Bangka Pos Hari Ini

30 Tahun Lagi Pangkalpinang Bisa Tenggelam, Molen Siapkan Antisipasi Hadapi Perubahan Iklim Global

Kota Pangkalpinang diprediksi terancam tenggelam di tahun 2050 akibat efek global warming.

Editor: Novita
Dokumentasi Bangka Pos
Bangka Pos Hari Ini, Rabu 9 November 2022 

BANGKAPOS.COM, BANGKA - Sebanyak 112 kabupaten/kota di Indonesia terancam tenggelam pada tahun 2050. Salah satu daerah yang diprediksi tenggelam, sekitar 30 tahun lagi itu adalah Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung.

Tak hanya Kota Pangkalpinang, di Pulau Sumatera daerah lain yang diprediksi tenggelam tahun 2050, adalah Kota Padang, Medan, Sibolga, hingga Banda Aceh. Ancaman tenggelamnya sejumlah daerah tersebut, termasuk Pangkalpinang, berdasarkan hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh Climate Central dan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Bencana ini disebutkan akibat efek global warming yang menyebabkan, naiknya permukaan air
laut dampak dari mencairnya es di kutub utara dan penurunan tanah.

Bahkan ITB dalam penelitiannya menyebutkan ketinggian air laut di perairan Indonesia telah mengalami peningkatan sebesar 3-8 mm per tahunnya.

Diketahui di Kota Pangkalpinang, beberapa titik wilayahnya berada di pesisir dan dataran rendah. Sejumlah wilayahnya inilah yang kemungkinan besar terancam tenggelam pada tahun 2050. Apalagi daerah itu telah puluhan tahun menjadi langganan banjir, setiap kali terjadi hujan deras atau air laut pasang.

Beberapa titik langganan banjir tersebut seperti Kelurahan Bintang, Kelurahan Rejosari, Kelurahan Opas Indah, Kelurahan Gedung Nasional, Kelurahan Rawa Bangun, Kelurahan Lontong Pancur, Kelurahan Parit Lalang, Kelurahan Keramat, Kelurahan Air Kepala Tujuh, hingga Kelurahan Selindung.

Prediksi Pangkalpinang bakal tenggelam di 2050, ditanggapi oleh Wali Kota Pangkalpinang, Maulan Aklil. Ia menyebut, memang terdapat beberapa indikator yang membuat para peneliti dapat memprediksi Kota Pangkalpinang akan tenggelam tahun 2050 mendatang.

Pertama, kata Molen, sapaan akrab wali kota, morfologi Kota Pangkalpinang. Dimana daerahnya berbentuk cekung seperti kuali, yang mana bagian pusat kota berada di daerah rendah.

"Tak hanya itu, krisis iklim yang terjadi memberikan dampak yang cukup signifikan bagi kehidupan. Mencairnya es di kutub menyebabkan semakin berkurangnya daratan disebabkan naiknya permukaan air laut," ungkapnya kepada Bangka Pos, Selasa (8/11/2022).

Lanjut Molen, alasan lainnya adalah karena pemompaan air tanah yang berlebihan sehingga menciptakan perubahan tekanan dan volume yang menyebabkan daratan tenggelam.

"Kota Pangkalpinang seperti kuali, itu salah satu yang menjadi indikator mereka, bahwa Pangkalpinang bentuknya seperti kuali mereka berani memprediksi seperti itu," jelas Molen.

Namun Molen mengaku belum menerima peringatan soal ancaman Kota Pangkalpinang akan tenggelam pada 2050. Ia baru mengetahui informasi tersebut setelah membaca artikel berita.

"Kita belum ada menerima informasi, baru baca berita," sebutnya.

Di sisi lain, kata Molen, dengan adanya prediksi tersebut memang perlu diambil sisi positifnya. Semua masyarakat harus bersama-sama menjaga lingkungan, jangan membuang sampah sembarangan dan menghemat penggunaan air tanah dan mengurangi efek rumah kaca.

Hal itu setidaknya dapat mengubah bahkan mengendalikan iklim yang saat ini kian tak menentu. Sehingga ramalan tersebut tak benar-benar terjadi di Kota Pangkalpinang.

Ia sendiri tak mempermasalahkan prediksi tersebut, namun semua kembali kepada kekuasaan Allah.

"Wallahu a'lam (Hanya Allah yang mengetahui, red), prediksi manusia boleh saja, namun semua
kekuasaan Allah. Tetapi kita ambil sisi positifnya, kita harus menjaga lingkungan kita supaya tidak terjadi seperti yang diprediksikan," urainya.

Kendati demikian, Molen meminta masyarakat untuk tidak panik dalam menanggapi prediksi tersebut. Ia justru mengajak masyarakat untuk bersama-sama bermunajat kepada Sang Pencipta. Terkhusus bagi umat Islam, untuk terus berdoa kepada Allah, supaya dijauhkan dari mara bahaya.

Dengan menunjukkan sikap selalu menjaga lingkungan, dan tidak merusak lingkungan dengan perilaku kebiasaan sehari-hari. Terutama dengan membuang sampah sembarangan.

"Namun sebagai manusia kita harus berupaya menjaga lingkungan kita, terus sebagai makhluk Allah kita harus banyak bermunajat kepada Allah, agar dijauhkan dari musibah dan bencana alam," kata Molen.

Siapkan Antisipasi

Molen berujar, pihaknya berkomitmen mengatasi perubahan iklim melalui proyek Climate Resilient and Inclusive Cities (CRIC). Sedikitnya ada 10 kota yang menyatakan kesiapannya atas perubahan iklim, termasuk Kota Pangkalpinang.

Pangkalpinang sendiri terpilih menjadi satu dari 10 kota se-Indonesia sebagai pelopor proyek CRIC. Ibu Kota Kepulauan Bangka Belitung ini terpilih atas komitmen pihaknya untuk capaian aksi ketahanan iklim yang inklusif.

"Alhamdulillah kita juga terpilih oleh program CRIC itu, jadi ada 10 daerah di Indonesia yang menjadi salah satu target untuk program perubahan iklim," ujar Molen.

CRIC sendiri adalah proyek kemitraan Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Eropa yang didanai oleh Uni Eropa. Implementasinya di Indonesia dikelola oleh Asosiasi Pemerintah Kota/Daerah se-Asia Pasifik (UCLG ASPAC).

CRIC membantu Pemerintah Kota Pangkalpinang untuk meningkatkan kapasitasnya dan memperbaiki tata kelola, mewujudkan pembangunan yang inklusif, serta menerapkan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Kota Pangkalpinang dipilih lantaran pertumbuhan penduduk dan kawasan kota yang tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan membuat wilayah ini rentan terhadap ancaman banjir, terutama di tengah perubahan iklim.

UCLG juga menganalisis aspek ketahanan iklim masing-masing kota percontohan. Apabila berhasil, seluruh agenda dari kota percontohan ini nantinya akan direplikasi tidak hanya untuk kota lain di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.

"Dengan perubahan iklim ini terutama bencana banjir, dan juga yang perlu diwaspadai bencana alam lain adalah puting beliung. Pangkalpinang rentan akan hal ini," jelas Molen.

Proyek CRIC, lanjut dia, turut membantu pihaknya dalam membangun ketahanan dan kesiapsiagaan kota dan masyarakat menghadapi banjir. Hal itu diwujudkan melalui pengembangan sistem peringatan dini banjir (Early Warning System).

Bantuan itu nantinya dapat membantu pihaknya dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan dari perubahan iklim. Harapannya, mampu meminimalisir risiko, mulai dari masyarakat, materi, fisik dan infrastruktur.

"Kita bersyukurnya dengan ada program CRIC ini tentunya bantuan pendeteksi dini dari mereka. Semoga dampaknya bisa berkurang dengan adanya program deteksi dini yang dicanangkan oleh CRIC ini," ucapnya.

Skala Prioritas

Di sisi lain, terkait krisis iklim dan permasalahan banjir ini memang sudah menjadi skala prioritas untuk segera ditangani. Bahkan untuk mengatasi permasalahan tersebut selalu dialokasikan dana di dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) setiap tahunnya.

Sejumlah proyek sudah mulai dikerjakan untuk mengurangi banjir di Kota Pangkalpinang. Mulai dari melakukan normalisasi sungai, kali, hingga saluran air yang ada di kawasan padat penduduk.

Terutama saluran air yang ada di kawasan Jalan Abdullah Addari, Jalan KH Abdurrahman Siddik hingga Jalan Jenderal Sudirman. Pihaknya telah membangun Box Culvert untuk meningkatkan volume drainase.

Tak hanya itu, pemerintah kota juga membangun pedestrian di kawasan itu, supaya tak
terkesan kumuh. Pembangunan kolam retensi Bukit Nyatoh atau Linggarjati Hulu senilai
Rp2,5 miliar juga terus dikejar.

Kolam retensi tersebut untuk menampung air dari kawasan Kelurahan Bukit Lama dan Bukit Tani.

Di kawasan Gudang Padi dan Pasar akan dibangun kolam retensi. Kolam retensi di kawasan Gudang Padi akan mampu menampung sebanyak 87.400 meter kubik air.

Sedangkan di Pasar Ikan sebanyak 49.160 meter kubik air. Selain itu, menganggarkan dana untuk pengadaan satu unit mobile pump atau mesin sedot air pada APBD perubahan tahun 2022.

Saat ini pihaknya telah memiliki satu mobile pump. Mesin itu akan disiagakan di dua daerah, yakni Kelurahan Gedung Nasional dan Kelurahan Opas Indah.

"Kalau kita untuk mengatasi banjir kita sudah membangun kolam retensi, dari kemarin membersihkan got dan segala macam dengan Satgas Smile kita. Mudah-mudahan ini bisa mengurangi sedikit kegalauan akan banjir di Kota Pangkalpinang," urai Molen.

Meskipun begitu, terkait permasalahan banjir di beberapa daerah daerah perbatasan seperti Kelurahan Parit Lalang dan Kelurahan Keramat hal ini tentunya perlu diskusi antara pemerintah provinsi dan kabupaten sekitar. Begitu pula dengan penyediaan Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) regional.

"Kita bekerja sama dengan kabupaten tetangga menangani banjir ini, kita perlu diskusi satu meja dengan Pak Gubernur, bukan hanya masalah banjir, tetapi juga TPA," pungkas Molen.

Antisipasi dari Sekarang

Penelitian Institut Teknologi Bandung (ITB) menyebutkan ada sejumlah daerah di Indonesia terancam tenggelam pada tahun 2050. Hal itu disebabkan ketinggian permukaan air laut naik 3-8 mm setiap tahun karena mencairnya es di kutub utara.

Di Pulau Sumatera, daerah yang diprediksi tenggelam di antaranya Kota Pangkalpinang, Padang, Medan, Sibolga, hingga Banda Aceh.

Rektor Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Bangka Belitung (Babel) yang juga dosen teknik sipil, Fadillah Sabri menyarankan adanya upaya antisipasi oleh pemerintah daerah dari prediksi penelitian tersebut.

"Untuk pulau kecil atau yang dipermukaan air laut sangat tinggi, itu ada kemungkinan semua
(diprediksi tenggelam-red). Kalau kutub es mencair, tidak hanya pulau itu, tetapi semua bisa berdampak," ujar Fadillah kepada Bangka Pos, Selasa (8/11/2022).

Lebih lanjut, dia mengatakan pemanasan global harus menjadi perhatian untuk ditangani.

"Karena pemanasan global, es mencair dan akan menyebabkan naiknya permukaan air laut, jika
penelitian itu dilandasi dengan meteodologi yang ilmiah, kita tidak bisa mengatakan tidak. Maka kita harus melakukan upayaupaya meminimalisir hipotesis itu," katanya.

Dia juga menyingung soal Kota Pangkalpinang, terjadi banjir karena beberapa faktor.

"Setiap wilayah yang letaknya di wilayah permukaan air laut pasti akan berdampak besar terhadap perubahan iklim atau pemanasan global. Kota Pangkalpinang itu cekungan, jadi Pangkalpinang yang elevasi di bawah permukaan air laut maka ada kemungkinan pasang itu besar dan memasuki daratan Kota Pangkalpinang," jelasnya.

Dia menyarankan untuk Kota Pangkalpinang dan Babel harus menghindari pemanasan global.

"Berpikirnya harus global, dunia harus menghindari pemanasan global, dengan demikian untuk lokal, paling tidak kita menghindari penebangan hutan. Kalau iklim kita ekstrem, maka dengan sendirinya nanti terjadi musim hujan panjang, daya tahan lingkungan berkurang yang mengakibatkan banjir cepat terjadi," pungkasnya. (u2/s2)

Sumber: bangkapos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved