Begini Nasib Mbah Pani Setelah Lakukan Topo Pendem Dikubur Hidup-hidup 5 Hari Tanpa Makan dan Minum
Begini Nasib Mbah Pani Setelah Lakukan Topo Pendem Dikubur Hidup-hidup 5 Hari Tanpa Makan dan Minum
BANGKAPOS.COM --Begini Nasib Mbah Pani Setelah Lakukan Topo Pendem Dikubur Hidup-hidup 5 Hari Tanpa Makan dan Minum
Tapa pendem atau dalam bahasa Jawa topo pendem yang dilakukan Mbah Pani menyimpan banyak cerita.
Mbah Pani melakukan topo pendem dengan dikubur hidup-hidup menggunakan kain kafan selama lima hari lima malam.
Selama topo pendem, Mbah Pani masih bisa melakukan aktifitas di dalam kubur, satu diantaranya menjalankan ibadah shalat lima waktu.
Bagaimana cerita lengkapnya Mbah Pani selama dikubur hidup-hidup?
Begini penuturannya kepada TribunJateng.com.
"Jilbabnya dipakai dulu lah. Mau dilihat orang banyak ini.
Orang Islam kok."
Dalam bahasa Jawa, Supani alias Mbah Pani (63) menegur Sri Khomaidah, istrinya, ketika Tribunjateng.com hendak memvideokan keterangan mereka, Sabtu (21/9/2019) siang.
Mbah Pani ditemui di kediamannya, satu hari setelah ia tuntas melaksanakan ritual topo pendem alias topo ngeluwang selama lima hari penuh.
Dalam ritual tersebut, Mbah Pani dikafani dan dikubur layaknya jenazah di dalam sebuah liang pertapaan di dalam rumahnya di Desa Bendar, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Selama melakoni topo pendem, menurut pengakuan Mbah Pani, ia tidak makan, tidak minum, tidak tidur, dan tidak buang air.
Viralnya ritual yang dilakoni Mbah Pani ini sontak memancing pro-kontra masyarakat.
Di kolom-kolom komentar media sosial, mudah ditemukan perdebatan mengenai hal ini.
Pihak yang kontra umumnya mempertanyakan keislaman Mbah Pani.
Dalam perdebatan panjang mengenai keabsahan ritual tersebut dalam ajaran Islam, banyak yang menduga, Mbah Pani meninggalkan kewajiban shalat lima waktu ketika melakoni ritual kejawen tersebut.
Namun, ketika ditanya tentang hal ini, Mbah Pani menegaskan bahwa dirinya tetap shalat ketika bertapa.
"Ya shalat lah. Tapi wudunya tidak pakai air.
Saya tayamum pakai tanah.
Ya menurut keyakinan saya lah, saya usap-usapkan (ke anggota tubuh yang perlu diusap saat tayamum).
Shalat ini tidak saya lupakan.
Sebab ini kewajiban orang Islam," terang Mbah Pani, lagi-lagi dalam bahasa Jawa.
Mbah Pani mengaku, dirinya memang kurang bisa berbahasa Indonesia.
Shalat Lima Waktu
Informasi yang kami dapat dari pihak keluarga, setiap waktu shalat wajib tiba, keluarga akan memberitahukannya pada Mbah Pani melalui lubang peralon yang terpasang di liang pertapaan.
Melalui lubang pralon tersebut, sebuah tali tambang menghubungkan Mbah Pani dengan "dunia luar".
Satu ujung tali terikat pada tangan kirinya, ujung lainnya berada di luar liang kubur.
Jika keluarga hendak menyampaikan waktu shalat, tali tersebut akan ditarik-tarik sebagai kode.
Mbah Pani menerangkan, selain shalat wajib, ia juga melaksanakan shalat sunnah ketika melakoni topo pendem.

"Shalat hajat dan tahajud kalau malam hari. Saya jalankan terus sekuat saya," ucapnya.
Mbah Pani mengaku tidak ada wirid khusus yang ia baca selama menjalani ritual.
Ia baca surat dalam Al-Qur'an maupun kalimah thoyyibah yang ia ketahui.
"Wirid sebisa-bisanya saya. Sebab saya bukan orang pintar. Saya bukan kiai.
Sebisanya saya baca, entah itu al-Fatihah atau lainnya.
Yang jelas saya meminta kekuatan dari Allah swt. Yang paling saya percayai ya Allah swt.
Alhamdulillah saya kuat (menjalani ritual ini). Saya senang," ungkap Mbah Pani dengan wajah semringah sembari mengelus dada.
Makam Dibongkar
Mbah Pani melakukan tapa pendem atau topo pendem selama lima hari lima malam.
Mbah Pani dikubur layaknya orang meninggal lengkap dengan kain kafan.
Selama topo pendem, Mbah Pani tidak makan dan minum.
Setelah melaksanakan tapa pendem selama lima hari, tubuh Mbah Pani diangkat dari dalam liang lahat pada Jumat (20/9/2019) malam.
Ditemui usai acara manaqiban (pembacaan Manaqib Syekh Abdul Qodir Jailani) di rumahnya yang diikuti para tetangga dan kerabat, Mbah Pani mengaku belum bisa berbicara banyak.
"Sebelumnya saya minta maaf sebesar-besarnya. Kepala saya masih sakit. Kalau besok saya sudah fit dan sudah siap, saya siap membicarakan hal ini," ungkap Mbah Pani dalam bahasa Jawa halus.
Mbah Pani mengaku bersyukur dirinya diberi kekuatan oleh Allah dalam menjalani tirakat tapa pendem yang sudah kesepuluh kali dan merupakan penutup ini.
"Alhamdulillah saya dikuatkan lima hari lima malam.
Bisa kuat sampai diangkat, sampai sekarang.
Bisa kuat atas kekuasaan Allah," ucapnya dikutip dari TribunJateng.com
Mbah Pani juga bersyukur karena pelaksanaan ritual tapa pendem didukung Kepala Desa Bendar dan jajarannya, kepolisian, Kapolsek, Koramil, dan warga sekitar.

Mbah Pani mengaku masih sakit kepala dan kondisinya belum fit usai tuntas melaksanakan ritual tapa pendem.
Tujuan Tapa Pendem
Mbah Pani mengaku tujuannya menjalani tapa pendem ialah demi keselamatan dan kekuatan dirinya sekeluarga.
"Sementara, saya baru kuat kasih keterangan ini. Kalau ada kekeliruan ucap saya mohon maaf sebesar-besarnya. Lain hari, kalau ada kesempatan saya siap membicarakan lebih lanjut," ujar Mbah Pani.
Adik sepupu Mbah Pani, Abdul Qohar, kembali menegaskan bahwa kondisi Mbah Pani belum memungkinkan untuk berbicara banyak.

Menurutnya, kondisi Mbah Pani sehat.
Namun, kemungkinan inderanya belum kembali sempurna.
Ia masih perlu beradaptasi setelah berhari-hari dalam kegelapan di bawah tanah.
Hingga pukul 21.00 lewat, warga masih terus berdatangan ke rumah Mbah Pani.
Mereka duduk lesehan di hadapan Mbah Pani yang duduk lemah di kursi ruang tamunya.
Air Obat
Setelah berkunjung, sebagian warga tampak membawa keluar satu jeriken kecil berisi air.
Air tersebut ialah air tanah yang disedot dari tempat pertapaan Mbah Pani.
Menurut Abdul Qohar, air tersebut diyakini bisa untuk obat.
Pihak keluarga mempersilakan siapa pun untuk membawa pulang air tersebut selama belum habis.
Tapa Terakhir
Tribunjateng.com menemui Mbah Pani, beberapa saat sebelum menjalani prosesi tapa pendem.
Mbah Pani mengatakan, tapa pendem kali ini merupakan yang ke 10 atau terakhir.
Sebelumnya, dia sudah melakukan ritual yang sama sebanyak sembilan kali.
Dalam menjalani ritual tapa pendem itu, ia dikubur selama tiga hari tiga malam dalam liang di dalam rumahnya.
Dan dua kali dijalani di luar desanya yaitu di desa Ketip, tetangga desa.

Mbah Pani yang juga Ketua Ketoprak Desa Bendar, Juwana ini tampak tenang saat bertemu wartawan.
Sebelum berganti pakaian dengan kain kafan sebagaimana kain untuk orang yang akan dikubur, Mbah Pani menjawab singkat.
"Karena ini yang terakhir, nanti tidak cuma tiga hari, tapi lima hari," kata Mbah Pani di rumahnya.
Ditanya mengenai tujuan dan hal lainnya, Mbah Pani enggan memberi keterangan sebelum ritual tuntas dilaksanakan.
Lubang Pernapasan
Suyono, anak angkat Mbah Pani, mengatakan, ritual tapa pendem dilakukan Mbah Pani dengan menguburkan diri di dalam tanah yang diberi lubang untuk pernapasan.
"Topo pendem seperti ini sudah dilakukan beliau sebanyak sembilan kali. Dan hari ini adalah yang ke-10," ungkapnya.
Berdasarkan keterangan warga sekitar, terakhir kali Mbah Pani melakukan ritual ini adalah 2001 lalu.
Sebelumnya, Mbah Pani melakukan ritual ini setahun sekali, setiap bulan Suro.
Adapun ritual terakhir ini dilakukan 18 tahun berselang.
Dalam tapa pendem, Mbah Pani diperlakukan hampir sama seperti jenazah yang akan dikubur.
Ritual
Sebelum dikuburkan, Mbah Pani dipakaikan kain kafan.
Layaknya pemulasaran jenazah, disediakan bunga-bunga.
Hanya saja, tidak ada prosesi azan supaya tidak sepenuhnya seperti prosesi penguburan jenazah.
Ukuran liang kubur untuk ritual tapa pendem atau topo pendem sekitar kedalaman 3 meter, panjang 2 meter dan lebar 1,5 meter.
Di dalam liang kubur itu, sudah disediakan peti untuk tempat pertapaan.
Di dalamnya disediakan pula bantal dari tanah.
Ketika prosesi ritual mulai dilaksanakan, hanya pihak keluarga dan tokoh masyarakat setempat yang diperkenankan masuk rumah.
Lihat videonya :
Warga lain menyaksikan dari luar rumah.
Saat digali, kondisi lubang itu berair. Namun segera disedot dikeringkan saat Mbah Pani sudah mengenakan kain kafan.
Sebagaimana proses pemakaman biasa, Mbah Pani juga dikafani dan dimasukkan ke dalam peti.
Ada pipa untuk saluran pernapasan yang menghubungkan Mbah Pani dari dalam kubur ke permukaan tanah. (Mazka Hauzan Naufal/Tribujateng.com/TribunnewsBogor.com)