Ini Isi RUU yang Dianggap Kontroversial Selain RKUHP, RUU Pemasyarakatan Hingga RUU Ketenagakerjaan
Penolakan mahasiswa terhadap sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) masif disuarakan saat demonstrasi yang berlangsung di sejumlah daerah.
Ini Isi RUU yang Dianggap Kontroversial Selain RKUHP, RUU Pemasyarakatan Hingga RUU Ketenagakerjaan
BANGKAPOS.COM - Penolakan mahasiswa terhadap sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) masif disuarakan saat demonstrasi yang berlangsung di sejumlah daerah.
Dalam aksinya, massa menuntut beberapa hal, seperti meminta pemerintah membatalkan UU KPK versi revisi yang baru disahkan DPR.
Selain itu, massa juga meminta Presiden Joko Widodo membatalkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP). Protes juga disuarakan terhadap sejumlah RUU yang dinilai kontroversial, di antaranya:
• Pemerintah Buka 197.111 Formasi CPNS Oktober 2019, Ini Rinciannya
• Pasal-pasal Aneh RUU KUHP Dibongkar Hotman Paris Hutapea : GEMBONG Narkoba Paling Diuntungkan
RUU Pertanahan
Salah satu tuntutan massa saat demonstrasi adalah menolak pengesahan RUU Pertanahan. Menurut Sekretaris jenderal konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika, setidaknya ada delapan persoalan dalam RUU ini.
Persoalan pertama, RUU Pertanahan dinilai bertentangan dengan UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.
Meski dalam konsiderannya dinyatakan bahwa RUU ini menyempurnakan hal-hal yang belum diatur dalam UUPA, namun Dewi menyatakan, substansinya semakin menjauh dan saling bertentangan.
Kemudian kedua mengenai hak pengelolaan dan penyimpangan hak menguasai negara. Dewi mengatakan, HPL selama ini menimbulkan kekacauan penguasaan tanah serta menghidupkan kembali domain verklaring.
Domain verklaring adalah suatu pernyataan yang menetapkan suatu tanah menjadi milik negara jika seseorang tidak dapat membuktikan kepemilikannya.
Lebih lanjut, anggota Fraksi PDI-P, Arif Wibowo mengatakan, domain verklaring merupakan konsepsi kolonial yang rentan menjerat masyarakat hukum adat.
"Mereka masih rentan terkena prinsip domain verklaring, sebagaimana terlihat dalam Pasal 20 RUU Pertanahan," ucap Arief.
Sementara Dewi menilai, hak menguasai dari negara yang ditetapkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 dinilai diterjemahkan secara menyimpang dalam RUU ini. Hal ini kemudian melahirkan jenis hak baru yang disebut Hak Pengelolaan.
RUU ini juga dinilai tidak memiliki langkah konkret dalam administrasi dan perlindungan hak ulayat masyarakat adat.
Persoalan selanjutnya adalah hak guna usaha (HGU). Menurut Dewi, di dalam RUU Pertanahan, HGU diprioritaskan bagi pemodal skala besar.