Putri Candrawathi Bisa Jadi Otak Pembunuhan Brigadir J, Sementara Bharada E Bisa Bebas

Putri Candrawati bisa terjerat sebagai pelaku utama dalam kasus pembunuhan Brigadir Josua. Sedangkan Richared Eliezer bisa saja dibebaskan.

Penulis: Teddy Malaka CC | Editor: Teddy Malaka
Tribun Jakarta
Kolase tersangka kasus Brigadir J, Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Kuat Maruf, Bharada E, dan Bripka Ricky Rizal 

BANGKAPOS.COM - Putri Candrawati bisa terjerat sebagai pelaku utama dalam kasus pembunuhan Brigadir Josua. Sedangkan Richared Eliezer bisa saja dibebaskan.

Mencuplik pernyataan hakim non aktif, Albertina HO dari Program Rosi yang mengatakan, berdasarkan motifnya, orang yang melakukan pembunuhan bisa tidak dipidana, namun bagi orang yang memerintahkan pembunuhan sudah pasti dipidana.

"Jadi kalau dengan teori seperti ini, dengan hukum pidana seperti ini, berarti kan otaknya ini tidak mungkin tidak dihukum," kata Albertina Ho dalam Program Rosi.

"Apapun alasannya ini otak dan ide ini muncul dari siapa, nah ini juga akan digali hakim," tambahnya.

Albertina Ho juga memberikan pendapat terkait Putri Candrawati.

Putri bisa menjadi korban, bisa juga menjadi otak pembunuhan karena menjadi pemicu terjadinya perencanaan pembunuhan.

Jika Putri Candrawathi terancam pidana berat, lain halnya Bharada E.

Bharada Eliezer berpeluang bebas. Alasannya karena Bharada E diperintah menembak Brigadir J oleh pimpinannya.

Hal itu disampikan Asep saat diundang di acara KOMPAS TV bersama mantan Kabareskrim Komjen (Purn) Susno Duadji, Selasa (9/8/2022).

“Tidak dapat dipidana orang yang melaksanakan perintah jabatan karena kewenangannya,” ucap Asep Iwan Iriawan.

Agar bisa bebas dari semua hukuman, Asep menyarankan LPSK memberikan perlindungan bagi Bharada E yang sudah berani mengungkap kasus ini.

“Kalau saya hakimnya, maaf saya mendahului, tolong bapak saya nanti tolong koreksi, saya akan membebaskannya kok. Minimal lepas, perbuatan ada, cuma karena itu perintah jabatan,” ujar Asep.

“Dia kan melaksanakan, maaf ya, istilah Kopral diperintah Jenderal. Siapa yang melawan, berani?" kata Asep Iwan yang dihadirkan dalam acara di KompasTV bersama Jenderal Susno Duadji.

"Saya kopral, Jenderalnya Susno Duadji, diperintah ya saya siap komandan, dia laksanakan, tembak.”

Menurutnya, hal itu merujuk pada Pasal 51 ayat 1.

"Kita lihat pasal 51 ayat 1 (yang bunyinya) tidak dapat dipidanakan orang yang melaksanakan perintah jabatan karena kewenangannya," ujarnya.

“Di sini jelas Bharada E adalah ajudan anak buah komandannya adalah FS, ketika FS memerintahkan, Kopral diperintah jenderal siapa yang berani melawan?“ tambahnya.

Adanya hal tersebut, kata Asep, bagaimana penasihat hukum Bharada E jeli, agar pasal 51 ayat 1 bisa diterapkan pada Bharada E.

Asep juga menyebut, penerapan pasal 51 ayat 1 ini sudah banyak diterapkan.

Sehingga, proses pengadilan akan tetap berlangsung bagi Bharada E, tetapi sangat mungkin di pengadilan nanti akan dibebaskan.

Pandangan ahli hukum lainnya

Berbeda dengan Asep, ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa menilai Bharada E tetap bisa dipidana karena menembak Brigadir J, meskipun menjalankan perintah Ferdy Sambo.

Adapun dalam Pasal 51 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) disebutkan bahwa, “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.”

"Berkaitan dangan Pasal 51 Ayat 1 KUHP tidak bisa diterapkan dalam kasus ini karena perintah atasan yang dapat menjadi argumentasi untuk menghapus tanggung jawab adalah kalau perintah atasan itu adalah perintah atasan yang sah yang dibenarkan oleh Undang-undang," ungkapnya kepada Kompas.com, Rabu (10/8/2022).

Ia menjelaskan, pada Pasal 51 Ayat 1 KUHP tersebut dapat diterapkan jika terjadi penembakan dalam peristiwa yang dibenarkan oleh aturan hukum.

Misalnya, seorang komandan polisi meminta anak buahnya menangkap buronan yang kemudian terjadi penembakan, maka itu perintah jabatan yang sah.

"Tapi memerintahkan menembak seorang yang tidak bersalah adalah perintah atasan yang tidak sah."

"Sehingga, yang memberi perintah dan yang menerima perintah tetap harus diminta pertanggungjawaban pidana," terangnya. (*)

Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved