Wawancara Khusus Bangka Pos Group
Serahkan Uang Rp 50 Juta ke KPK, Suparlan: Saya Tidak Mau Menerima yang Bukan Hak Saya
Mantan Kepala Dinas PU Kota Pangkalpinang Suparlan Dulaspar blak-blakan terkait penyerahan uang Rp 50 juta ke KPK.
Penulis: Cepi Marlianto | Editor: fitriadi
BANGKAPOS.COM, BANGKA - Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Pangkalpinang, Suparlan Dulaspar mendatangi Polda Babel untuk berkonsultasi, Senin (30/5/2022).
Suparlan mengaku datang ke Polda untuk berkonsultasi terkait efek dari keputusannya menyerahkan uang Rp50 juta ke KPK.
Belakangan, keputusan Suparlan untuk menyerahkan uang tersebut ke KPK memang direspon beragam sehingga berita yang beredar justru jauh dari substansi.
Berikut penuturan Suparlan dalam wawancara khusus dengan Bangka Pos Group yang akan disajikan dalam dua seri:
Penyerahan uang Rp 50 juta yang saudara lakukan akhirnya menjadi polemik. Anda kemudian datang ke Polda Babel, apa yang saudara lakukan?
Saya awalnya datang ke Polda untuk menyerahkan barang bukti bahwa apa yang saya sampaikan adalah benar. Saya akan menyerahkan barang bukti rekaman pembicaraan saat uang tersebut diserahkan kepada saya.
Saya juga ingin konsultasi karena adanya beberapa pihak yang menyinggung perasaan saya terkait penyerahan uang Rp 50 juta ini ke KPK. Sejumlah media juga mengatakan bahwa saya adalah tukang bohong dan fitnah.
Selain itu, adakah niat untuk melaporkan pihak tertentu?
Iya ini juga terkait efek dari ramainya pemberitaan di media terkait uang Rp50 juta yang saya serahkan ke KPK. Ada yang menyudutkan saya dan mengatakan bahwa saya munafik.
Dia menyebut memang jadi Kepala Dinas PU itu tak pernah makan uang haram? Dia menyebut kalau dapat Rp50 juta dikembalikan, tetapi kalau menerima Rp5 miliar diam-diam.
Jadi selama ini saya dan keluarga saya ini dituduh menerima uang haram? Itu yang saya tidak terima dan akan saya laporkan.
Jadi begini, sebagai Kepala Dinas PU itu gaji dan tunjangan saya ada di tas Rp15 juta. Itu untuk ukuran Pangkalpinang sudah besar, tidak habis untuk makan sebulan.
Saudara sakit hati dikatakan menolak Rp 50 juta, tapi kalau Rp 5 miliar diam-diam diterima. Kalau misalnya saudara mendengar langsung ungkapan tersebut, saudara mau menjawab seperti apa?
Yang jelas tidak seperti itu. Berapapun yang dikasih kalau saya tidak mau ya tidak mau, ini soal harga diri.
Baca juga: Usai Datangi Polda Babel Terkait Kasus Gratifikasi, Ini Pernyataan Suparlan
Saya ini diajarkan menjadi orang jujur, lha kok saya dituduh sebagai tukang bohong, membuat fitnah dan sebagainya. Inilah yang saya persoalkan.
Menurut saudara, uang Rp50 juta itu secara kualitatif banyak atau sedikit?
Banyak lah. Gaji saya sekitar Rp15 juta per bulan, artinya uang itu setara dengan tiga bulan gaji. Namun saya sudah merasa tidak enak dengan uang tersebut sehingga saya memutuskan untuk tidak menerimanya.
Saudara dituduh banyak orang membuat gaduh dengan menyerahkan uang tersebut ke KPK. Memangnya, setelah menyerahkan uang tersebut ke KPK, anda cerita kepada siapa saja?
Saya menerima uang itu pada 29 Desember 2021 dan pada hari yang sama, langsung konsultasi melalui online dengan KPK untuk proses menyerahkannya.
Saat diberi nomor rekening penyerahan, saya juga langsung menyetorkannya ke KPK. Setelah saya setorkan uang tersebut, saya tidak cerita ke siapa-siapa, sehingga saya juga heran kenapa jadi heboh.
Sekali lagi saya tegaskan, saya menyerahkan uang tersebut murni inisiatif saya, tanpa ada campur tangan pihak lain. Jelang pensiun, saya hanya ingin mengembalikan uang yang memang bukan menjadi hak saya.
Ada yang menyebut, langkah menyerahkan uang ke KPK ini semata-mata untuk politik?
Saya juga heran diisukan melakukan itu karena akan mencalonkan diri sebagai Wakil Wali Kota 2024 nanti. Selama ini saya tidak pernah ngomong. Itu hanya prasangka orang.
Saya juga heran mengatakan apa yang saya lakukan untuk kepentingan saya di Pilkada, ini Pilkada yang mana?
Saya juga akan pensiun Juli tahun ini, kalau sudah pensiun siapa yang mau melirik saya. Juga perlu dicatat saya ini tidak punya partai, siapa lah saya ini kok dikaitkan dengan Pilkada.
Saya sama sekali tidak berpikir soal Pilkada 2024, meski saya juga tidak pernah tahu rahasia Allah.
Ada juga yang menganalisa, langkah ke KPK itu saudara lakukan lantaran sakit hati dirotasi dari posisi sebagai Kepala Dinas PU?
Itu analisa yang tidak berdasar. Uang itu diantarkan ke saya pada 29 Desember 2021, saat itu saya masih menjabat sebagai Kepala Dinas PU.
Saat menolak uang tersebut, kepada anak buah yang mengantarkan uang tersebut, saya sempat memberi arahan tentang rencana pembangunan Masjid Kubah Timah.
Saya baru dirotasi dari jabatan Kepala Dinas PU dua hari kemudian dan itu menurut saya adalah hal yang wajar. Mutasi ataupun rotasi adalah hal yang wajar.
Dari penyerahan uang saudara ke KPK? Apa harapan saudara, adakah yang saudara bidik?
Saya tidak pernah berharap dan tidak punya tujuan apapun. Mau diproses silakan, tidak juga tidak masalah bagi saya. Itu semata-mata saya lakukan karena saya merasa tidak nyaman dengan uang tersebut, titik.
Apakah langkah menolak uang tersebut adalah yang pertama kalinya selama menjabat Kepala Dinas PU? Artinya apakah saudara belum pernah menerima sesuatu selama 7 tahun menjabat Kepala Dinas PU?
Jadi ini saya maknai sebagai yang terakhir saya mengabdi karena saya memang sudah mau pensiun. Yang sebelum-sebelumnya juga tidak seperti itu.
Lebih jelasnya? Apakah saudara tidak pernah menerima yang bukan menjadi hak saudara?
Saya tidak pernah menerima uang yang memang bukan menjadi hak saya. Kepada pihak ketiga, kewajiban kita adalah melindungi dan mengayomi mereka.
Saya selalu bilang kepada anak buah, kalau ada pihak ketiga yang mau memberikan ucapa terima kasih ya jangan memaksa.
Dan saya ingin betul mengakhiri dengan baik, saya ini mau tenang menjalani masa pensiun yang sebentar lagi harus saya jalani. (Bangka Pos/ufi/u1 - bersambung)