Gerhana Matahari Cincin

Gerhana Matahari Cincin - Ini yang Dilakukan Rasulullah SAW Saat Terjadi Gerhana Matahari

Kemudian beliau menemui kaum Muslimin dan menegaskan terjadinya gerhana matahari bukan karena kematian Ibrahim.

Editor: Teddy Malaka
Twitter.com/@infoBMKG
Gerhana Matahari Cincin 

Muchtar Ali memaparkan, gerhana bulan maupun gerhana matahari adalah salah satu dari tanda-tanda kebesaran Allah Taala. Keduanya terjadi bukan karena kematian atau kelahiran seseorang, tetapi semata bagian dari sunnah kauniyah yang merupakan ayat-ayat Allah Taala dalam alam semesta. Shalat gerhana hukumnya sunnah muakkadah. Shalat gerhana disunnahkan dilakukan secara berjamaah dan setelah shalat disunnahkan khutbah. Oleh karena itu bagi umat Islam yang mengetahui dan menyaksikan gerhana, baik matahari maupun bulan maka hendaknya melakukan shalat gerhana sesuai tuntunan Rasulullah SAW.

"Gerhana matahari (Khusufusy Syams) adalah hilangnya cahaya matahari sebagian atau total pada waktu siang. Adapun gerhana bulan (Khusuful Qamar) adalah hilangnya cahaya bulan sebagian atau total pada waktu malam," jelasnya.

Muchtar menutuf beberapa hadits yang menerangkan tetang gerhana, Rasulullah Saw. Bersabda, yang artinya:

"Dari Al-Mughirah bin Syu’bah ra, berkata ”Terjadi gerhana matahari di masa Rasulullah saw. saat kematian Ibrahim”. Rasulullah saw. bersabda, ”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda-tanda kebesaran Allah, keduanya terjadi gerhana bukan karena kematian seseorang dan tidak karena kelahiran seseorang. Ketika kalian melihatnya, maka berdoalah pada Allah dan shalatlah sampai selesai.”(Muttafaqun ‘alaihi)

“Dari ‘Aisyah ra, istri Nabi saw. berkata, “Terjadi gerhana matahari dalam kehidupan Rasulullah saw. Beliau keluar menuju masjid, berdiri dan bertakbir. Sahabat di belakangnya membuat shaff. Rasulullah saw. membaca Al-Qur’an dengan bacaan yang panjang, kemudian takbir, selanjutnya ruku dengan ruku yang panjang, kemudian mengangkat kepalanya dan berkata, “Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu”. Setelah itu membaca dengan bacaan yang panjang, lebih pendek dari bacaan pertama. Kemudian takbir, selanjutnya ruku lagi dengan ruku yang panjang, tetapi lebih pendek dari ruku’ pertama. Kemudian berkata,”Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu.” Selanjutnya sujud. Dan seterusnya melakukan seperti pada rakaat pertama, sehingga sempurnalah melakukan shalat dengan empat ruku dan empat sujud. Dan matahari bercahaya kembali sebelum mereka meninggalkan tempat. Seterusnya Rasul saw bangkit berkhutbah di hadapan manusia, beliau memuji pada Allah sebagaimana nikmat yang telah diberikan pada ahlinya. Rasul saw. bersabda, ”Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan bagian dari tanda-tanda kebesaran Allah. Kedua gerhana itu tidak terjadi karena kematian atau kehidupan seseorang. Jika kalian melihatnya bersegeralah untuk shalat.”(HR Bukhari dan Muslim)

Baginda Nabi Saw. mengajarkan kepada kita tuntunan syariat yang mulia ketika terjadi gerhana matahari maupun gerhana bulan, antara lain yaitu:

(1) Menghadirkan rasa takut kepada Allah saat terjadinya gerhana bulan dan matahari. Baik karena peristiwa tersebut mengingatkan kita akan tanda-tanda kejadian hari kiamat, atau karena takut azab Allah diturunkan akibat dosa-dosa yang dilakukan.

(2) Mengingat apa yang pernah disaksikan Nabi saw dalam shalat Kusuf. Diriwayatkan bahwa dalam shalat kusuf, Rasulullah saw diperlihatkan oleh Allah surga dan neraka. Bahkan beliau ingin mengambil setangkai dahan dari surga untuk diperlihatkan kepada mereka. Beliau juga diperlihatkan berbagai bentuk azab yang ditimpakan kepada ahli neraka. Karena itu, dalam salah satu khutbahnya selesai shalat gerhana, beliau bersabda:

"Wahai umat Muhammad, demi Allah, jika kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis." (Muttafa alaih)

(3) Menyeru dengan panggilan "Asshalaatu Jaami'ah". Maksudnya adalah panggilan untuk melakukan shalat secara berjamaah. Aisyah meriwayatkan bahwa saat terjadi gerhana, Rasulullah saw memerintahkan untuk menyerukan "Ashshalaatu Jaami'ah" (HR. Abu Daud dan Nasa'i).

(4) Tidak ada azan dan iqamah bagi shalat gerhana. Karena azan dan iqamah hanya berlaku pada shalat fardhu yang lima.

(5) Disunahkan mengeraskan bacaan surat, baik shalatnya dilakukan pada siang atau malam hari. Hal tersebut dilakukan Rasulullah saw dalam shalat gerhana (Muttafaq alaih).

(6) Shalat gerhana sunah dilakukan di masjid secara berjamaah. Rasulullah saw selalu melaksanakannya di masjid sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat. Akan tetapi boleh juga dilakukan seorang diri. (Lihat: Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 3/323)

(7) Wanita boleh ikut shalat berjamaah di belakang barisan laki-laki. Diriwayatkan bahwa Aisyah dan Asma ikut shalat gerhana bersama Rasulullah saw. (HR. Bukhari).

(8) Disunahkan memanjangkan bacaan surat. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw dalam shalat gerhana memanjangkan bacaannya. (Muttafaq alaih). Namun hendaknya tetap mempertimbangkan kemampuan dan kondisi jamaah.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved