Pelanggan Berkurang dan Ditawar Murah, Kisah Getir PSK yang Banting Stir Jadi Penjual Ayam Geprek

Pas pandemi ini, satu juga kadang-kadang enggak [ada]. Tamu kan jarang datang ke sini, terus menawar

Editor: Iwan Satriawan
Darwinsyah/BangkaPos
Ilustrasi PSK 

Pilihan menjadi pekerja seks

Maya mengaku menjadi pekerja seks sejak usia 15 tahun. Saat itu, perempuan asal Jawa Barat ini diiming-imingi seorang teman bekerja di sebuah restoran di Jakarta.

Tapi yang dia hadapi justru melayani tamu-tamu di warung remang-remang. Awalnya ia menolak, tapi lama kelamaan diteruskan karena uang mudah didapat.

Dari sini ia bisa rutin mengirim uang ke kampung halaman dan membeli rumah untuk keluarganya.

"Akhirnya perjuanganku sebagai kakak enggak sia-sia. Aku bisa beli rumah buat orang tua. Biar pun aku SD doang, tapi adik-adik aku pada tinggi-tinggi sekolahnya. Gara-gara cari uang di sini," tutur Maya diselingi derai air mata.

Ia menceritakan kehidupan keluarganya, sebelum bekerja sebagai pekerja seks. Hidup di pinggiran kampung di Jawa Barat dengan rumah sewa satu ruangan yang digunakan untuk tidur bersama-sama. "Adik-adik pada digigitin tikus kakinya," katanya.

"Sekarang alhamdulilah adikku pada nyaman tidur. Ketawanya pada lepas, enggak kayak dulu-dulu. Dulu juga beli es krim pada enggak bisa," lanjut Maya.

Kemunculan pekerja seks baru

Maya yang belasan tahun berkecimpung sebagai pekerja seks berusaha untuk alih profesi menjadi pedagangan makanan.

Namun, kata dia, tak sedikit perempuan dari luar Jakarta mencoba mengadu nasib menjadi pekerja seks di ibu kota pada masa pandemi.

Kepada BBC News Indonesia, seorang pekerja seks yang baru sebulan tinggal di daerah ini, Rere—bukan nama sebenarnya—mengatakan, "Mau tidak mau, saya tidak ada uang untuk makan".

Rere mengaku diajak teman dari kampungnya di Jawa Tengah untuk bekerja di Jakarta sebagai pemasar produk (SPG). "Enggak tahunya sampai sini, SPG juga bisa, plus-plus juga bisa," kata ibu satu anak ini sambil menutup wajahnya tertawa geli.

Saat ini Rere mengalami kesulitan karena uang hasil kerja malamnya dibawa kabur temannya itu. Sementara, warung tempat ia mencari tamu tak bisa dibuka hingga pagi hari karena aturan pembatasan sosial.

"Kemarin kan saya coba di situ, tutup satu Minggu lebih, makanya bingung. Kerja malam saja susah setengah mati," kata Rere yang kini menumpang tinggal di antara rumah kontrakan.

Tak terjamah jangkauan bansos

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved