Prihatin Karena Rahmat Jadi Pemulung untuk Biayai Berobat, Pemkot Bawa Kakek Arpani ke RSUD
Prihatin Karena Rahmat Jadi Pemulung untuk Biayai Biaya Berobat, Pemkot Bawa Kakek Arpani ke RSUD
Prihatin Karena Rahmat Jadi Pemulung untuk Biayai Biaya Berobat, Pemkot Bawa Kakek Arpani ke RSUD
BANGKAPOS.COM, BANGKA - Kisah Rahmat, bocah pemulung asal Pangkalpinang yang membantu perawatan kakeknya yang terkena stroke dan membayar kontrakan mendapat perhatian dari Pemerintah Kota Pangkalpinang. Sang kakek yang selama ini hanya mendapat perawatan seadanya dibawa ke rumah sakit.
Sabtu (9/2/2019). Arpani (58), menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Umum Daerah kota Pangkalpinang, yang dirujuk ke spesialis bedah untuk di tindak lanjuti mengenai penyakit yang di deritanya saat ini.
Arpani tidak sendirian, ia di dampingi oleh beberapa pihak seperti Gustina dari TKSK kecamatan Taman Sari kota Pangkalpinang, juga dokter Nanda dari puskesmas Kacang Pedang beserta keluarganya.
Ia dibawa ke rumah sakit pukul 10.00 wib dan dirujuk ke spesialis bedah untuk ditindak lanjuti mengenai penyakit yang di deritanya.
Stroke itu riwayat sebelumnya, sekarang lebih ke arah hipertensi, gula darahnya tinggi dan kakinya mengalami infeksi, itu yang dirujuk,"ujar dokter Nanda yang menangani Arpani.
"Karena pasien tidak bisa ditangani oleh Puskesmas, makanya dirujuk ke RSUD ini," lanjutnya.
Untuk biaya rumah sakit ditanggung oleh Baznas kota Pangkalpinang.
"Biaya untuk perawatan Arpani ditanggung oleh Baznas kota Pangkalpinang sambil menunggu BPJS nya aktif,"kata Gustina, selaku TKSK kecamatan Taman Sari kota Pangkalpinang.
"Kita tetap proses pengobatannya, kalau bisa diabetes melitus nya sembuh, juga teraphy stroke, agar Arpani bisa mencari nafkah lagi,"kata Gustina
Saat ini Arpani di rawat jalan, dengan pengobatan dari rumah sakit tersebut.
" Senin kembali lagi ke rumah sakit untuk mengecek penyakit dalam, sambil mengurus BPJS,"ujar Agustina
"Senang dibantu oleh Dinas Sosial Pangkalpinang dan pihak terkait, harapannya semoga saya bisa sembuh seperti sediakala," jawab Arpani saat diwawancarai bangkapos.com di kediamannya.
Sebelumnya kisah Arpani dan cucunya, Rahmat , viral setelah pemberitaan bangkapos.com.
Di usianya yang masih belia, Rahmat harus bekerja sedari pagi hingga malam mengumpulkan sampah plastik untuk membayar kontrakan rumah dan kehidupannya sehari-hari.
Bocah berusia 12 tahun ini mendorong gerobak kecilnya menyisir gang sempit dan jalan raya untuk mengumpul barang bekas.
Ia hanya mengenakan kaos oblong, celana pendek dan beralaskan sandal jepit.
Pekerjaan ini ia lakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bersama kakeknya Arpani (58) yang sakit stroke sejak setahun lalu.
Mereka berdua tinggal di sebuah kontrakan, bersebelahan dengan anak kakek, tante Rahmat.
"Ayahnya sudah meninggal dunia dan ibunya tinggal di Prabumulih," jelas Arpani yang mengungkapkan kalau Rahmat adalah cucunya.
Rahmat tak kenal lelah setiap malam menjadi pemulung.
Nasibnya pun tak seberuntung anak seusianya yang masih bisa bermain.
Bahkan ia sudah tidak lagi sekolah sejak kelas 1 SD.
"Malam ini barang bekas yang paling banyak yaitu botol bekas," ujar Rahmat saat diwawancara bangkapos.com, Minggu malam (3/2/2019).
Barang-barang bekas yang didapatnya, dikumpulkan selama seminggu di rumahnya, kemudian ia jual kepada pengepul.
"Pembeli datang ke rumah, satu kilo Rp 4.000 sampai dengan Rp 5.000",katanya.
" Kadang seminggu hasilnya tidak mencapai Rp 100.000,"tambahnya
Kebutuhan makan sehari-hari ia dapatkan dari bantuan warga, para donatur dan tantenya.
Ita (30), tante Rahmat, yang juga bekerja sebagai pemulung, memiliki empat orang anak, mengandalkan suaminya yang berjualan es keliling.
Pendapatan suaminya hanya berkisar kurang lebih Rp 50.000/hari.
"Kalau pembeli sepi, apalagi hujan. Tidak lebih dari Rp 50.000," ujar Ita, tante Rahmat.
Ita menceritakan awal mula Rahmat menjadi pemulung karena semata-mata ingin membantunya.
"Rahmat orang yang peduli dengan keluarga," kata Ita.
"Kadang menangis melihat Rahmat yang harus menjadi pemulung di malam hari, rasanya tak tega. tetapi karena keadaan. Jadi mau tidak mau," sambung Ita, tante Rahmat.
Selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Rahmat juga harus membayar sewa kontrakan Rp 350.000/bulan yang dibantu juga oleh tantenya.
Selain memulung pada malam hari, setiap pagi nya Rahmat mengerjakan pekerjaan rumah, seperti menyapu, mencuci piring. Tak lupa Rahmat merawat kakeknya.
Saat di tanyai mengenai pendidikan Rahmat sempat sekolah, tapi putus di tengah perjalanan akibat bullying temannya.
"Kemarin sekolah sampai kelas satu, habis itu tidak mau lagi karena dibully teman tidak bisa baca," kata Rahmat.
Sekarang ia pun berkeinginan untuk melanjutkan sekolah lagi. Namun tidak ada biaya untuk keperluan sekolah.
Di tanya soal kepedulian dari pemerintah, atau yang lainnya, kakek Rahmat mengatakan ia mendapatkan kursi roda dari Dinas Sosial Pangkalpinang.
"Kalau dari pemerintah, lurah, kecamatan pernah ke rumah,"kata kakek Rahmat. (BANGKAPOS/Dwi Ayu Mauleti)