Apa Itu Penyakit Virus Nipah, Bisa Sebabkan Infeksi Saluran Pernapasan Akut dan Radang Otak

Saat ini peredaran penyakit virus Nipah meluas ke asia Tengaggara, yakni Malaysia dan Singapura setelah sebelumnya mewabah di India dan Bangladesh.

Penulis: Teddy Malaka CC | Editor: Evan Saputra
www.gavi.org
Ilustrasi Penyakit Virus Nipah 

BANGAPOS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.02/C/4022/2023 tentang Kewaspadaan Terhadap Penyakit Virus Nipah. Apa itu virus Nipah?

Saat ini peredaran penyakit virus Nipah meluas ke asia Tengaggara, yakni Malaysia dan Singapura setelah sebelumnya mewabah di India dan Bangladesh.

Bagaimana penyebarannya? Virus Nipah hidup di antara kelelawar buah keluarga Pteropodidae.

Penyakit ini dapat menyebar ke manusia, seringkali melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi kotoran kelelawar buah.

Misalnya, kelelawar menempati pohon kurma dan konsumsi produk kurma dapat menyebabkan infeksi.

Penyakit ini juga mudah menginfeksi berbagai macam hewan – wabah yang terjadi di peternak di Malaysia pada tahun 1998 berasal dari babi, yang sebelumnya telah terinfeksi oleh kelelawar.

Penyakit ini juga dapat menyebar dari manusia ke manusia, dan teorinya adalah virus dapat berpindah melalui cairan pernafasan dan air liur, seperti yang dikeluarkan melalui batuk.

Sebagian besar infeksi tampaknya berasal dari pasien terinfeksi yang memiliki masalah pernapasan, hal ini mendukung teori ini.

Tingkat kematian kasus yakni antara 40 persen dan 75 persen.

Masa inkubasi: Rata-rata 5-14 hari, namun dalam beberapa kasus ekstrim bisa mencapai 45 hari, yang berarti lamanya waktu bagi orang yang terinfeksi untuk menulari orang lain tanpa menyadarinya.

Gejala Penyakit Virus Nipah

Virus ini dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut dan ensefalitis (radang otak) yang dapat menyebabkan koma atau kematian.

Gejalanya meliputi demam, sakit kepala, mialgia (nyeri otot), muntah, dan sakit tenggorokan. Hal ini dapat diikuti dengan pusing, mengantuk dan perubahan kesadaran.

Satu dari lima orang yang bertahan hidup dapat mengalami gangguan kejang dan mengalami perubahan kepribadian.

Tes utama yang digunakan adalah reaksi berantai polimerase waktu nyata (RT-PCR) dari cairan tubuh dan deteksi antibodi melalui uji imunosorben terkait enzim (ELISA).

Halaman
12
Sumber: bangkapos.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved