Jokowi Tanggapi UU Cipta Kerja, Ini Daftar Gubernur/Bupati/Wali Kota & DPRD yang Menolak Omnibus Law
Jokowi Tanggapi UU Cipta Kerja, Tindak Pelaku Pidana Aksi Tolak UU dan Minta 34 Gubernur Mendukungnya
Penulis: Asmadi Pandapotan Siregar CC |
BANGKAPOS.COM -- Presiden Joko Widodo akhirnya berbicara mengenai pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja ( UU Cipta Kerja ) setelah sikapnya yang selama ini ditunggu untuk penjelasan pengesahan UU Cipta Karja.
Pernyataan mengenai undang-undang sapu jagat tersebut, disampaikan Jokowi dalam keterangan pers dari Istana Bogor pada Jumat (9/10/2020) sore.
AAdapun Presiden Jokowi menjelaskan alasan utama pemerintah menerbitkan Undang-Undang Cipta Kerja.
Salah satu alasannya adalah untuk membuka lapangan kerja baru di Indonesia.
"Mengapa kita membutuhkan Undang-Undang Cipta Kerja, pertama, setiap tahun ada 2,9 juta penduduk usia kerja baru, anak muda yang masuk ke pasar kerja," kata Jokowi.
• Viral Mahasiswa Minta Restu Ibu untuk Demo Tolak Cipta Kerja, Titip Salam untuk DPR: Suruh Istigfar
• Tubuh Wika Salim ini Terlihat Jelas saat Gerak Naik Turun Sambil Tangan Pegang Benda Keras Ini
• ICW Sebut Polisi Belanja Hingga Rp408,8 M, Diduga untuk Cegah Massa Aksi UU Cipta Kerja
"Sehingga kebutuhan lapangan kerja baru sangat mendesak," ucap Presiden.
Menurut Jokowi, jumlah pengangguran saat ini juga semakin banyak.
Apalagi, jumlah pandemi Covid-19 yang membuat banyak masyarakat terdampak secara ekonomi.
"Di tengah pandemi terdapat kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta terdampak Covid-19," kata Jokowi.
Jokowi mengatakan, aksi unjuk rasa penolakan atas Undang-Undang Cipta Kerja dilatarbelakangi oleh disinformasi dan hoaks.
"Saya melihat adanya unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi oleh disinformasi mengenai substansi dari UU ini dan hoaks di media sosial," kata Jokowi.
Jokowi lalu memaparkan sejumlah disinformasi dan hoaks soal UU Cipta Kerja sekaligus menyampaikan bantahan.
Misalnya, terkait penghapusan ketentuan soal upah minimun provinsi, upah minimum kabupaten, dan upah minimum sektoral provinsi.
• Massa Demonstran Bentrok dengan Polisi di Kolong Jembatan Semanggi Pukul 21.40 WIB
"Hal ini tidak benar. Faktanya upah minimum regional tetap ada," kata Kepala Negara.
Kemudian soal ketentuan upah minimum dihitung per jam dan penghapusan berbagai jenis cuti, Jokowi juga menegaskan hal itu tak benar.
"Hak cuti tetap ada dan dijamin," kata Jokowi.
Namun demikian, Jokowi tidak menjelaskan secara rinci mengenai perbandingan antara ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja.
Kata Mahfud MD
Sementara itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, Pemerintah melibatkan semua pihak dalam proses pembahasan RUU Cipta Kerja. Termasuk serikat buruh.
"Di DPR itu sudah didengar semua, semua fraksi ikut bicara. Kemudian Pemerintah sudah bicara dengan semua serikat buruh, berkali-kali," kata Mahfud dalam konferensi pers yang disiarkan akun Youtube Kompas TV, Kamis (8/10/2020).
Mahfud mengatakan, pertemuan antara Pemerintah dan serikat buruh itu digelar di sejumlah tempat antara lain kantor Kemenko Polhukam, kantor Kemenko Perekonomian, dan kantor Kementerian Ketenagakerjaan.
Mahfud mengakui bahwa UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR tersebut tidak mengakomodasi seluruh aspirasi para buruh.
Namun, ia menegaskan, hal itu tidak berarti Pemerintah ingin menyengsarakan masyarakat melalui UU Cipta Kerja.
• Bacaan Doa Harian: Doa Sebelum Tidur dan Doa Bangun Tidur Lengkap Arab, Latin dan Terjemahannya
"Tepatnya, tidak ada satu pemerintah pun di mana pun yang mau menyengsarakan rakyatnya dengan membuat undang-undang yang sengaja," kata Mahfud.
Diketahui, DPR mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja melalui rapat paripurna yang digelar pada Senin (5/10/2020) lalu.
Disahkannya UU Cipta Kerja kemudian menciptakan gelombang protes di sejumlah wilayah di Indonesia.
Tidak sedikit aksi unjuk rasa tersebut yang diwarnai kericuhan, bentrok antara demonstran dan aparat, serta aksi kekerasan dan perusakan.
Perintah Jokowi ke Aparat, Proses Semua Pelaku Pidana Aksi Tolak UU Cipta Kerja
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian menyebut, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Kapolri untuk menindak pelaku tindak pidana saat aksi unjuk rasa tolak omnibus law UU Cipta Kerja.
Menurut dia, hal itu disampaikan Jokowi saat menggelar rapat internal secara virtual membahas UU Cipta Kerja dari Istana Kepresidenan, Bogor, Jumat (9/10/2020) pagi.
Donny mengakui rapat itu salah satunya membahas soal kericuhan yang terjadi selama aksi unjuk rasa.
"(Perintah Jokowi) aparat penegak hukum harus memproses semua yang memang melakukan tindak pidana selama aksi.
Kita kan negara hukum, semua harus diproses secara hukum," kata Donny kepada Kompas.com, Jumat (9/10/2020).
• Din Syamsuddin Sebut Pemerintah Tak Gubris Masukan Ulama soal Omnibus Law
Selain itu, dalam rapat tersebut Jokowi juga memerintahkan para menterinya untuk lebih mengintensifkan lagi komunikasi publik terkait UU Cipta Kerja.
Para menteri terkait diminta terus mensosialisasikan isi UU Cipta Kerja sekaligus membantah berbagai hoaks yang beredar.
"Agar bisa dipahami dengan jelas, tak menimbulkan kesalahpahaman dan semua yang terlibat wajib untuk menjelaskan ke publik mengenai apa manfaatnya dan membantah berbagai hoaks tentang UU ini," kata Donny.
Jokowi Minta 34 Gubernur Satu Suara Dukung UU Cipta Kerja
Terkait UU Cipta Kerja, Presiden Jokowi juga, kata Donny, meminta 34 gubernur yang mengikuti rapat internal secara virtual untuk satu suara mendukung UU Cipta Kerja.
Jokowi meyakinkan para gubernur bahwa UU Cipta Kerja yang ramai-ramai diprotes buruh dan mahasiswa justru dibutuhkan untuk meningkatkan investasi dan lapangan pekerjaan.
"Jadi tidak ada yang dipresepsi orang selama ini bahwa ini untuk merugikan rakyat.
Ini sepenuhnya ditujukan untuk kemaslahatan bersama agar ekonomi bisa pulih dan kembali normal," katanya.
• Gedung DPR Dijual Murah Seharga Rp 5.000 di Situs Jual Beli Online, Begini Kata Manajemen
Donny menambahkan, tuntutan demonstran agar Jokowi menerbitkan Perppu untuk mencabut UU Cipta Kerja tak dibahas dalam rapat itu.
Pemerintah meminta masyarakat yang keberatan untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Kepolisian RI mencatat ada 3.862 orang yang ditangkap dalam rangkaian aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja yang berlangsung pada Kamis (8/10/2020) kemarin.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan, mereka yang ditangkap kini masih berada di kantor polisi untuk menjalani pemeriksaan.
Argo membeberkan, 3.862 orang yang ditangkap itu terdiri dari beberapa kelompok yakni kelompok anarko, masyarakat umum, pelajar, mahasiswa, buruh, dan pengangguran.
Daftar Gubernur/Bupati/Wali Kota dan DPRD yang Ikut Menolak Omnibus Law
Di berbagai kota di Indonesia, mayoritas dari suara buruh/pekerja dan mahasiswa yang melakukan demonstrasi yakni mencecar keputusan Paripurna DPR RI yang mengesahkan Omnibus Law dengan terburu-buru dan minim dialok dengan elemen masyarakat.
Diketahui, Omnibus Law ini diajukan oleh Pemerintah Jokowi ke DPR untuk dibahas rancangannya dan mulai dikebut sejak Februari 2020 lalu.
Demonstrasi meluas di beberapa kota di Indonesia, banyak pasal yang dianggap kontroversial dan bisa merugikan pekerja/buruh/karyawan atau siapapun mereka yang bekerja dengan orang lain.
Hal yang membuat publik marah dengan Omnibus Law Cipta Kerja misalnya tentang dihapuskannya UMK yang direncanakan diganti menjadi upah per jam, penghapusan libur 2 kali seminggu, pengurangan pesangon dan lain-lain.
Banyak pakar hukum, akademi kampus, LSM, NU, Muhammadiyah hingga lembaga-lembaga lain yang dengan tegas menyatakan menolak diterapkannya Omnibus Law karena potensi merugikan masyarakat dan bangsa Indonesia dinilai sangat besar.
Namun, kengotototan Pemerintah Jokowi dan DPR RI untuk segera mengesahkan Omnibus Law (tak hanya terkait Cipta Kerja) ini lah yang memantik amarah publik hingga turun ke jalanan.
Maraknya demonstrasi besar-besara untuk penolakan Omnibus Law ini pun terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Reaksi dari beberapa pemimpin daerah di Indonesia ada beberapa yang secara terang-terangan mendukung aspirasi demonstran penolak Omnibus Law tersebut.
Berikut daftar pernyataan resmi atau sikap Gubernur/Bupati/Walikota yang menyampaikan aspirasi penolakan Omnibus Law :
Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Gubernur Ridwan Kamil mengakomodir tuntutan para pendemo yang menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja dengan mengirimkan surat kepada pemerintah agar menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja.
Surat yang diterbitkan pada hari ini, Kamis 8 Oktober 2020 itu telah ditandatangani langsung oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil dan dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah serta kepada Pimpinan Serikat Pekerja atau Serikat Buruh Tingkat Provinsi.
"Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat menyampaikan asipirasi dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang menyatakan dengan tegas Menolak Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi Undang-undang," demikian tertulis dalam surat tersebut mengutip dari KompasTV.
Kemudian, Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji meminta Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) Omnibus Law.
"Saya Gubernur Provinsi Kalimantan Barat dengan ini mohon kepada Presiden untuk secepatnye mengeluarkan Perppu yang menyatakan mencabut Omnibus Law," kata Sutarmidji dalam akun media sosial yang terkonfirmasi, Kamis (8/10/2020).
Kemudian, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X disebut akan menyanggupi permintaan buruh terkait penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Sikap Sultan muncul setelah menerima perwakilan buruh, Kamis (8/10/2020).
Sri Sultan disebut akan meyurati Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan penolakan buruh terhadap Omnibus Law.
"Aspirasi dari warga masyarakat khususnya buruh/pekerja, saya sanggupi dengan surat yang akan ditandatangani Gubernur sebagai respons dari aspirasi mereka (penoalakan Omnibus Law)," kata Sultan.
Hal senada juga dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan keluar dan menemui demonstran yang menolak pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, Kamis (8/10/2020).
Anies datang bersama Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana dan Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman.
Didepan massa, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku bakal meneruskan aspirasi mahasiswa yang berunjuk rasa menolak omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja ke pemerintah pusat.
Anies bilang, aspirasi tersebut akan disampaikan Jumat (9/10/2020) esok hari dalam sebuah pertemuan.
"Besok akan kita lakukan pertemuan itu. Jadi apa yang tadi disampaikan besok akan diteruskan dan teman-teman sekalian ingatlah bahwa yang namanya menegakkan keadilan kewajiban kita semua dan anda semua sedang menegakan keadilan," ucapnya.
Di Sumatera Barat, Gubernur Irwan Prayitno menyurati DPR RI yang berisi aspirasi buruh menolak Omnibus Law Cipta Kerja, Kamis (8/10/2020).
Surat itu ditandatangani langsung oleh Irwan Prayitno, dan diterbitkan tanggal 8 Oktober 2020.
Dalam surat bernomor 050/1422/Nakertrans itu, Irwan Prayitno menyampaikan bahwa pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja oleh DPR RI pada 5 Oktober 2020 mendapat penolakan oleh Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Sumatera Barat.
"Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menyampaikan aspirasi dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang menyatakan menolak disahkannya Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja dimaksud," terang Irwan Prayitno dalam surat tersebut.
Tak hanya di level Gubernur, aspirasi demonstran terhadap penolakan Omnibus Law juga disampaikan oleh beberapa bupati/walikota seperti; Bupati Bandung Dadang M. Nasseer, Bupati Bandung Barat Aa Umbara, Walikota Bandung Oded Muhammad, Wali Kota Sukabumi Ahmad Fahmi, Bupati Subang H Ruhimat, Bupati Garut Rudi Gunawan, Bupati Tegal Umi Azizah, Bupati Limapuluh Kota Irefendi Arbi, dan Wali Kota Malang Sutiaji.
Selain eksekutif daerah, organ legislatif daerah yakni DPRD juga ikut menampung aspirasi demonstrasi penolakan Omnibus Law ini. Ada kurang lebih belasan DPRD Kabupaten/Kota yang ikut menolak dan menyampaikan aspirasi ke pemerintahan Jokowi diantaranya; Purwakarta, Bandung, Tasikmalaya (Jawa Barat); Kudus (Jawa Tengah), Bojonegoro, Sidoarjo, Tuban (Jawa Timur), Bontang (Kaltim); Sumbawa (NTB), Bulukumba (Sulawesi Selatan) dan Pasaman Barat (Sumbar).
Di tingkat Provinsi, ada empat DPRD yang bersuara sama yakni Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Bengkulu dan Nusa Tenggara Barat.
(*/tibunnewswiki/ kompas.com/ wartakotallive/ tribunmanado/ serambinews/ bangkapos)