Berita Pangkalpinang
Terdata Ada 89 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Babel, Korban Mesti Berani Speak Up
Mirisnya, kebanyakan korban pelecehan seksual adalah perempuan, tanpa memandang status sosial ekonomi, usia, agama, pendidikan bahkan
Penulis: Cici Nasya Nita | Editor: Iwan Satriawan
Dia menyarankan oleh sebab itu, penting bagi perempuan untuk selektif dalam memilih pacar atau pasangan hidup, bukan hanya melihat sisi fisik dan materi nya saja.
Sebab pelaku pelecehan seksual sulit untuk ditebak, terkadang terlihat normal, tenang, agamis, bahkan berpendidikan.
"Oleh sebab itu, penting untuk memperhatikan hal-hal kecil yang tanpa sadar dilakukan oleh pasangan laki-laki, misalnya bagaimana cara laki-laki berbicara (apakah cenderung mengarah ke pelecehan verbal), bagaimana cari laki-laki bersikap (terlalu sering menyentuh atau berdekat-dekatan) dan yang paling penting adalah mengetahui akun apa saja yang difollow di media sosial (misalnya terlalu banyak mengikuti akun Wanita cantik, model seksi, dan lain-lain) dan riwayat pencarian yang cenderung ke konten pornografi baik di browser, tiktok, youtube, ataupun media sosial lainnya," sarannya.
Hal-hal kecil ini terkadang luput dari perhatian, sebab wanita cenderung melihat laki-laki dalam pandangan yang lebih terlihat secara nyata dan mengabaikan tanda-tanda kecil (little sign) yang merupakan bibit tindakan kearah pelecehan seksual.
Dalam menanggulangi tindak pelecehan seksual ini, sebenarnya pemerintah maupun instansi telah mengeluarkan berbagai macam peraturan, misalnya UU No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Permendikbudristek No. 30 Tahuun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
"Namun, tentu saja, peraturan ini tidak akan tepat sasaran apabila korban pelecehan seksual tetap diam dan masyarakat tetap mewajarkan tindakan pelecehan seksual dengan menyalahkan perempuan sebagai korbannya.
Oleh karena itu, Sangat penting bagi korban pelecehan seksual untuk speak up mengenai tindakan yang telah dialaminya dan dukungan moral dari masyarakat terhadap korban pelecehan agar memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan seksual," katanya.
89 Kasus Sepanjang 2022
Kasus kekerasan terhadap perempuan masih terjadi di Bangka Belitung.
Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Kependudukan Pencatatan Sipil, dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3ACSKB) Bangka Belitung, dari Januari hingga November 2022 ada 89 kasus kekerasan terhadap perempuan.
Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DP3ACSKB Bangka Belitung, Darnis Rachmiyati, mengatakan dari total kasus tercatat dominan kekerasan yang terjadi di rumah tangga atau KDRT.
"Dari data itu terbagi-bagi, ada kekerasan fisik, psikis, penelantaran. Paling banyak itu KDRT, bisa fisik dan psikis, dalam satu rumah tangga," ujar Darnis, Selasa (29/11/2022).
Dia menyebutkan paling dominan kekerasan dalam rumah tangga dilakukan oleh suami.
"Kalau dikelompokkan bisa karena faktor internal dan eksternal. Kalau internal itu bisa karena faktor karakter, mungkin masih labil emosional, faktor perbedaan keyakinan antar pasangan serta faktor kebiasaan," katanya.
Dia menambahkan faktor eksternal terjadi KDRT paling menjadi perhatian adalah faktor ekonomi dan perselingkuhan.