Konflik Rusia dan Ukraina
Indonesia Pilih Abstain, Inilah Negara yang Dukung dan Tolak Penangguhan Rusia dari Dewan HAM PBB
Indonesia memilih abstain dan menganggap perlu digelarnya penyelidikan independen, komprehensif, dan objektif
Penulis: Iwan Satriawan CC | Editor: Iwan Satriawan
BANGKAPOS.COM- Indonesia bersama 57 negara memilih absatain dalam pemungutan suara Majelis Umum PBB untuk memilih untuk membekukan atau menangguhkan Rusia dari Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atas tuduhan pelanggaran HAM terhadap warga sipil oleh tentara Rusia di Ukraina, Kamis (7/4/2022).
Dalam voting tersebut, sebanyak 93 negara mendukung resolusi, 24 negara menentang, dan 58 negara memilih abstain.
Menurut sumber resmi PBB, Indonesia memilih abstain dan menganggap perlu digelarnya penyelidikan independen, komprehensif, dan objektif.
Dalam pidato di Majelis Umum PBB, juru bicara Indonesia menyatakan bahwa Indonesia tidak menganggap enteng laporan pelanggaran HAM berat dan sistemik, serta pelecehan HAM terhadap warga sipil di Ukraina, termasuk laporan terbaru dari Bucha.
Untuk itu, menurut Indonesia, Dewan HAM PBB harus terus fokus pada masalah tersebut, dan mendukung permintaan Sekjen PBB untuk melaksanakan penyelidikan yang menyeluruh dan independen.

Indonesia mendukung pembentukan komisi penyelidikan internasional yang independen oleh Dewan HAM PBB. Namun Indonesia menekankan, komisi penyelidikan tersebut harus mendapat dukungan serta akses penuh agar bisa bekerja secara transparan dan objektif.
Indonesia juga meminta uji kelayakan tanpa prasangka. Pun, meminta agar tidak ada prasangka buruk terhadap komisi penyelidik yang dibentuk.
Rusia adalah negara kedua yang hak keanggotaannya dicabut di Dewan HAM PBB, yang didirikan pada 2006. Pada 2011, majelis umum PBB membekukan Libya.
Pemungutan suara hari Kamis menghasilkan 93 negara mendukung dibekukannya keanggotaan Rusia, 24 negara menolak, dan 58 negara abstain.
Hasil itu jauh lebih rendah daripada suara pada dua resolusi yang diadopsi majelis bulan lalu, yang menuntut gencatan senjata segera di Ukraina, penarikan semua pasukan Rusia dan perlindungan bagi warga sipil. Kedua resolusi tersebut disetujui oleh setidaknya 140 negara.
Duta Besar AS Linda Thomas-Greenfield meluncurkan kampanye untuk menangguhkan Rusia dari kursinya di Dewan HAM PBB yang beranggotakan 47 negara.
Ini setelah video dan foto jalanan di kota Bucha, Ukraina, yang dipenuhi dengan mayat-mayat yang tampak seperti warga sipil, beredar setelah tentara Rusia mundur dari sekitar ibu kota Kiev.
Pembantaian Bucha memicu kemarahan global dan seruan untuk sanksi yang lebih keras terhadap Rusia. Rusia sendiri membantah pasukannya bertanggung jawab atas pembunuhan warga sipil tersebut.
Sementara itu, hampir setengah dari 193 negara anggota PBB mendukung resolusi tersebut. Lebih dari setengahnya memilih menentang, abstain atau tidak memilih.
Beberapa negara yang tidak mendukung resolusi, menjelaskan keputusan mereka. Resolusi itu disebut prematur, dan bahwa ada penyelidikan yang tengah berlangsung tentang apakah kejahatan perang telah terjadi.
Mereka juga mengatakan resolusi itu akan merusak kredibilitas Dewan HAM dan PBB.
Yang lainnya menyebut resolusi itu mencerminkan agenda geopolitik Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Juga, merupakan kemunafikan Barat dan kemarahan selektif tentang hak asasi manusia.
Sebelum pemungutan suara, Duta Besar Ukraina untuk PBB Sergiy Kyslytsya mendesak anggota majelis untuk menjaga Dewan HAM agar tidak “tenggelam” dan menangguhkan Rusia.
Ia mengatakan Rusia telah melakukan “pelanggaran dan pelanggaran hak asasi manusia yang mengerikan yang akan disamakan dengan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.”
Wakil Duta Besar Rusia Gennady Kuzmin mendesak anggota untuk memilih “tidak.”
"Apa yang kita lihat hari ini adalah upaya AS untuk mempertahankan posisi dominan dan kontrol totalnya," katanya. “Kami menolak tuduhan tidak benar terhadap kami, berdasarkan peristiwa yang dipentaskan dan palsu yang beredar luas.”
Dalam seruan kepada beberapa negara anggota sebelum pemungutan suara, Rusia mengatakan, upaya untuk mengeluarkannya dari Dewan HAM PBB bersifat politis dan didukung oleh negara-negara yang ingin mempertahankan posisi dominan dan kontrol mereka atas dunia.
Negara-negara itu, kata diplomat Rusia Vasily Nebenzya di Majelis Umum PBB, ingin melanjutkan “politik neo-kolonialisme hak asasi manusia” dalam hubungan internasional. Nebenzya bersikeras, prioritas negaranya adalah untuk mempromosikan dan membela hak asasi manusia, termasuk secara multilateral di Dewan HAM PBB.
