BPJS Kesehatan

Fakta-fakta Iuran BPJS Kesehatan Turun dan Kelas Rawat Inap Berubah, Kapan Dimulai?

Pemerintah akan menghapus penerapan kelas 1,2 dan 3 untuk perawatan pasien peserta BPJS Kesehatan secara bertahap mulai tahun 2023.

Editor: fitriadi
Dokumentasi BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan 

BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Tarif iuran dan kelas perawatan pasien peserta BPJS Kesehatan saat ini masih menerapkan aturan lama.

Artinya, belum ada perubahan apapun tentang besaran tarif iuran dan pengaturan kelas tempat rawat inap pasien.

Pemerintah akan menghapus penerapan kelas 1,2 dan 3 untuk perawatan pasien peserta BPJS Kesehatan secara bertahap mulai tahun 2023.

Kelas untuk tempat perawatan pasien peserta BPJS Kesehatan nantinya tidak lagi terbagi dalam 3 kelas, tapi akan menjadi kelas standar untuk 2 kategori peserta.

Dua peserta BPJS Kesehatan tersebut adalah peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non PBI.

Baca juga: Potret Hot Mom Dianna Dee Dibalut Dress Ketat, Bulu-bulu Hitam di Area Bawah Jadi Sorotan

Baca juga: Berapa Menit Normalnya Durasi Saat Berhubungan Intim? Begini Penjelasan Seksolog Zoya Amirin

Baca juga: Nyaris Tanpa Busana, Malam Pertama Pengantin Pria Ini Berakhir di Rumah Sakit, Polisi Turun Tangan

Tahun 2022 ini perubahan penerapan kelas perawatan ini baru akan diujicoba di beberapa rumah sakit yang sudah memenuhi standar.

Kebijakan ini akan mulai diimplementasikan secara bertahap pada 2023, dan akan diterapkan diseluruh rumah sakit pemerintah maupun swasta pada 2024 mendatang.

Mengutip Kompas.com, Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf membantah adanya penghapusan kelas-kelas rawat inap yang akan diterapkan secara bertahap mulai 2022.

Iqbal menjelaskan kelas-kelas rawat inap di rumah sakit untuk peserta BPJS Kesehatan masih tetap ada.

"Pelayanan masih seperti sedia kala. Belum ada yang berubah," kata Iqbal, Senin (13/12/2021).

Hanya saja, kata Iqbal, ada perbedaan fasilitas medis bagi peserta penerima bantuan iuran (PBI) ataupun non-PBI.

Hal ini diatur di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Rujukan Kelas Rumah Sakit

Pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak akan menghapus rujukan kelas rumah sakit.

Melainkan, hanya ingin menyederhanakan sistem rujukan berjenjang.

Sehingga, kelas rawat inap 1,2 dan 3 akan disederhanakan menjadi kelas tunggal atau dikenal dengan istilah Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

Baca juga: Video 15 Detik Gisel Goyang #Semongko Masih Ramai Like dan Komentar

Baca juga: Suami Tugas Luar Kota, Istri Berzina dengan Pak Kades di Kampungnya Lalu Digerebek dan Diarak Warga

Baca juga: INILAH Samsung Galaxy S22 Series, Spesifikasi dan Harganya Bocor Jelang Release Date 9 Februari 2022

Informasi tersebut dikonfirmasi oleh Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Asih Eka Putri melalui keterangan tertulisnya kepada Tribunnews.com, Jumat (28/1/2022).

"Yang dihapus bukan rujukan kelas rumah sakit."

"Yang benar adalah penghapusan kelas rawat inap 1,2,3 menjadi kelas tunggal yang terstandarisasi berdasarkan 12 kriteria," jelas Asih Eka.

Sejalan dengan itu, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyebut pihaknya akan melakukan uji coba penggunaan kelas rawat inap standar (KRIS) bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan, tahun 2022.

Ini, kata Ali Ghufron, dilakukan agar mutu dan proses layanan BPJS Kesehatan terjaga baik meski diterapkan kelas standar.

"Dalam proses penyusunan harus memperhatikan paling utama kepentingan dari peserta. Jangan sampai standardisasi menurunkan mutu dan proses-proses di BPJS Kesehatan."

"Rujukan berjenjang itu harus kita perbaiki jangan sampai terlalu banyak itu bisa kita kurangi sehingga pasien lebih enak begitu," kata Ali Ghufron dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IX DPR RI di Jakarta, Selasa (25/1/2022).

Kendati demikian, skema rujukan pasien BPJS Kesehatan pada penerapan kelas standar masih dalam pembahasan.

"Kalau tidak pakai rujukan jelas jebol. (Seperti) di Inggris dan Australia seperti itu, itu yang istilahnya ekonominya cukup lumayan dan penduduk jauh lebih kecil dari kita," lanjut Ali Ghufron.

Diterapkan Penuh Tahun 2024

Sebelumnya, kelas standar bagi peserta JKN BPJS Kesehatan bakal mulai diterapkan secara penuh di seluruh rumah sakit di Indonesia pada tahun 2024 mendatang.

Baca juga: Satpam, Sopir, OB hingga Petugas Kebersihan di Instansi Pemerintah Jadi Outsourcing, Berapa Gajinya?

Baca juga: Tak Perlu Ribet, Ini Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan Via Autodebet, Tinggal Potong Saldo di Rekening

Baca juga: Tak Perlu Ribet, Ini 2 Cara Cetak Kartu BPJS Kesehatan yang Rusak

Sementara, untuk awal tahun 2022, penerapan KRIS JKN masuk dalam tahap mempersiapkan dan akan mulai melakukan uji coba KRIS JKN bersama dengan Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan.

Adapun pada tahun 2023, KRIS JKN bakal mulai diterapkan di rumah sakit umum daerah (RSUD) dan rumah sakit swasta.

Pada 2024 seluruh rumah sakit pemerintah maupun swasta di Indonesia ditargetkan sudah menerapkan KRIS JKN.

Persyaratan Ruang Rawat Inap KRIS JKN

Saat ini pemerintah bersama Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan BPJS Kesehatan masih terus mempersiapkan segala hal terkait rencana pemberlakuan KRIS JKN.

Satu di antara persiapan yang tengah dilakukan adalah persiapan ruangan rawat inap pasien.

Ada 12 kriteria ruang tempat perawatan pasien peserta BPJS Kesehatan dalam penerapan KRIS JKN. 

Adapun kriteria tersebut yakni:

  • Bahan bangunan di rumah sakit tidak memiliki porositas yang tinggi
    Ventilasi udara
  • Pencahayaan ruangan
  • Kelengkapan Tempat Tidur (TT)
  • Tersedia nakes 1 buah per TT
  • Dapat mempertahankan dengan stabil suhu ruangan 20-26 derajat celsius
    Ruangan terbagi jenis kelamin, usia, jenis penyakit
  • Kepadatan ruang rawat dan kualitas
  • Tirai atau Partisi rel dibenamkan atau menempel plafon bahan tidak berpori
  • Kamar mandi di dalam ruangan inap
  • Kamar mandi sesuai standar aksesbilita
  • Outlet oksigen.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Iene Muliati memaparkan dalam Raker bersama Komisi IX bahwa, untuk pelaksanaan kebijakan KRIS JKN di tahun 2022 diantaranya, penyiapan peraturan pelaksana dan uji publik. Kemudian harmonisasi revisi peraturan pelaksana.

"Kami dengan Kemenkes dan BPJS mulai melakukan pemetaan dan melakukan rencana uji coba KRIS JKN. Rencana kami akan lihat dari data BPJS dan Kemenkes dari hasil self assessment apakah nanti dari provinsi atau berdasar mana RS yang sudah siap," jelas Iene Muliati dikutip dari Kontan.co.id pada Kamis 927/1/2022).

Menghindari Defisit

Dilansir Tribunnews.com, pemerintah melalui Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin akan melakukan monitoring layanan agar BPJS Kesehatan tidak mengalami defisit.

Juga tentunya untuk menghindari adanya potensi fraud atau kecurangan.

"Kita akan secara tahunan melakukan pengendalian dan monitoring terhadap layanan yang ekstensif dan berpotensi fraud."

"Hal ini bertujuan agar bisa melakukan efisiensi sehingga dananya kita bisa alokasikan untuk hal-hal lain dan mencegah BPJS untuk menjadi defisit," ucap Budi, Selasa (25/1/2022).

Seperti halnya dapat dialihkan ke puskesmas atau Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

"Sebagian ada yang dapat dilakukan di FKTP dikarenakan fungsinya Puskesmas kan sebenarnya adalah untuk skrining dan tindakan-tindakan yang sifatnya lebih preventif dan promotif."

"Hal ini dilakukan agar dana dari BPJS bisa kita alokasikan untuk benar-benar yang membutuhkan layanan BPJS," jelas Budi.

2 Kelompok Peserta BPJS Kesehatan

Adapun kelompok kepesertaan BPJS Kesehatan terbagi menjadi penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (PBI JK) dan bukan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan.

Melansir laman resmi JKN Kemenkes, PBI JK adalah peserta BPJS Kesehatan yang dikelompokkan menjadi fakir miskin dan orang tidak mampu. Berikut penjelasannya:

1. Fakir miskin

Orang yang sama sekali tidak punya sumber mata pencaharian, atau mempunyai sumber mata pencaharian, tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.

2. Orang tidak mampu

Orang yang mempunyai sumber mata pencaharian, gaji atau upah, namun hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak, atau tidak mampu membayar iuran jaminan kesehatan bagi dirinya dan keluarganya.

Sementara itu, kelompok bukan PBI jaminan kesehatan adalah peserta BPJS Kesehatan yang dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu:

1. Pekerja Penerima Upah (PPU) dan anggota keluarganya, mencakup:

a. PNS
b. Anggota TNI/Polri
c. Pejabat negara
d. Pegawai pemerintah non pegawai negeri
e. Pegawai swasta
f. Pekerja di luar poin a-e yang menerima upah

2. Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan anggota keluarganya, mencakup:

a. Pekerja di luar hubungan kerja
b. Pekerja mandiri

3. Bukan pekerja dan anggota keluarganya, mencakup:

a. Investor
b. Pemberi kerja
c. Penerima pension
d. Veteran
e. Perintis kemerdekaan
f. Bukan pekerja di luar poin a-e yang mampu membayar iuran

Adapun iuran bagi peserta PBI JK dibayar oleh pemerintah. Sementara iuran bagi peserta bukan PBI dibayarkan pemberi kerja sesuai ketentuan, atau dibayarkan peserta sesuai besaran pada masing-masing kelas BPJS Kesehatan yang dipilih.

Dapatkan artikel menarik lainnya di Google News Bangka Pos, klik: Bangkapos.com

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Rina Ayu)(Kompas.com/Ade Miranti Karunia/Kompas TV)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved