Inilah Sejarah Asal Usul THR di Indonesia, Pemberiannya untuk PNS Sempat Ditentang PKI
Tunjangan Hari Raya (THR) adalah pendapatan nonupah yang wajib dibayarkan pemberi kerja kepada pekerja menjelang hari raya keagamaan di Indonesia.
Penulis: Nur Ramadhaningtyas | Editor: Dedy Qurniawan
Aturan mengenai pemberian THR PNS pada saat itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1954 tentang Pemberian Persekot Hari Raja kepada Pegawai Negeri.
Sesuai aturan pemerintah saat itu, THR hanya berlaku untuk PNS, bukan pekerja swasta.
Kebijakan tersebut rupanya ditentang keras oleh kaum buruh, terutama organisasi buruh yang terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Para penentang berargumen, THR yang hanya diberikan kepada pamong praja sebagai tindakan tidak adil.
Padahal, mereka juga sama-sama bekerja, baik di perusahaan swasta maupun perusahaan negara.
Sebagai bentuknya maka 13 Februari 1952 kaum buruh menggelar aksi mogok kerja.
Sayangnya tuntutan ini tidak diterima oleh Pemerintahan Kabinet Soekiman.
Pada 13 Februari 1952, para buruh melakukan protes dengan mogok kerja dan menuntut pemerintah memberikan uang THR bagi para buruh.
Pada saat itu awalnya pemerintah masih mengabaikan suara buruh.
Baca juga: Segini Besaran THR yang Diterima Jokowi dan Maruf Amin, Enggak Dapat Bonus 50 Persen
Akan tetapi, SOBSI terus berjuang meminta buruh mendapat THR sebesar satu bulan gaji.
Aturan mengenai besaran dan skema THR secara lugas baru diterbitkan pemerintah pada tahun 1994 yakni lewat Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja swasta di perusahaan.
Lewat peraturan ini, pemerintah mewajibkan semua perusahaan untuk memberi THR kepada pekerja yang telah bekerja minimal tiga bulan kerja.
Kebijakan itulah yang kemudian menjadi cikal-bakal kebijakan THR hingga saat ini.
(Bangkapos.com/Nur Ramadhaningtyas)