Militer dan Kepolisian
Murah Tapi Mematikan, Inilah Bayraktar TB 2, Elang Tempur Turki yang Jadi Andalan Ukraina
”Murah, tapi mematikan” adalah julukan yang banyak diberikan kepada Bayraktar TB 2 oleh media-media Barat
Sejumlah video yang bertebaran di media sosial menunjukkan bagaimana Bayraktar menembakkan rudal berpemandu menuju sasaran dan meledakkannya berkeping-keping.
Memang, bagaimanapun kapasitas tempur drone ini kalah jauh dibandingkan dengan drone kelas kakap, seperti MQ-1 Predator dan MQ-9 Reaper milik AS, atau Chengdu Pterodactyl-1 milik China yang memiliki ”gengsi” di atas Bayraktar TB 2.
Meski sama-sama masuk dalam kelas MALE (medium altitude long endurance), kapasitas angkut senjata, kecepatan jelajah, kemampuan optik surveilans, hingga beragam perangkat elektronik yang dimiliki TB 2 masih kalah daripada kompetitornya.
Tak hanya kapasitas tempur, Bayraktar TB 2 juga sangat murah dari segi harga per unit. Harga Bayraktar ”hanya” di bawah 2 juta dollar AS, sementara drone MQ-1B Predator AS berharga 20 juta dollar AS alias 10 kali lipat.
Bandingkan pula dengan drone Elbit Hermes 900 buatan Israel seharga 25 juta dollar AS atau drone besar Turki bernama Anka yang dihargai 100 juta dollar AS.
Namun, setelah battle proven, harga Bayraktar TB 2 diyakini akan naik berkali lipat dari sebelumnya.
Drone swasta
Bayraktar TB2 adalah drone yang sejak kelahirannya di 2014 sudah “disalahpahami”.
Meski tujuan awal pembuatan drone ini adalah untuk Angkatan Bersenjata Turki, namun sejumlah komponen pesawat ini ternyata semula diperuntukkan tujuan non militer alias dibuat untuk tujuan sipil.
Hal itu terungkap setelah ada embargo terhadap sejumlah komponen vital drone ini oleh negara barat pembuatnya karena penggunaan dalam perang Nagorno-Karabakh.
Pesawat kecil tak berawak ini sebelumnya mengandalkan mesin piston Rotax 912 produksi Austria dan alat optoelektronik (sensor FLIR) dari Wescam Kanada atau Hensoldt Jerman.
Karena dipakai untuk berperang, perusahaan Bombardier, pemilik Rotax, menangguhkan pengiriman mesin mereka karena mesin-mesin itu disertifikasi untuk penggunaan sipil saja.
Untunglah perusahaan Turki mampu berswasembada dalam pengadaan mesin-mesin penggerak rotor utama (diproduksi oleh perusahaan TEI) dan peralatan penginderaan optik sistem CATS FLIR (diproduksi oleh Aselsan) untuk Bayraktar.
Pada 6 November 2020, semua komponen yang diembargo barat telah diganti dengan produk alternatif yang diproduksi secara lokal meski sedikit kalah dalam kualitas.
Hal itu tampak ketika mayoritas pelanggan Baykar, termasuk Ukraina, Polandia, Maroko, dan Kuwait, menolak untuk membeli turret elektro-optik CATS Aselsan dan memilih untuk memesan Wescam MX-15D langsung dari Kanada.
Alasannya karena soal peningkatan berat dari 45 menjadi 61 kg, juga soal kinerja dan kompatibilitas dengan armada yang ada.
Adapun kualitas mesin rotor buatan perusahaan Turki tidak diganti karena tak mengecewakan, paling tidak jika dibandingkan kualitas drone Rusia Orlan-10, yang mesin penggeraknya dinilai berisik dan mudah diketahui musuh.
Selain itu alat optik drone Rusia itu juga dinilai ketinggalan zaman karena hanya memasangkan kamera generik SLR merk Canon yang biasa dipakai fotografer sipil, sesuai rilis dari pasukan Ukraina yang berhasil menjatuhkan Orlan-10.
Semua itu menunjukkan semakin berharganya sebuah drone dalam peperangan. Parachini, seorang peneliti militer Rand Corporation, mengatakan, tank adalah kunci pertempuran pada satu titik, tetapi sekarang drone mungkin menjadi sistem senjata yang lebih menentukan.
Bayraktar TB 2 telah membuktikan kemampuan tempur yang mumpuni.
Pesawat kecil tanpa awak itu telah andal meladeni terjangan alutsista tempur Rusia hingga bulan ketiga ini dan bertransformasi menjadi elang tempur Ukraina yang gagah. (LITBANG KOMPAS)