Berita Belitung
Mahasiswa UBB Tertarik Teliti Limbah Masker Medis, Terinspirasi dari Pencemaran Lingkungan
Pemanfaatan limbah masker medis menjadi material yang berguna untuk menanggulangi pencemaran di eks tambang timah.
Penulis: Adelina Nurmalitasari | Editor: nurhayati
BANGKAPOS.COM, BELITUNG -- Pemanfaatan limbah masker medis menjadi material yang berguna untuk menanggulangi pencemaran di eks tambang timah, menjadi objek penelitian sejumlah mahasiswa Universitas Bangka Belitung (UBB).
Penelitian ini mendapatkan dana hibah dari Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Riset Eksakta (PKM-RE) yang dinaungi oleh Kemendikbudristek.
Menurut Ketua Tim Peneliti, Addela Amelia, penelitian ini telah dilakukan selama empat bulan oleh tim yang merupakan gabungan dari mahasiswa kimia UBB.
Penelitian yang didampingi oleh dosen Verry Andre Fabiani ini semula terinspirasi dari bahan baku karbon aktif ini berasal dari limbah masker medis yang merupakan masalah lingkungan mulai diperhatikan saat pandemi COVID-19 saat semua aktivitas diharuskan menggunakan masker.
"Masker medis atau masker sekali pakai menjadi pilihan masyarakat karena memiliki keunggulan daripada masker kain. Namun masker medis merupakan material yang sulit terurai di lingkungan karena membutuhkan waktu ribuan bahkan ratusan tahun untuk terurai dan dalam waktu panjang akan menjadi polutan bagi lingkungan," jelas Addela, Rabu (18/10/2023).
Di sisi lain, lanjutnya, eks kolong timah di Bangka Belitung masih banyak digunakan masyarakat kehidupan sehari-hari seperti mandi, mencuci, dan aktivitas lainnya.
Berdasarkan data IKPHLD (2021) terdapat 12.607 kolong (danau bekas tambang timah) yang tersebar di Bangka Belitung. Jumlah ini terus bertambah jika aktivitas tambang tidak ditangani dengan tepat.
Kerusakan lingkungan di Bangka Belitung umumnya disebabkan karena tingginya logam berat pencemar pada kolong sehingga merusak ekosistem yang ada disekitarnya.
Dari dua permasalahan ini, tim mahasiswa kimia riset eksakta UBB mencari solusi yang nantinya diharapkan dapat mengurangi permasalahan lingkungan yang ada.
"Hasil penelitian yang kami lakukan pun memberikan hasil yang positif dan sesuai harapan," katanya.
Saat diuji kadar logam pencemar Fe (besi) di dalam air kolong sebesar 1,33 mg/L dan melewati ambang batas normal dan tidak aman untuk digunakan dalam aktivitas sehari-hari.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 tentang standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan air untuk keperluan higyene sanitasi, kolam renang, dan pemandian umum kadar maksimum besi pada air bersih adalah 1 mg/L.
Sampel air kolong ditambahkan karbon aktif/bubuk karbon berwarna hitam dan diaduk selama 30 menit dapat diamati perubahan warna pada air sebelumnya berwarna kuning bening dan berbau menjadi berwarna bening dan tidak adanya bau.
"Kemudian setelah ukur air kolong setelah ditambahkan karbon aktif menjadi 0 mg/L atau mampu menyerap 100 persen kadar logam Fe (besi) penyerap logam pencemar pada air kolong," ungkap Addela.
(Posbelitung.co/Adelina Nurmalitasari)
Ngantre Gas Elpiji Mengular di Belitung, Ngeluh Tak Dapat, Ibu-ibu Masak Pempek Pakai Penanak Nasi |
![]() |
---|
Warga Belitung Kesal Beli Gas Elpiji 3 Kg Harganya Rp 33ribu Per Tabung di Pangkalan Resmi |
![]() |
---|
1.006 Tenaga Honorer akan Jadi PPPK Paruh Waktu di Kabupaten Belitung |
![]() |
---|
Angka Pernikahan Dini di Belitung Menurun, Kemenag Tetapkan Usia Minimal 19 Tahun untuk Menikah |
![]() |
---|
Sosok Rio, Kepala Dusun Jadi Kurir Sabu di Belitung, Simpan 15 Paket Narkotika dalam Tas Hitam |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.