Jelang Idul Adha Ratusan Hewan Ternak di Cirebon Terjangkit Penyakit Lato-lato, Berbahayakah?

Apa itu penyakit lato-lato? Berbahayakah, bagi masyarakat, dan apakah dagingnya boleh dikonsumsi?

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: Evan Saputra
Bangkapos.com/Cepi Marlianto
Ilustrasi sapi. Ratusan ekor sapi di Pangkalpinang dinyatakan telah sembuh dari PMK Foto diambil Jumat (24/6/2022). 

BANGKAPOS.COM--Ratusan hewan ternak di Kabupaten Cirebon terjangkit penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) atau yang biasa disebut oleh peternak sebagai lato-lato.

Apa itu penyakit lato-lato?

Berbahayakah, bagi masyarakat, dan apakah dagingnya boleh dikonsumsi?

Selengkapnya simak artikel ini sampai akhir.

Sekretaris Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, Encus Suswaningsih, mengungkapkan bahwa hingga saat ini jumlah kasus lato-lato di Kabupaten Cirebon telah mencapai 451 ekor sapi.

Pihak Dinas Pertanian mencatat bahwa munculnya ternak yang terjangkit lato-lato di Kabupaten Cirebon terjadi sejak awal Maret 2023, dimulai dengan 83 ekor dan kini meningkat menjadi 451 ekor.

"Saat ini, dari jumlah tersebut terdapat 423 ternak yang masih dalam kondisi sakit, dan satu ekor yang dipotong paksa," ujar Encus Suswaningsih melalui pesan singkat, Sabtu (10/6/2023).

Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa 27 ekor ternak telah dinyatakan sembuh, dan alhamdulillah belum ada laporan kasus kematian hewan ternak akibat terjangkit lato-lato.

Encus Suswaningsih menjelaskan bahwa lato-lato adalah penyakit kulit infeksius pada hewan ternak yang disebabkan oleh Lumpy Skin Disease Virus (LSDV). Virus tersebut memiliki materi genetik DNA dari genus Capripoxvirus dan famili Poxviridae yang umumnya menyerang hewan ternak seperti sapi dan kerbau.

"Penyakit lato-lato umumnya menular melalui kontak langsung dengan lesi kulit, terutama yang terinfeksi," kata Encus Suswaningsih.

Pedagang kambing di Jalan Batin Tikal Sungaliat melayani pembeli Rabu (7/6/2023
Pedagang kambing di Jalan Batin Tikal Sungaliat melayani pembeli Rabu (7/6/2023 (Bangkapos.com/Deddy Marjaya)

Namun, ia menegaskan kepada masyarakat agar tidak perlu panik, karena daging hewan ternak yang terjangkit lato-lato tetap bisa dikonsumsi. Terlebih lagi, menjelang Iduladha seperti saat ini, kebutuhan akan hewan ternak di Kabupaten Cirebon biasanya meningkat untuk dijadikan kurban.

"Tidak seperti penyakit mulut dan kuku (PMK), penyakit lato-lato hanya menyerang kulit hewan ternak, sehingga dagingnya masih aman untuk dikonsumsi," jelas Encus Suswaningsih.

Apa itu Penyakit Lato-lato yang menyerang hewan ternak?

Guru Besar Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Prof. drh. Widya Asmara, SU., Ph.D, menjelaskan bahwa penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) atau penyakit Lato-Lato adalah penyakit yang menyerang sapi dan kerbau yang disebabkan oleh infeksi virus LSD.

Gejala yang ditimbulkan sangat bervariasi, mulai dari ringan hingga berat.

Menurut Prof. Widya Asmara, gejala umum penyakit ini diawali dengan demam, dan terkadang diikuti dengan keluarnya ingus dan leleran dari mata.

Gejala yang khas adalah munculnya nodul-nodul pada kulit. Nodul atau bintil-bintil ini tampak menonjol dengan diameter 2-5 cm, berbatas jelas, tersebar di daerah leher, punggung, perineum, ekor, tungkai, dan organ genital.

"Nodul tersebut kemudian akan nekrosis dan meninggalkan luka yang dalam. Selain gejala pada kulit, biasanya dapat juga diikuti gejala pneumonia dengan lesi di mulut dan saluran pernafasan," ungkap Widya Asmara dikutip dari ugm.ac.id

Tanda-tanda lain hewan yang terkena penyakit ini adalah kepincangan, kekurusan, dan pada sapi perah dapat terjadi penghentian produksi susu.

Pada kasus yang parah, penyakit ini dapat menyebabkan kematian hewan.

Widya Asmara menjelaskan bahwa penyebab penyakit ini adalah virus LSD.

Virus tersebut termasuk dalam Famili Poxviridae dan dapat menular secara langsung melalui keropeng kulit dan leleran dari hewan yang sakit.

Penularan juga dapat terjadi secara tidak langsung melalui peralatan yang tercemar virus, pakan dan minuman yang terkontaminasi, serta melalui gigitan serangga vektor.

Dia menambahkan bahwa tingkat kematian akibat penyakit ini sangat bervariasi, tergantung pada kondisi hewan dan keberadaan serangga vektor seperti nyamuk, kutu, dan caplak.

"Pada umumnya, tingkat kesakitan atau morbiditas dapat mencapai 10 persen, sedangkan tingkat kematian atau mortalitas berkisar antara 1 hingga 3 persen," ungkapnya.

Namun, sayangnya belum ada obat khusus yang dapat menyembuhkan infeksi virus LSD ini.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah memberikan antibiotik pada hewan untuk mengurangi infeksi sekunder, serta memberikan obat pereda nyeri agar hewan tetap mau makan.

Jika kondisi hewan baik dan tidak terlalu parah, kemungkinan besar hewan tersebut dapat sembuh.

"Tersedia vaksin untuk mencegah infeksi, namun vaksin ini hanya efektif jika diberikan pada sapi yang belum terinfeksi virus Lumpy Skin Disease," katanya.

Sebagai upaya pencegahan agar penyakit ini tidak semakin menyebar, disarankan untuk melakukan vaksinasi pada hewan yang sehat.

Dapat dilakukan pula upaya-upaya biosekuriti yang baik misalnya dengan meningkatkan kebersihan kandang, memberantas serangga penular seperti nyamuk, kutu, caplak.

Selain itu, dapat pula dilakukan pengawasan lalu-lintas ternak untuk mencegah masuknya hewan sakit.

Virus pun dapat dibersihkan dengan beberapa larutan seperti ether (20 persen), kloroform, formalin (1 persen), fenol (2 persen selama 15 menit), natrium hipoklorit (2-3 persen), senyawa yodium (pengenceran 1:33) dan senyawa amonium kuaterner ( 0,5 persen).

Lantas pertanyaan dapatkah karkas dari hewan terserang LSD dapat untuk dikonsumsi?

Mengacu panduan FAO, Widya menambahkan karkas dari hewan yang menunjukkan lesi kulit bersifat lokal-ringan dan tidak ada demam maka harus dibuang bagian yang terkena karena tidak layak untuk dikonsumsi dan harus dimusnahkan.

Sedangkan bagian yang tidak ada lesi masih diperbolehkan untuk konsumsi setelah dimasak dengan pemanasan yang baik.

“Tentunya karkas yang berasal dari hewan dengan kasus akut atau parah dilarang untuk dikonsumsi,” tutpnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved