengenyam bangku sekolah. Kehidupan keluarga ini yang "jauh dari kota" membuat kerja keras itu menjadi harus berlipat.