IRT Tewas Diterkam Buaya

Warga Cemas Banyak Serangan Buaya di Kolong Desa Ranggi Asam, Dicari Pawang Tangguh

Banyaknya kasus serangan buaya yang terjadi di Kolong Desa Ranggi Asam, Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat,  membuat warga cemas.

Penulis: Antoni Ramli | Editor: nurhayati
Kolase ist/Bangka Pos
Kolase dua buaya raksasa yang ditangkap warga Pangkalraya, Bangka. 

Ustaz Rozi tengah menjalani perawatan dan pemulihan di RS Provinsi Ir. Soekano Babel.

"Antara tahun 2017-2018 lalu juga terjadi penyerangan oleh buaya yang menimpa korban Muldi cuma korban selamat, terus di bulan november 2020 kemarin tu Ustaz Rozi,  sedang mandi disambar buaya juga . Sekarang lagi pemulihan di rumah sakit provinsi," ujar Faharudin

Buaya penyerang warga Selapan bernama Yati dan Ustaz Rozi diduga adalah buaya yag sama.

Buaya itu diduga telah menyeret Yati ke kolong berlainan kampung.

"Cuma kasus yang ini kan kejadian di tempat lain (Ranggi Asam Jebus-red),  cuma dibawa dan diseretnya ke kami (Kolong Telak Parittiga). Dalam artian kami curiga nanti buaya yang nerkam korban Muldi dan ustad Rozi itulah yang memangsa korban Yati ini, dia maen dan nyari mangsanya ke kolong Desa Ranggi Asam sana," ujarnya.

Yati Tewas Diterkam Buaya, Tubuhnya Ditemukan Tak Utuh

Evakuasi Jasat Yati, korban terkaman buaya di Jebus
Evakuasi Jasat Yati, korban terkaman buaya di Jebus (istimewa)

Tubuh Yati, korban yang tewas usai diterkam buaya dan diseret saat mandi di kolong Ranggi Asam, Desa Jebus, Kabupaten Bangka Barat, akhirnya ditemukan warga mengapung di kolong tersebut.

Sayangnya, saat ditemukan, tubuh wanita perantauan asal Selapan ini kondisinya sudah tidak utuh lagi.

Kades Desa Telak Faharudin, mengatakan saat ditemukan, sebagian organ tubuh Yati, seperti tangan dan kaki sudah tidak ada. Dugaan sementara, kedua organ tubuh Yati, tersebut telah di cabik dan dimakan sang reptil.

"Waktu diketemukan kondisinya sudah tidak utuh. Tinggal badan dan kepala saja. Tangan dan kakinya sudah tidak ada," ungkap Faharundin, Minggu (17/1/2021) sore.

Yati, merupakan pendatang asal Selapan, yang diketahui baru beberapa hari tinggal di wilayah Parittiga.

Usai di evakuasi, pihak keluarga membawa jasad Yati ke Kampung halaman Selapan, Palembang untuk dimakamkan.

"Setelah di evakuasi ke darat tadi, jasadnya langsung di jemput pihak keluarga untuk di bawa ke tempat asal Selapan," pungkasnya.

Sebelumnya, Yati, pendatang asal Selapan, yang sempat dikabarkan hilang, Sabtu (16/1/2021) usai diterkam dan diseret buaya saat mandi di kolong desa Ranggi Asam, Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat, akhirnya ditemukan.

Jasad Yanti, ditemukan warga sekitra dalam keadaan sudah tak bernyawa mengapung di Kolong Desa Telak, Kecamatan Parittiga, Kabupaten Bangka Barat,Minggu (17/1/2021) pagi tadi.

Kepala Desa Telak Faharudin, mengatakan jasad Yati ditemukan sekitar pukul 09.00 WIB tadi pagi dalam kondisi mengapung dan sudah tidak bernyawa.

"Korban ditemukan warga yang mau pergi ke sawit sekitar jam sembilan pagi tadi dalam kondisi sudah meninggal dunia. Hilangnya Sabtu sekitar jam delapan pagi kemarin," kata Faharudin kepada Bangkapos.com, Minggu (17/1/2021)

Menurut Faharudin, Yati hilang dan diterkam buaya saat mandi di kolong desa Ranggi Asam. Saat kejadian, Yati diketahui seorang diri.

Namun, sang anak sempat melihat sang reptil buas tersebut, menyeret Yati ke dasar kolong.

"Hilangnya waktu mandi di kolong Desa Ranggi, cuma mungkin diseret dan ketemunya di kolong Telak. Waktu turun mandi sendiri, cuma anaknya melihat saat di terkam buaya," bebernya.

Buaya Ganas Bawa Jasad Yati Keliling Kolong

Evakuasi Jasad Yati, korban sambaran buaya di Desa Telak. (Ist/Kades Telak) (istimewa)
Tak hanya memangsa dan mencabik cabik organ tubuh Yati saja, bak memberi isyarat, buaya pemangsa tersebut hampir dua jam membawa jasad Yati keliling kolong,  Desa Telak, Kecamatan Parittiga, Kabupaten Bangka Barat, Minggu (17/1/2021)

Kades Desa Telak , Kecamatan Parittiga,  Faharudin, mengatakan mulanya, secara kasat mata sang reptil dikira tengah memangsa dan menyeret seekor burung.

Namun setelah ditelaah lebih dekat,  rupanya yang diseret tersebut tubuh Yati,  yang sempat dikabarkan hilang saat mandi di kolong Desa Ranggi Asam, Kecamatan Jebus, Sabtu (16/1/2021) pagi kemarin.

"Kolongnya cukup besar, pertama kali buaya itu kayak memberi isyarat kalau yang dibawa dia itu tubuh manusia korban tadi. Awalnya dikira burung, ternyata manusia.  Habis itu diseret keliling kolong sekitar dua jamanlah," kata Faharudin,  Minggu (17/1/2021) sore tadi.

Menurut Faharudin, mulanya sang reptil enggan melepas jasad Yati.  Namun, beberapa kapal boat Wwarga Desa Ranggi, yang mencari keberadaan Yati, membuat sang reptil terkejut lalu membiarkan tubuh Yati mengapung begitu saja.

"Terakhir ada boat kawan kawan dari Desa Ranggi, setelah itu baru jasadnya bisa diambil.  Kalau tidak ada boat itu mungkin tidak akan dilepas oleh buaya itu,"  tegasnya.-- Baca edisi sebelumnya Kisah Yati Diterkam Buaya di Bangka Barat.

Buaya Ini Bersarang di Kolong Telak

Ternyata di daerah ini merupakan sarang buaya ganas. Bukan hanya satu warga yang jadi korbannya. Dalam waktu beberapa tahun terakhir sejumlah warga diserang sang predator.

Kejadian terkini, buaya menyerang Yati, perempuan asal Selapan Sumsel, saat korban mandi di Kolong Desa Ranggi Asam Jebus Bangka Barat, Sabtu (16/1/2021) kemarin.

Namun jenazah korban ditemukan di tempat lain, yaitu di Kolong Desa Telak Jebus Bangka Barat, keesokan harinya, Minggu (17/1/2021).

Diduga setelah menerkam korban, buaya kemudian menyeret jasad korban dari Kolong Ranggi ke Kolong Telak.

Sementara itu berdasarkan data yang berhasil dihimpun Bangkapos.com, menyebutkan, antara Tahun 2017-2018 silam, kawanan reptil buas tersebut juga pernah menyerang korban bernama Muldi, yang saat itu juga sedang mandi di kolong serupa.

November 2020 lalu, kawanan reptil buas tersebut juga kembali menyerang warga lain, yaitu Ustad Rozi. Bahkan saat ni Ustad Rozi masih menjalani perawatan dan pemulihan di Rumah Sakit Provinsi Bangka Belitung (Babel).

"Antara Tahun 2017-2018 lalu juga terjadi penyerangan oleh buaya yang menimpa korban Muldi, cuma korban selamat. Terus di Bulan November 2020 kemarin, korbannya Ustad Rozi, ketika itu sedang mandi disambar juga.
Sekarang lagi pemulihan di Rumah Sakit Provinsi (Babel)," kata Kades Desa Telak , Kecamatan Parittiga,  Faharudin, Minggu (17/1/2021)

"Cuma kasus yang ini kan kejadian di tempat lain (korban disambar di Kolong Ranggi Asam Jebus -red),  cuma jasad korban diseret hingga ke kami (Kolong Desa Telak Parittiga)," kata Fahrudin.

