Kisah Warga Pengkalen Batu Basel yang Kini Sudah Punya Jalan, Dulu Antar Jenazah Pakai Sampan
Kisah Warga Pengkalenbatu Bangka Selatan yang Kini Sudah Punya Jalan, Dulu Antar Jenazah Pakai Sampan
JUMAT, 25 Agustus 2017 siang silam, belasan perahu bertambat di rawa-rawa Sungai Pabrik.
Rawa-rawa inilah pintu masuk menuju kampung Pengkalen Batu yang puluhan tahun terisolir dan tanpa fasilitas pelayanan publik yang memadai.
Sampan atau perahu kecil menjadi satu-satu transportasi untuk ke Pengkalen Batu.
Tidak hanya warga dan hampir seluruh kebutuhan hidup di Pengkalen Batu, sampan juga mengangkut jenazah saat akan dimakamkan.
Hingga saat ini, kampung yang dihuni 120 orang itu belum memiliki Tempat Pemakaman Umum (TPU).
"Setiap ada yang meninggal dunia kami membawanya menggunakan keranda, lalu dinaikkan ke atas perahu. Sulitnya bila musim kering, airnya sering surut. Warga harus mendorong dulu perahu hinga ke tengah agar perahu jalan," kata Pardi, warga Pengkalen Batu, kepada Bangka Pos belum lama ini.

Bangka Pos bisa sampai ke Pengkalen Batu setelah sempat bertanya di Desa Ranggung, Kecamatan Payung, yang merupakan desa terdekat.
Berhasil menghubungi Pardi, warga Pengkalen Batu, Bangka Pos ditunggu di pinggir Sungai Pabrik, Desa Ranggung.
Lokasi itu menjadi titik utama Sungai Pabrik untuk menuju Pengkalen Batu. Begitu juga sebaliknya.
Menurut Pardi, warga Pengkalen Batu sudah puluhan tahun mengandalkan transportasi sungai.
Tidak ada akses lain yang bisa digunakan selain alur Sungai Pabrik.
Sekitar 20 menit berlayar dari Desa Ranggung, Bangka Pos tiba di pangkalan perahu Pengkalen Batu.
Wajar saja Pardi harus mahir mendayung sampan. Alur sungai yang dilalui bersama Bangka Pos cukup berkelok-kelok dan sempit.
Kawasan pemukiman Pengkalen Batu berjarak sekitar satu kilometer dari pangkalan perahu.
Jalan tanah berkerikil membawa Bangka Pos di perkampungan yang hanya mengandalkan listrik dari mesin diesel dan tenaga surya tersebut.