Tak Banyak yang Tahu, Ini Asal Usul dan Sejarah Bedug, Dikenalkan oleh Laksamana Cheng Ho
Bunyi bedug bisa jadi cukup familiar sebagai penanda awal sebelum adzan dikumandangkan. Selain sebagai penanda adzan, bedug juga merupakan instrumen

Tak Banyak yang Tahu, Ini Asal Usul dan Sejarah Bedug, Dikenalkan oleh Laksamana Cheng Ho
BANGKAPOS.COM - Bunyi bedug bisa jadi cukup familiar sebagai penanda awal sebelum adzan dikumandangkan.
Selain sebagai penanda adzan, bedug juga merupakan instrumen musik tradisional yang telah digunakan sejak ribuan tahun lalu.
Alat ini biasanya digunakan dalam kegiatan ritual keagamaan hingga politik.
Bedug tersusun dari bagian badan yang terbuat dari kayu dan bagian selaput gendang yang biasanya terbuat dari kulit sapi.
Alat berbentuk tabung ini dibunyikan dengan cara dipukul.
Oleh karena itu, alat ini selalu hadir lengkap dengan sebuah pemukul yang digunakan untuk menabuhnya.
Bunyi 'dug dug dug'nya sangat khas saat ditabuh.
Volume bunyi biasanya bervariasi, tergantung ukuran bedug.
Saat azan akan dikumandangkan, bedug biasanya dibunyikan setelah kentongan.
Di masjid, bedug biasanya diletakkan dengan cara digantung.
Ada pula yang diletakkan di atas sebuah tempat khusus.
Beberapa masjid bahkan menyediakan sebuah rumah kecil khusus untuk meletakkan bedug.
Asal usul
Meski lekat dengan budaya Islam dan banyak dijumpai di masjid, bedug sebetulnya telah ada sejak zaman kejayaan Hindu.
Saat itu, jumlah bedug yang masih terbatas belum tersebar secara luas.
Dulunya, bedug difungsikan sebagai alat untuk mengumpulkan penduduk dari berbagai desa.
Mereka dipanggil untuk mempersiapkan perang.
Dulu, alat tersebut dikenal dengan nama teg-teg.
Alat ini merupakan kelompok membraphone yang mirip dengan bedug.
Teg-teg yang ukurannya lebih besar dari bedug ini berfungsi untuk memberi tanda.
Melansir Historia, akar sejarah bedug sudah dimulai sejak zaman prasejarah, tepatnya zaman logam.
Saat itu, manusia mengenal nekara dan moko yang terbuat dari perunggu.
Bentuknya seperti dandang dan banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Bali, Sumbawa, Roti, Leti, Selayar, dan Kepulauan Kei.
Alat ini digunakan untuk acara keagamaan, mas kawin, hingga upacara minta hujan.
Melansir Kompas, bedug diduga kuat berasal dari India dan China.
Ketika itu, Laksamana Cheng Ho diutus oleh Maharaja Ming untuk datang ke Semarang.
Ia disambut dengan baik oleh Raja Semarang pada saat itu.
Cheng Ho kemudian mempertunjukkan bedug ketika memberi tanda baris berbaris ke tentara yang mengiringinya.
Sebelum pergi dari Semarang, Cheng Ho ingin memberikan hadiah.
Raja di Semarang kemudian mengatakan jika dirinya hanya ingin mendengarkan suara bedug dari masjid.
Sejak saat itulah bedug menjadi bagian yang lekat dengan masjid.
Bedug juga digunakan sebagai alat untuk menyebarkan agama Islam di tanah Jawa oleh Walisongo.
Bedug dianggap sebagai salah satu alat untuk menyebarkan syiar Islam sekaligus pemanggil bagi masyarakat untuk berbondong-bondong datang ke masjid.
Kendati demikian, perdebatan soal bedug sudah mereda.
Beberapa masjid yang tidak sepakat dengan penggunaan bedug menggunakan pengeras suara sebagai penggantinya.
Namun, di beberapa masjid lainnya, bedug dan kentongan tetap digunakan sebagai penanda azan.
Alat ini juga selalu ditabuh saat bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri.
Artikel ini telah tayang di tribunbatam.id