Horizzon
Protokol Basa-basi
Beberapa orang bahkan dengan tegas menjawab alasan mengenakan masker untuk menghindari razia masker
SEBAGAI catatan awal peristiwa ini bukan terjadi di Pangkalpinang atau Bangka Belitung, melainkan terjadi tak jauh dari jantung republik ini, yaitu Bekasi.
Adalah sebuah resepsi pernikahan antara Lukman dan Qian yang sejak proses lamaran beberapa waktu dihelat dengan menerapkan protokol kesehatan. Bahkan mulai dari acara lamaran, lokasi sengaja dipilih di rumah makan dan tidak di rumah calon pengantin wanita.
Alasannya jelas, rumah makan memiliki venue lebih luas sehingga memungkinkan semua tamu yang hadir bisa menjaga jarak sesuai anjuran protokol kesehatan.
Betul memang, sejak acara lamaran tamu dari pihak calon pengantin pria saat memasuki lokasi acara diwajibkan cuci tangan. Semua rombongan juga dilakukan scan suhu dengan menggunakan thermo gun. Bahkan meski sudah mengenakan masker, seluruh rombongan diberi face shield.
Pembawa acara yang memandu seluruh rangkaian acara juga cukup rajin mengingatkan agar seluruh tamu berikut tuan rumah tetap menjaga protokol kesehatan. Beberapa kali pembawa acara mengingatkan agar semua tetap mengenakan masker.
Tak banyak tamu hadir di acara tersebut saat acara lamaran. Berbeda dengan saat resepsi pernikahan yang digabung dengan proses ijab kabul sebelumnya. Kali ini acara yang juga digelar di lokasi yang sama dengan saat acara lamaran, tamu yang hadir jauh lebih banyak.
Selain pihak keluarga, pengantin dan keluarga juga ingin merayakan kebahagiaan tersebut bersama teman-teman dan kolega. Dan lagi-lagi, protokol kesehatan diterapkan. Seluruh tamu yang hadir diwajibkan cuci tangan, dipastikan mengenakan masker dan semuanya harus lolos scan suhu yang dilakukan di pintu masuk.
Saat proses ijab kabul, baik pengantin pria, naib, wali nikah, dan para saksi yang duduk di kursi depan mengenakan sarung tangan. Khusus untuk wali nikah dan calon pengantin pria mengenakan face shield karena harus membacakan ikrar nikah dan ijab kabul.
Acara ini berjalan dengan lancar. Namun tidak demikian dengan tukang foto yang disewa khusus oleh wedding organizer termasuk orang lain yang paham akan foto. Saat-saat yang paling sakral di momen ini tidak ada yang bisa membekukan emosi kebahagiaan, baik emosi sang pengantin maupun keluarga lainnya.
Face shield yang menutupi wajah calon pengantin memang terbuat dari plastik bening sehingga tembus pandang. Namun bukan hal yang mudah mengambil gambar di situasi tersebut. Pantulan cahaya dari bahan face shield yang terbuat dari plastik membuat siapa pun fotografernya akan kesulitan menangkap air muka atau ekspresi siapa yang ada di balik plastik bening tersebut.
Sampai di situ semua berjalan biasa saja. Tidak ada yang mengeluh karena semua dilakukan demi protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah.
Namun kekecewaan justru datang begitu acara berganti di sesi foto. Seluruh protokol kesehatan yang sejak awal diterapkan tiba-tiba menjadi berantakan. Saat sesi foto inilah hampir semua orang tidak mengenakan masker atau setidaknya sengaja melepaskan masker saat lensa kamera tukang foto yang disediakan wedding organizer mengabadikan foto mereka.
Pembawa acara dengan lugas juga meminta kepada semua tamu yang berfoto untuk sesaat melepaskan masker. Inilah sebenarnya poin kelucuan dari semua yang telah berlangsung. Meski jika boleh jujur, sejak awal sudah banyak yang melepaskan masker sepanjang acara. Hanya pada acara-acara formal saja mereka mengenakan masker.
Bahkan pembawa acara sendiri ketika sedang tidak mengendalikan acara juga tak mengenakan face shield. Saat sedang jeda, wajahnya tampak telanjang. Baru saat berbicara di depan publik, ia kenakan lagi face shield.
Proses pernikahan Lukman dan Qian ini hanyalah salah satu contoh dari protokol basa-basi yang hampir terjadi di era pandemi ini. Bahkan tak jarang pejabat publik juga mengenakan masker saat nampang di depan kamera, sementara saat off air, mereka sama sekali tidak peduli dengan masker.