Berbasis di Jenewa, para anggota Dewan HAM PBB dipilih oleh Majelis Umum untuk masa jabatan tiga tahun. Masa jabatan Rusia berakhir pada Desember 2023.
Resolusi Maret 2006 yang membentuk Dewan HAM PBB mengatakan, majelis umum dapat menangguhkan hak keanggotaan suatu negara “yang melakukan pelanggaran berat dan sistematis terhadap hak asasi manusia.”
Resolusi singkat yang telah disetujui itu mengungkapkan “keprihatinan besar atas krisis hak asasi manusia dan kemanusiaan yang sedang berlangsung di Ukraina, khususnya atas laporan pelanggaran dan pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran hukum humaniter internasional oleh Federasi Rusia, termasuk pelanggaran berat dan sistematis dan pelanggaran hak asasi manusia.”
Majelis Umum memberikan suara 140-5 dengan 38 abstain pada 24 Maret pada resolusi menyalahkan Rusia atas krisis kemanusiaan di Ukraina.
Majelis Umum juga mendesak gencatan senjata segera dan perlindungan bagi jutaan warga sipil dan rumah, sekolah, dan rumah sakit penting untuk kelangsungan hidup mereka.
Pemungutan suara itu hampir persis sama dengan resolusi 2 Maret yang diadopsi majelis yang menuntut gencatan senjata Rusia segera, penarikan semua pasukannya, dan perlindungan bagi semua warga sipil. Hasil pemungutan suara itu adalah 141-5 dengan 35 abstain.
China abstain dalam kedua pemungutan suara majelis umum sebelumnya. Namun, kali ini China memilih menentang penangguhan Rusia dari Dewan HAM PBB.
“Langkah tergesa-gesa di Majelis Umum, yang memaksa negara-negara untuk memilih pihak, akan memperburuk perpecahan di antara negara-negara anggota dan membuat konfrontasi makin intensif antara pihak-pihak terkait,” kata Duta Besar China Zhang Jun.
“Ini seperti menambahkan bahan bakar ke dalam api.”
Sementara itu, India abstain untuk ketiga kalinya. Duta Besar India T. S. Tirumurti mengatakan, negaranya tidak memihak -- kecuali “memihak perdamaian dan untuk segera mengakhiri kekerasan.”
“Ketika nyawa manusia yang tidak bersalah dipertaruhkan, diplomasi harus menang sebagai satu-satunya pilihan yang layak,” tambahnya.
Dilansir dari kompas.com, berikut daftar negara yang mendukung
Argentina
Australia
Bahama
Belgia
Bosnia-Herzegovina
Bulgaria
Kanada
Chad
Chile
Kolombia
Komoro
Kosta Rika
Pantai Gading
Kroasia
Siprus
Ceko
Republik Demokratik Kongo
Denmark
Dominica
Republik Deminica
Ekuador
Estonia
Fiji
Finlandia
Perancis
Georgia
Jerman
Yunani
Grenada
Guatemala
Haiti
Honduras
Hungaria
Islandia
Irlandia
Israel
Italia
Jamaika
Jepang
Kenya
Kiribati
Latvia
Liberia
Libya
Lichtenstein
Lituania
Luksemburg
Malawi
Malta
Kepulauan Marshall
Mauritius
Micronesia
Monaco
Montenegro
Myanmar
Nauru
Belanda
Selandia Baru
Makedonia Utara
Norwegia
Palau
Panama
Papua Nugini
Paraguay
Peru
Filipina
Polandia
Portugal
Korea Selatan
Moldova
Romania
Saint Lucia
Samoa
San Marino
Serbia
Seychelles
Sierra Leone
Slovakia
Slovenia
Spanyol
Swedia
Swiss
Timor Leste
Tonga
Turki
Tuvalu
Ukraina
Inggris
AS
Uruguay
Daftar negara yang menolak
Algeria
Belarus
Bolivia
Burundi
Rep Afrika Tengah
China
Kongo
Kuba
Korea Utara
Eritrea
Etiopia
Gabon
Iran
Kazakhstan
Kyrgystan
Laos
Mali
Nikaragua
Rusia
Suriah
Tajikistan
Uzbekistan
Vietnam
Zimbabwe
Daftar negara yang abstain
Angola
Bahrain
Bangladesh
Barbados
Belize
Bhutan
Botswana
Brasil
Brunei Darussalam
Cape Verde
Kamboja
Kamerun
Mesir
El Salvador
Eswatini
Gambia
Ghana
Guinea-Bisaau
Guyana
India
Indonesia
Irak
Yordania
Kuwait
Lesotho
Madagaskar
Malaysia
Maladewa
Meksiko
Mongolia
Mozambik
Namibia
Nepal
Niger
Nigeria
Oman
Pakistan
Qatar
Saint Kitts-Nevis
Saint Vincent
Arab Saudi
Senegal
Singapura
Afrika Selatan
Sudan Utara
Sri Lanka
Sudan
Suriname
Thailand
Togo
Trinidad-Tobago
Tunisia
Uganda
Uni Emirat Arab (UEA)
Tanzania
Vanuatu
Yaman
(kompas.tv/kompas.com)