Sekelumit Kisah L-29 Delfin, si Lumba-lumba yang Sangat Berjasa Bagi AURI
Dalam pengoperasiannya, L-29 Delfin juga dikenal bandel karena mampu lepas landas dan mendarat langsung di lapangan rumput
Komodor Budiardjo dan timnya sangat puas dengan pesawat itu dan L-29 pun dipesan. Kedutaan Besar Indonesia di Cekoslovakia menangani urusan keuangan, termasuk negosiasi harga.
Cekoslovakia yang terhitung pelit dalam memberikan kredit untuk penjualan senjatanya justru membuka tangannya lebar-lebar untuk Indonesia. Indonesia bahkan tercatat sebagai debitur pertama untuk kredit ekspor dari Cekoslovakia.
Demi Indonesia, produksi pun dikebut. Dua L-29 pertama sudah tiba di tanah air pada awal tahun 1965, dengan beberapa penyesuaian untuk pengoperasian di wilayah tropis.
Pesawat latih lanjut ini menerima kelir berupa strip petir warna merah yang memanjang di tubuhnya, beda dengan kelir Skadron Pendidikan TNI AU yang terpampang pada L-29 Delfin yang dapat ditemui di museum Dirgantara Mandala Yogyakarta saat ini.
Walaupun perubahan politik kemudian membuat puluhan jet tempur yang dimiliki AURI kehabisan suku cadang, nasib berbeda dialami oleh L-29 Delfin. Indonesia membuat satu-satunya perkecualian dari kebijakan putus hubungan dengan Blok Timur dengan tetap menjalin kontak dengan pabrikan Aero Vodochody.
AURI merasa, walaupun jet tempur mereka mayoritas sudah habis, pendidikan tidak boleh berhenti. Sampai tahun 1976 tim teknisi dari Cekoslovakia tercatat masih datang untuk melakukan perawatan dan asistensi terhadap L-29.
L-29 Delfin sendiri baru benar-benar pensiun dari TNI AU ketika pesawat latih lanjut British Aerospace Hawk Mk.53 datang ke tanah air pada tahun 1980.
Setelah itu, L-29 dinyatakan pensiun. Sebagian masih dipertahankan untuk kursus teknik, sebagian dijadikan monumen, dan sebagian lagi ada yang dijual ke luar negeri seperti Amerika Serikat dan Australia dan saat ini bahkan masih terbang di kalangan pehobi aviasi.(*)