"Dalam artian, kami curiga, nanti (jangan-jangan -red) buaya yang nerkam korban Muldi dan ustad Rozi itulah yang memangsa korban Yati ini, dia main dan nyari mangsanya ke Kolong Desa Ranggi Asam sana," tambah Fahrudin.

Rusaknya DAS 

Saat pihak Alobi Bangka Belitung bersama BKSDA Resort Babel dan Satgas Pramuka melakukan evakuasi buaya di Sungai Upang, Tanah Bawah, Puding Besar, Bangka
Saat pihak Alobi Bangka Belitung bersama BKSDA Resort Babel dan Satgas Pramuka melakukan evakuasi buaya di Sungai Upang, Tanah Bawah, Puding Besar, Bangka (Ist/Alobi Babel)

Ketua Yayasan Konservasi Pusat Penyelamatan Satwa Alobi Foundation Bangka Belitung, Langka Sani mengatakan kerusakan daerah aliran sungai (DAS) atau kerusakan habitat hidup buaya menjadi faktor utama konflik antar manusia dan buaya.

"Di Kepulauan Bangka Belitung kita ketahui sendiri bahwa sangat sulit sekali menemukan daerah aliran sungai (DAS) yang belum terjamah oleh aktivitas pertambangan ilegal," ungkapLangka, Senin (17/1/2021).

Padahal, diakuinya juga hampir seluruh konflik buaya dan manusia terjadi rata-rata ada tambang yang sedang aktif maupun bekas tambang timah.

"Akibat pertambangan ini, daerah aliran sungai kita menjadi rusak, tercemar dan keruh. Selain menganggu kehidupan buaya, dan juga menghilangkan makhluk yang hidup di sungai termasuk makanan alami buaya. DAS tercemar ini akibat pertambangan ilegal ini berdampak signifikan dengan lingkungan, ekosistem dan konflik buaya," kata Langka.

Kerusakan habitat buaya ini menyebabkan juga, buaya keluar dari tempat hidupnya, merangkak ke area pemukiman warga.

Beberapa waktu lalu, buaya betina bahkan pernah bertelur di area TPI Ketapang dan langsung diselamatkan oleh PPS Alobi Bangka Belitung.

"Jadi kemarin itu, kita ada serahan buaya betina dengan telurnya. Kebetulan buaya betina itu bertelur tidak jauh dari jalan raya. Jadi ditangkap masyarakat karena menganggu. Yang pasti ini tidak wajar lagi, karena habitatnya terganggu mau tidak mau mereka bertelur di luar habitatnya," jelas Langka.

Keberadaan buaya yang tak berada dihabitat ini juga bisa terjadi karena penyebaran buaya dikarenakan aliran sungai yang tak tentu arah.

"Misalnya ada banjir, apalagi di musim saat ini, jadi anak buaya yang panjangnya 17-18 cm bisa kebawa arus kapan pun, intinya karena kehancuran habitat. Ditakutkan itu jadi boom waktu, kalau tidak diselesaikan permasalahaan ini," kata Langka.

PPS Alobi Babel saat ini terdata sedang merehabilitasi sekitar 32 ekor buaya dengan biaya makan kisaran ratusan ribu per hari.

Kuota buaya yang dapat ditampung hanya 35 ekor, bila sudah melebihi kapasitas ini masih diupaya solusinya.

"Bila penuh, yang jelas belum ada solusi untuk ke depan ini, jadi PR. Karena kasus demi kasus konflik dengan buaya ini, kita dari Alobi dan BKSDA berharap semua pihak khususnya pemerintah untuk mencari solusi bersama menyelesaikannya," harap Langka.

( Bangkapos.com/ Anthoni Ramli / Cici Nasya Nita/ Dedy Qurniawan )

Sumber: bangkapos.com
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved