Bocah 7 Tahun Diduga Korban Malapraktek Khitan di RSUD Bateng

Kelamin Raihan Karomi mengalami pendarahan. Parahnya lagi kelamin Raihan sempat menghitam setelah beberapa hari selesai di sunat.

Penulis: Riki Pratama | Editor: M Zulkodri
Bangka Pos / Riki Pratama
Sandi (36) warga Kelurahan Koba, jalan Kampung Tengah RT 5, Kabupaten Bangka Tengah menjadi korban diduga Malpraktek sunat atau khitan anaknya di UGD RSUD Bateng, pada Jumat (6/7/2018). 

Laporan Wartawan Bangka Pos, Riki Pratama

BANGKAPOS.COM, BANGKA - Putus asa hingga menangis itulah yang dirasakan oleh Sandi (36), warga Kelurahan Koba Jalan Kampung Tengah RT 5 Kabupaten Bangka Tengah.

Anaknya, Raihan Karomi (7) diduga menjadi korban malapraktek sunat atau khitan. 

Raihan Karomi mengalami pendarahan di bagian kelaminnya usai sunat di UGD RSUD Bateng.

Parahnya lagi kelamin Raihan sempat menghitam setelah beberapa hari selesai disunat.

Kepada Bangkapos.com ditemui di kediamanya Sandi menceritakan dari awal kejadian yang dialami oleh anaknya.

Dia sempat putus asa dan pasrah ketika melihat kondisi anaknya yang dipenuhi darah pada bagian kemaluannya.

Awal cerita pada Jumat (6/7/2018) pukul 09.00 WIB pagi, ia membawa anaknya bersama istri ke UGD RSUD Bateng.

Dia mendaftar ke ruang UGD untuk khitan lalu ditawari petugas UGD dilaser atau biasa.

"Karena saya kurang paham istri maunya laser, karena dianggap cepat sembuh. setelah itu kami juga ditawari nanti bayarnya jangan di tempat pembayaran atau kasir, tapi kepada petugas yang melakukan khitan tadi," kata Sandi mengulangi ucapan petugas UGD kepad wartawan, Selasa (10/7/2018).

"Saya tidak ada kecurigaan dan langsung membayar ke orang menyunat sebesar Rp 350 ribu. Katanya karena alatnya bukan milik RSUD milik pribadi, saya berpikir ini seperti bisnis artinya uang sunat tadi tidak masuk kas RSUD," lanjutnya.

Setelah itu, ia dimintai untuk menembus obat, tetapi tidak diberikan kapas dan cairan infus.

Dirinya hanya dikasih obat Amoxcilin dan pyridol paracetamol.

Obat tersebut seharga Rp 33 ribu.

Kembali saat menebus obat tidak ada kwitansi bukti pembayaran.

Keluar darah

Setelah membayar, Sandi mengajak anaknya pulang dengan kondisi kelamin si anak yang masih terlihat dalam kondisi diperban.

"Pas sudah sunat kondisinya biasa saja diperban bagus kelihatannya, anak saya juga tidak menangis. Tetapi ketika sorenya saya periksa ada keluar darah dari kelamin anak saya, saya masih berpikir mungkin ini normal," ujarnya.

Namun, karena darah keluar terus dari kelamin anaknya Sandi jadi khawatir, dan akhirnya memutuskan kembali membawanya ke UGD RSUD kembali, pada Minggu (8/7/2018) malam.

"Darah keluar terus selama dua hari, Minggu malam saya putuskan bawa kembali ke UGD, daftar lagi, dan saya bertanya kenapa anak saya. Diperiksa oleh dokter ditangani dokter dibersihkan dulu, pakai cairan infus, kata dokternya jangan khawatir tidak ada masalah, kelamin anak saya dibersihkan lalu diberikan salep pengering," ujarnya.

Setelah itu, kata Sandi kelamin anaknya tidak mengelurkan darah, namun ia kembali dimintai menembus obat sebesar Rp 24 ribu.

Tetapi ketika pulang, ia kembali tidak diberikan kapas ataupun cairan infus untuk membersihkanya.

"Untuk membersihkan itu saya pakai tisu, karena tidak diberikan, tetapi entah kenapa, pada Senin pagi, tiba tiba saya lihat celana dalam anak saya sudah dipenuhi darah kembali. Kelaminnya juga menghitam di bagian sebelah kanan, terus darahnya sudah menggumpal atau membeku di keliling batang kelaminya," tukasnya.

Menangis

Melihat kondisi darah yang banyak keluar dari kelamin anaknya, Sandi orang tua Raihan langsung tertunduk lesu dan sempat menangis.

"Pertama aku sempat menangis, duduk merenung, lalu datang adik ipar menjenguk. Dia minta bantuan pak Joko orang ahli sunat di Koba. Dia memberikan foto kelamin anak saya ke pak Joko, dan pak Joko menepuk keningnya karena melihat kondisi kelamin yang sebegitu parahnya," ujarnya.

Setelah itu, baru anak Sandi disarankan untuk dibawa ke Puskesmas Koba untuk dilakukan perbaikan ulang.

"Lalu dibongkar ulang, sama pak Joko, ia mengatakan ada pembuluh darah yang belum diikat sehingga darahnya terus mengalir, seharusnya setelah sunat dipastikan tertutup semua kulitnya jangan langsung dijahit, seperti itu katanya," tukasnya.

Dari kejadian itu, saat ini kondisi anak Sandi mulai membaik namun bekas potongan masih terlihat di bagian kelamin Raihan.

"Ada bagian yang terpotong di bagian kepalanya, tetapi tidak apa. Dari kejadian ini saya harapkan tidak terjadi lagi ke orang lain, dan seharusnya ada keterbukaan dalam melakukan sunat, juga pembayaranya juga harus jelas, tidak masuk ke pribadi tetapi masuk ke kas RSUD. Selain itu masak RS sebesar itu tidak memiliki alat dan dokter ahli khitan, saya menduga yang menyunat anak saya bukan ahlinya sehingga kondisinya seperti itu, seperti amatiran tidak profesional," tegasnya.

Sementara Direktur RSUD Bateng dr Yenni yang sempat dikonfirmasi mengatakan bahwa dirinya tidak tahu terkait masalah itu.

Dia juga menyayangkan apabila ada oknum rumah sakit meminta bayaran tanpa masuk ke kas RSUD Bateng.

"Saya cari tahu dulu, saya tidak tahu baru ini juga, ada rumah sakit tidak melewati kasir ini juga menjadi masalah, karena semuanya menggunakan peralatan di RS harusnya masuk ke rumah sakit," jelas Yenni.

Ia juga menambahkan bahwa kasus ini diduga, karena oknum rumah sakit RSUD Bangka Tengah, yang tanpa sepengetahuan pihak manajeman rumah sakit umum melakukan praktek itu.

"Ini menjadi masalah buat kami karena ada oknum rumah sakit di dalam yang melakukam praktik sendiri," ujarnya.(*)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved