Berita Pangkalpinang

Dialog Ruang Tengah Bangka Pos Bahas Kejelasan Kasus 6,9 Ton Pasir Timah yang Jadi Perhatian Publik

Dialog kali ini membahas persoalan yang tengah hangat menjadi perhatian publik berkaitan dengan kejelasan penegakan hukum timah ilegal di Babel.

Penulis: Riki Pratama | Editor: Novita
Bangkapos.com/Riki Pratama
Dialog Ruang Tengah pada Rabu (28/12/2022) siang menghadirkan Kepala Perwakilan Ombudsman RI Bangka Belitung, Shulby Yozar Ariadhy dan Sekretaris LBH PAHAM Babel, Aldy Putranto. 

BANGKAPOS.COM, BANGKA - Bangka Pos kembali menghadirkan program Dialog Ruang Tengah di ruang Redaksi Bangka Pos pada Rabu (28/12/2022) siang.

Dialog kali ini membahas persoalan yang tengah hangat menjadi perhatian publik berkaitan dengan kejelasan penegakan hukum timah ilegal di Bangka Belitung.

Program ini menghadirkan Kepala Perwakilan Ombudsman RI Bangka Belitung, Shulby Yozar Ariadhy dan Sekretaris LBH Pusat Advokasi Hukum dan HAM (PAHAM) Babel, Aldy Putranto, dipandu oleh Editor In Chief Bangka Pos Group, Ibnu Taufik Juwariyanto,

Dialog membahas tentang kejelasan penanganan kasus pasir timah ilegal 6,9 ton asal IUP PT TImah, Sukadamai, Kabupaten Bangka Selatan.

Sekretaris LBH PAHAM Babel, Aldy Putranto, menyampaikan banyak berkaitan dengan perspektif hukum dan penerapan pasal yang dilakukan oleh kepolisian berkaiatan dengan kasus timah ilegal.

"Perlu kami soroti itu adalah masalah kepemilikan bijih timah. PT Timah mengakui ini berasal dari wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah. Bagaimana bisa membuktikan, TKP penangkapannya di Jalan Raya Desa Jeriji, di mana itu bukan wilayah IUP Timah. Kedua, apabila melihat berita yang melakukan penangkapan itu Divpam, bukan polisi. Kalau ia di IUP PT Timah masuk akal. Ini TKP ada di jalan raya, mengamankan Divpam bukan polisi, harusnya sebelum melakukan penangkapan koordinasi dengan pihak kepolisian," kata Aldy dalam dialog Ruang Tengah, Rabu (28/12/2022).

Ia menjelaskan, bahwa kewenangan dan penyetopan di jalan raya ada pada pihak kepolisian. Namun dilakukan oleh Divisi Pengamanan (Divpam) PT Timah di luar IUP PT Timah.

"Pertanyaan saya, masih ada kejanggalan dalam kasus ini, tidak jelas asal barang, kenapa Divpam tidak dilakukan di wilayah IUP, bukan di jalan raya," ujarnya.

Selain itu, pihaknya telah membaca pemberitaan bahwa kepolisian menetapkaa sopir sebagai tersangka dengan pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

"Karena mungkin TKP penangkapan adalah bukan di lokasi penangkapan, sehingga sangat sulit membuktikan timah tersebut berasal dari IUP PT Timah atau bukan. Sehingga yang paling masuk akal adalah menerapkan pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020," kata Aldy.

Selain itu, lanjutnya, dalam pengungkapan kasus ini, pihak kepolisian dapat menggunakan pasal pencurian pasal 362 KUHP dan pasal 161 tentang Minerba.

"Pidana pencurian atau tindak pidana illegal mining? Itu saja pertanyaan. Kalau memang itu betul dari IUP Timah, bisa dibuktikan itu mungkin pada pencurian. Artinya, sopirnya dikenakan pasal turut serta. Pasal 55 atau 56. Tetapi kalau seandainya tidak dapat dibuktikan dari IUP PT Timah, artinya illegal mining, maka sudah tepat. Kalau dikenakan dengan pasal 161 UU Minerba, karena memang asal usul tidak jelas dan sopir tidak dapat membuktikan ini berasal dari IUP mana. Semakin memperkuat dugaan, itu berasal dari tambang ilegal," terangnya.

Aldy menyebut, persoalan ini masih kabur. Dari PT Timah telah mengklaim pasir timah berasal dari IUP perusahaan, tetapi harus dibuktikan. Sementara polisi sangat sulit membuktikan timah dari IUP PT Timah atau timah dari IUP lainnya.

"Ketika sudah dikenakan 161, sopir saja sebagai pelaku saja bisa. Tanpa ada melibatkan pihak yang lain. Kasarnya ini punya saya, saya bawa sendiri, tambang sendiri, tidak ada pihak lain, Selesai. Tetapi kalau pasal pencurian, kan harus tahu saya hanya mengangkut, siapa yang mencuri. Harus dibuktikan lagi. Tetapi pasal 161 yang menambang, pengangkutan, pemanfaatan, itu masuk dalam satu pasal. Jadi bedanya disitu," terangnya.

Lebih jauh Aldy menegaskan, kasus ini perlu dibuat terang benderang dan jelas, terutama berkaitan dengan siapa pemilik dan aktor intelektual untuk memberikan efek jera.

"Saya rasa sangat perlu ini untuk memberikan efek jera kepada tambang ilegal. Sangat perlu dan tegas. Bicara siapa pemilik, PT Timah mengakui itu milik mereka. Secara legal formal kan seperti itu, tetapi masalah pembuktian saja nanti. Apakah itu betul milik PT Timah atau bukan," ujarnya.

Selain itu, Aldy juga mengharapkan agar PT Timah aktif dan menyampaikan bukti-bukti ke penyidik kepolisian agar terbukti bahwa pasir timah tersebut benar dari IUP perusahaan.

"Ini nanti berpengaruh kepada pasal-pasal yang diterapkan oleh penyidik ke depannya. Kalau PT Timah betul yakin miliknya, PT Timah harus membantu penyidik apa sih buktinya kalau itu betul timah miliknya. Agar nanti, supaya putusan pengadilan bila terbukti milik PT Timah itu bisa dikembalikan kepada korban dalam hal ini PT Timah," jelasnya.

"Tetapi apabila pakai pasal 161 illegal mining, itu sudah jelas akan disita oleh negara. Kalau PT Timah sangat memiliki kepentinga, terhadap timah yang sekaramg ini dipermasalahkan, harus ngotot. Memberikan bukti-bukti, kepada penyidik ini punya kami loh. Tetapi kenapa pada saat dikenaikan pasal 161 PT Timah diam saja," tuturnya.

Padahal, kata Aldy, PT Timah yang melakukan penangkapan dan pelaporan. Ini menjadi pertanyaan sekarang, kenapa ketika dikenakan pasal 161 PT Timah diam saja.

"Padahal bisa bantu penyidik menungkapkan ini, agar supaya putusan persidangan nanti bijih timah dapat dikembalikan ke PT Timah. Seharusnya memperjuangkan kalau yakin dari IUP PT Timah," ujarnya.

"Harus aktif, apabila ada bukti-bukti bantu penyidik, yang awal menetapkan 161, nanti dapat ditambah junto ada pasal 362 ada pencurian. Nanti tinggal hakim memutuskan apakah ini pasal 161 atau 362 KUHP. Kalau itu terbukti milik PT Timah nanti keputusan hakim dikembalikan ke korban pemiliknya, menjadi keuntungan sendiri dari PT Timah. Tetapi apabila nanti keputusan hakim menggunakan pasal 161 disita oleh negara untuk pendapatan negara," tuturnya.

Aldy mengatakan, pihaknya juga mendukung pihak kepolisian bertindak profesional sesuai slogan, Presisi untuk Penegakan Hukum Lebih Berkeadilan.

"Baik itu untuk perkara kecil, disampaikan bisa diselesaikan secara baik, banyak pekerjaam rumah, maslah hukum, lumayan besar dan berat dan pekerjaan rumah kita bersama. Kasus Sambo jadi cambuk bagi pihak kepolisian, dan di daerah agar tidak ada Sambo lain di daerah.
Sekarang citra polisi tepuruk, harus diobati dengan polisi di daerah lebih profesioanl, lebih tuntas baik perkara kecil maupun perkara besar. Yang penting penegakan hukum dengan seadil adilnya," kata Aldy

Perhatian Publik

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Bangka Belitung, Shulby Yozar Ariadhy, memberikan dukungan moral terhadap pihak yang memiliki kepentingan dalam menyelesaikan kasus ini.

"Dalam pelaksaan prosedur pasti ada celah tertentu, tapi apakah itu bisa katakan optimal kinerjanya kan itu publik bisa menilai, ketika berhenti pada satu pelaku saja. Karena pertama, untuk kasus seperti ini, pernah awal tahun kemarin ada kasus penyelundupan, penangkapan pasir timah dan logamnya dengan modus pemgiriman buah nanas. Saat itu ketahuan pemiliknya, kenapa kasus ini tidak sampai ke sana," kata Yozar.

Menurutnya, ini tentu jadi perhatian publik dan publik punyak kepentingan besar. Karena publik sering mendengar tambang ilegal dan beberapa tokoh kunci, bahkan dari kementerian ESDM.

Pj Gubernur Babel memerlukan langkah konkret dalam penindakan penegakan hukum.

"Bicara satu kasus ini sebagai etalase contoh ke kita. Kalau kemudian akan ada banyak kasus lain seperti ini, bagaimana masa depan penegakan hukumnya. Ombudsman mendorong pihak kepolisian dalam hal ini, bisa berusaha keras lagi untuk memenuhi rasa keadilan. Buka seluas luasanya, kita butuh nafas panjang kerja sama dengan baik untuk Bangka Belitung," jelasnya.

Ia bersyukur, Tim Satgas Tambang dapat pula berperan aktif dalam upaya pencegahan untuk bertindak koperensif dalam pengambilan kebijakan dan Pj Gubernur Bangka Belitung memastikan penataan tata kelola timah di Babel.

"Bagaimana tata kelola timah, di Babel kita menunggu capaian kinerja kepolisian kalau kemudian lihat sebenarnya bisa dipetakan, jumlah titik ada berapa sehingga target satgas mengurangi berapa banyak tambang ilegal, ini akuntabilitas kerja seperti ini tidak hanya bicara kasus, ketika ada penangkapan saja," ujarnya.

Kemungkinan Ada Tersangka Lain Jika Temukan Alat Bukti

Diberitakan sebelumnya, Polisi dan Divisi Pengamanan (Divpam) PT Timah menangkap lima orang, mereka sopir truk dan kuli angkut di Jalan Desa Jeriji, Kabupaten Bangka Selatan pada Rabu (14/12/2022) lalu.

Truk tersebut mengangkut sebanyak 131 kampil pasir timah ilegal seberat 6,9 ton yang diketahui berasal dari IUP PT Timah perairan Sukadamai, Kecamatan Toboali, Bangka Selatan.

Saat itu, sopir dan kuli angkut dipulangkan polisi setelah 1×24 jam, karena alasan tidak cukup alat bukti.

Kemudian, Kamis (22/12/2022) lalu, Polda Babel, melalui Tim Sidik Dit Polairud Babel menetapkan sopir truk berinisial AP, yang semula dipulangkan, namun ditetapkan menjadi tersangka.

Penetapan sopir sebagai tersangka usai dilakukan penyelidikan dan pemeriksaan kepada beberapa saksi serta tersangka.

Sementara pemilik pasir timah sampai kini masih gelap, tidak diketahui keberadaanya.

Kabida Humas Polda Bangka Belitung, Kombes Pol, Maladi, mengatakan, sampai saat ini belum mendapatkan informasi terbaru dari penyidik Dit Polairud Polda Babel terkait kelanjutan dan tersangka lain dari kasus tersebut.

"Belum dapat info dari penyidiknya," kata Maladi, kepada Bangkapos.com, Senin (26/12/2022) malam.

Ia mengatakan, Direktorat Polairud Babel baru menetapkan satu tersangka sopir truk, usai penyelidikan dan pemeriksaan kepada beberapa saksi serta tersangka.

Namun Maladi menyampaikan kemungkinan adanya tambahan tersangka lainnya, apabila tim Sidik Dit Polairud Polda Babel menemukan kembali alat bukti nantinya.

"Kemungkinan (ada tersangka lainnya-red), tetapi kita harus mencari alat bukti. Bicara hukum, tidak bisa menghukum orang kalau tidak alat bukti," ujarnya. (Bangkapos.com/Riki Pratama)

Sumber: bangkapos.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved