Kasus Gangguan Ginjal Akut Pada Anak, Banyak Virus Ditemukan Pada Tubuh Penderita
Penyebab gangguan ginjal akut misterius pada anak masih dicari. Sejauh ini, ada beberapa infeksi virus yang ditemukan pada pasien.
BANGKAPOS.COM, JAKARTA - Penyebab kasus gangguan ginjal akut pada anak di sejumlah daerah Indonesia masih misterius.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan instansi terkait masih terus mencari apa penyebab gangguan ginjal akut.
Per 14 Oktober 2022, jumlah kasus gangguan ginjal akut misterius sudah dialami oleh 152 orang.
Jumlah itu meningkat dari sebelumnya 146 kasus. Data ini didapat dari laporan 16 cabang Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Berdasarkan sebaran dari 152 kasus per 14 Oktober 2022, DKI Jakarta memiliki kasus AKI terbanyak, diikuti oleh Jawa Barat, Sumatera Barat, Aceh, Bali, dan Yogyakarta.
Gangguan ginjal akut misterius di DKI Jakarta saat ini mencapai 49 kasus.
Kemudian, di Jawa Barat mencapai 24 kasus, Sumatera Barat 21 kasus, Aceh 18 kasus, Bali 15 kasus, dan Yogyakarta sebanyak 11 kasus.
IDAI: Banyak Virus di Tubuh Pasien
Penyebab gangguan ginjal akut misterius atau gangguan ginjal akut progresif atipikal (acute kidney injury/AKI) pada anak masih dicari.
Sejauh ini, ada beberapa infeksi virus yang ditemukan pada pasien AKI.
Salah satu yang ditemukan adalah adanya Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C) atau long Covid-19.
MIS-C adalah komplikasi yang dapat muncul pada pasien Covid-19 anak, di mana terjadi peradangan di berbagai sistem organ termasuk ginjal.
Namun, Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) mengatakan, hal ini perlu investigasi lebih lanjut. Sebab, belum ada virus spesifik yang ditemukan pada pasien AKI.
Virus-virus lain yang ditemukan dalam tubuh penderita, meliputi leptospirosis, influenzae, parainfluenzae, virus CMV, virus HSV, bocavirus, legionella, shigella, e.coli, dan sebagainya.
"Penyebabnya ini ada beberapa teori. Tadinya, kita duga terkait dengan Covid-19, merupakan MIS-C," kata Piprim dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Jumat (14/10/2022).
"Tapi, setelah ditata laksana dengan MIS-C, hasilnya enggak berbeda dengan MIS-C yang sebelumnya. Jadi penyebabnya itu kita belum konklusif. Oleh karena itu, butuh investigasi lebih lanjut," ujarnya lagi.
Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI Eka Laksmi Hidayati mengungkapkan, ada beberapa gejala yang ditemukan pada pasien yang mengarah pada MIS-C.
Salah satunya terjadi peningkatan inflamasi. Oleh karena itu, tata laksana penanganan pasien gangguan ginjal akut misterius di RS Dr. Cipto Mangunkusumo yang menjadi pusat rujukan pun sesuai tata laksana MIS-C.
"Sebetulnya yang tadi konsisten itu adalah adanya hyper inflamasi yang lebih banyak, yang sangat mungkin terkait MIS-C," kata Eka.
Kendati demikian, investigasi masih terus dilakukan mengingat adanya jenis virus yang tidak seragam.
Jenis virus yang berbeda-beda itu diketahui usai tim dokter anak berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengirimkan sampel agar diuji dan diperiksa di laboratorium Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK).
Hasil pemeriksaan laboratorium tersebut lantas kembali dikomunikasikan kepada tim dokter.
"Kemudian kami menyimpulkan ada infeksi yang tidak konsisten. Kalau ada satu wabah tertentu, temuan virus atau bakteri akan serupa. Tapi ini sangat beragam," ujar Eka.
"Jadi, kita anggap bahwa mungkin infeksi ini bukan sebagai penyebab utamanya. Mungkin ada sindrom Long Covid-19, itu memang selalu kita cari," katanya lagi.
Lebih lanjut, Eka mengaku belum menemukan jawaban yang spesifik atas kasus tersebut. Sehingga, tidak bisa menyimpulkan adanya keterkaitan antara gangguan ginjal akut dengan vaksinasi Covid-19 yang belum didapatkan oleh balita.
Namun, kata Eka, penderita gangguan ginjal akut didominasi oleh balita.
Berdasarkan data IDAI, ada 75 kasus yang ditemukan pada bayi dengan usia 1-5 tahun dan 35 kasus pada bayi usia 0-1 tahun.
"Saya rasa saya tidak punya data untuk pernyataan apakah berhubungan (dengan vaksinasi), tapi kenyataannya memang yang mengalami gangguan ini adalah kelompok yang belum divaksin. Tapi, apakah itu berhubungan, saya rasa mungkin perlu (penelitian) secara detil," kata Eka.
BPOM Larang 2 Zat Dalam Produk Sirup
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melarang dua zat dalam produk sirup untuk anak maupun dewasa imbas temuan penyakit gagal ginjal akut misterius di Gambia, Afrika.
Dua zat yang dilarang BPOM itu di antaranya dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG).
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny K. Lukito mengatakan, larangan itu dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat di Indonesia.
"Untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat, BPOM telah menetapkan persyaratan pada saat registrasi bahwa semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG)," ujarnya, dalam rilis yang diterima oleh Kompas.com, Senin (17/10/2022).
Berdasarkan penelusuran yang sudah dilakukan, kedua zat tersebut diduga menjadi pemicu kasus gagal ginjal akut misterius di Gambia, Afrika Barat.
Setidaknya ada sebanyak 4 macam obat sirup obat batuk yang diproduksi oleh India dan dilaporkan terkontaminasi dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG).
Adapun keempat jenis sirup obat tersebut di antaranya:
- Promethazine Oral Solution
- Kofexmalin Baby Cough Syrup
- Makoff Baby Cough Syrup
- Magrip N Cold Syrup.
Keempat produk itu diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, India.
Penelusuran dua zat yang dilarang Selain melarang penggunaan dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG), BPOM juga tengah menelusuri kemungkinan kandungan dua zat tersebut sebagai cemaran pada bahan lain yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan.
Langkah penelusuran ini dilakukan sebagai pengawasan intensif terhadap obat-obat terkait.
Nantinya, BPOM akan segera menyampaikan hasil penelusuran tersebut kepada masyarakat.
Tidak Terdaftar di BPOM
Sebelumnya, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny K. Lukito memastikan bahwa empat jenis sirup obat yang memicu penyakit gagal ginjal akut itu, tidak terdaftar di Indonesia.
"Keempat produk yang ditarik di Gambia tersebut tidak terdaftar di Indonesia dan hingga saat ini produk dari produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India tidak ada yang terdaftar di BPOM," tandas dia.
Selain itu, larangan penggunaan dua zat dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG) dalam produk obat sirup di Indonesia juga bukan hal baru.
Aturan itu sudah diterapkan sejak lama. Bahkan, hal itu menjadi salah satu syarat mutlak registrasi suatu produk.
Kendati demikian, kasus gagal ginjal akut juga ditemukan di Indonesia.
Menurut laporan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak Indonesia kini bertambah menjadi 152 kasus.
Dilansir dari Kompas.com, Senin (17/10/2022), kasus tersebut naik dari yang sebelumnya hanya 146 kasus.
Kasus tersebut tercatat tersebar di 14 provinsi di Indonesia dengan kasus terbanyak terjadi di DKI Jakarta, diikuti oleh Jawa Barat, Sumatera Barat, Aceh, Bali, dan Yogyakarta.
Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI Eka Laksmi Hidayati mengatakan bahwa penyebab gagal ginjal akut misterius pada anak di Indonesia masih diselidiki.
"Ada beberapa yang virusnya A, ada yang B, ada yang C, sehingga tidak bisa disimpulkan bahwa penyebabnya adalah salah satu virus tersebut," terangnya, dikutip dari Kompas.com, Kamis (13/10/2022).
8 Gejala Gagal Ginjal pada Anak
Ada banyak keluhan yang disampaikan orangtua ketika membawa buah hatinya yang terkena gagal ginjal.
Berikut beberapa gejala gagal ginjal pada anak yang perlu diwaspadai:
- Muntah-muntah dan tidak nafsu makan
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, anak yang fungsi ginjalnya menurun drastis bisa mengalami mual, muntah-muntah parah, dan tidak nafsu makan. Kondisi ini dipengaruhi peningkatan kadar ureum di dalam darah.
- Pucat
Penderita gagal ginjal pada anak biasanya juga terlihat pucat. Hal itu disebabkan rusaknya ginjal menurunkan produksi sel darah merah secara signifikan. Akibatnya, anak mengalami anemia berat.
- Badan lemas dan kelelahan
Orangtua juga perlu waspada jika anak sering lemas dan badannya sering kelelahan padahal aktivitas fisik minim dan sudah cukup istirahat. Penderita gagal ginjal bisa merasa kelelahan karena penumpukan ureum di dalam darah.
- Tumbuh kembang terganggu
Penyakit gagal ginjal pada anak juga bisa menyebabkan tumbuh kembang si kecik terganggu. Anak bisa mengalami keterlambatan mencapai tonggak tumbuh kembangnya, sampai telat pubertas. Hal itu dipengaruhi menurunnya nafsu makan anak selama ginjal tidak berfungsi.
- Urine tidak keluar atau kencing berlebihan
Dilansir dari Children’s Hospital of Philadelphia, urine tidak keluar atau kencing berlebihan juga bisa jadi salah satu gejala gagal ginjal pada anak yang sifatnya akut dan kronis. Di beberapa kasus, urine ini berwarna merah.
- Beberapa bagian tubuh bengkak
Ketika ginjal tidak bisa berfungsi optimal, cairan bakal menumpuk di beberapa bagian tubuh. Pembengkakan ini bisa terlihat di wajah dan bagian tubuh lainnya.
- Teraba benjolan di perut
Tanda gagal ginjal pada anak lainnya yakni muncul massa atau benjolan di perut atau kandung kemih. Benjolan ini bisa terasa ketika diraba.
- Infeksi saluran kencing berulang
Ciri-ciri gagal ginjal pada anak lainnya yakni infeksi saluran kencing berulang. Kondisi ini terjadi lantaran sistem saluran kencing sampai ginjal bermasalah.
Cara mendeteksi gagal ginjal pada anak
Jika orangtua mendapat gejala gagal ginjal pada anak di atas, ada baiknya buah hati segera dibawa periksa ke dokter.
Dokter bisa mendeteksi masalah kesehatan ini setelah melakukan pemeriksaan fisik, mengecek riwayat gejala penyakit, melihat hasil tes darah, urine, sampai USG ginjal.
(Kompas.com/Alinda Hardiantoro/Fika Nurul Ulya/Mahardini Nur Afifah)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bangka/foto/bank/originals/20220826-penyebab-batu-ginjal.jpg)