Hari Dharma Samudera

Tak Banyak yang Tahu, Inilah Sosok Putra Tutut Pemali yang Gugur Bersama Komodor Yos Sudarso

TAK banyak masyarakat Bangka Belitung (Babel) yang tahu, dalam peristiwa heroik itu salah satu putra terbaik Pulau Bangka turut gugur sebagai patriot

Penulis: Iwan Satriawan | Editor: Iwan Satriawan
Surya/Ahmad Zaimul Haq
Helikopter TNI AL bermanuver dekat KApal Perang TNI AL dalam uji ketangkasan memeriahkan Gelar Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) TNI AL periode 2004-2014 di Dermaga Madura, Komando Armada RI Kawasan Timur. 

BANGKAPOS.COM--Hari Dharma Samudera yang diperingati setiap 15 Januari, merupakan suatu peristiwa yang tak bisa dipisahkan dari sejarah perjalanan TNI AL.

Hari Dharma Samudera sendiri untuk memperingati peristiwa heroik yang terjadi di Laut Aru pada 15 Januari 1962, dimana pada saat itu telah terjadi pertempuran laut yang melibatkan tiga kapal cepat torpedo TNI Angkatan Laut.

Baca: Menguak Misteri Serial Kartun Upin Ipin, Ternyata Beginilah Sosok Orang Tuanya

TAK banyak masyarakat Bangka Belitung (Babel) yang tahu, dalam peristiwa heroik itu salah satu putra terbaik Pulau Bangka turut gugur sebagai patriot bangsa.

Dia adalah Kelasi II Sahabudin, pria kelahiran Dusun Tutut Desa Penyamun, Kecamatan Pemali, menyerahkan nyawanya untuk mempertahankan Tanah Air Republik Indonesia.

Baca: Kisah Menegangkan Dua Tentara Cantik, Sopir Anoa yang Ditumpangi Presiden

Sahabudin meninggal di Laut Aru 15 Januari 1962. Sebuah torpedo dari kapal perang Belanda menghantam lambung KRI Macan Tutul.

Sahabudin salah satu pejuang yang berada di dalam kapal saat mempertahankan NKRI. Pengorbanan Sahabudin diabadikan di Markas Komando TNI Angkatan Laut (AL) Pusat.

Baca: Beredar Foto Tank Leopard TNI Ambles di Medsos, Ucapan Habibe Terbukti?

Pria asal Dusun Tutut ini semasa hidupnya pernah menjadi prajurit di TNI AL. Dia salah satu ABK di KRI Macan Tutul. Tragedi Laut Aru merenggut nyawa Sahabudin yang berpangkat klasi dua.

Tak cuma Sahabudin, rekan-rekannya yang lain, awak KRI Macan Tutul, pun gugur membela RI. Mereka gugur bersama seorang pahlawan nasional, Komodor Yos Sudarso, yang memimpin pertempuran Laut Aru.

Semasa hidupnya, Sahabudin sebelum bergabung sebagai TNI AL menamatkan pendidikan di Sekolah Teknik (ST) Sungailiat.

Sahabudin dikenal sebagai anak yang rajin, suka bergaul sesama rekan, dan sahabat di kampungnya, Dusun Tutut, sekitar 10 kilometer dari Sungailiat.

Seusai menamatkan pendidikan di ST, Sahabudin berminat melanjutkan cita-cita sebagai seorang tentara.

Keinginan Sahabudin sempat membuat bingung pihak keluarganya.

Sebab, pihak keluarga beranggapan keinginan Sahabudin tersebut sulit terwujud.

Kondisi ekonomi keluarganya tidaklah memungkinkan dirinya untuk menjadi tentara.

Untuk melamar menjadi anggota TNI AL mesti ke luar Pulau Bangka sehingga butuh biaya yang tak sedikit.

Tapi tekad dan semangatnya tak bisa diredam, ternyata tak disangka ia diterima sebagai anggota TNI AL.

Pemerintah RI di era pemerintahan Soeharto pun sempat menorehkan sebuah penghormatan bagi almarhum Sahabudin dengan menetapkan namanya dalam daftar deretan nama-nama pahlawan. Beragam penghargaan lainnya termasuk namanya pun sempat diabadikan sebagai salah satu nama gedung di Mako AL.

Pemrov Babel sendiri mengabadikan nama sang pahlawan sebagai salah satu nama GOR  di kompleks perkantoran Pemprov Babel.

 Pertempuran laut Aru terjadi saat Kapal Perang RI Macan Tutul, RI Harimau dan RI Macan Kumbang menghadapi kapal perang kerajaan Belanda yang lebih modern dan canggih.

Komodor Yos Sudarso yang saat itu menjabat sebagai Deputi Kasal, on board di atas RI Macan Tutul sebagai Senior Officer Present Afloat (Sopa).

Bersama awak kapal perang RI Macan Tutul guna melakukan misi operasi Dwikora pembebasan Irian Barat. Namun pada peristiwa tersebut, beliau akhirnya gugur sebagai kusuma bangsa.

KRI Macan Tutul yang melakukan patroli sekaligus misi pendaratan bagi sukarelawan asal Irian ke Kaimana itu berangkat bersama KRI Macan Kumbang dan KRI Harimau, 3 kapal cepat torpedo yang dimiliki ALRI pada masa itu.

Misi itu merupakan bagian dari Operasi Trikora yang didengungkan oleh Bung Karno pada 19 Desember 1961.

Isi seruan itu ialah kibarkan Sang saka marah putih di Irian, Gagalkan pembentukan negara boneka Papua oleh Belanda, dan bersiaplah untuk mobilisasi umum guna menjaga persatuan dan kesatuan.

Pertempuran sengit sempat terjadi, saat Yos Sudarso mengambil oper pimpinan dan segera memerintahkan serangan tembakan balasan. Dengan tindakan seperti itu maka tembakan musuh terpusat pada KRI Macan Tutul.

Melalui Radio Telefoni, Yos Sudarso menyampaikan pesan tempurnya “Kobarkan Semangat Pertempuran” sesaat sebelum KRI Macan Tutul tenggelam.

Akhirnya Yos Sudarso beserta 25 awak kapal gugur sebagai kusuma bangsa. Diantara awak kapal yang gugur antara lain Kapten Memet dan Kapten Wiratno dan Putra Pulau Bangka Kelasi II Sahabudin.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved