Berita Pangkalpinang
Ketua MK Disorot soal Ketok Palu Usia Capres-Cawapres: yang Fitnah Dosa Mereka, Pahala Buat Saya
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengaku tak habis pikir dengan plesetan orang-orang yang melabeli MK dengan julukan mahkamah keluarga.
Penulis: Khamelia CC | Editor: Teddy Malaka
BANGKAPOS.COM, BANGKA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengaku tak habis pikir dengan plesetan orang-orang yang melabeli MK dengan julukan mahkamah keluarga.
Ketua MK Anwar Usman tengah ramai dibicarakan terkait dengan putusan usia capres-cawapres yang diketok MK pada Senin (16/10) kemarin.
"Loh, ini Mahkamah Keluarga, Keluarga Bangsa Indonesia, itu, jadi begini, yang fitnah atau segala macam, dosa mereka jadi pahala buat saya, buat kami, hakim-hakim mahkamah konstitusi," kata Anwar Usman saat diwawancara wartawan Jumat, (20/10/2023).
Anwar Usman datang ke Bangka Belitung dalam rangka memberikan kuliah umum kepada mahasiswa dengan tema Tantangan Pemilu 2024, Peran Mahkamah Konstitusi dan Perguruan Tinggi. Jumat (20/10/2023), di Universitas Bangka Belitung (UBB).
Anwar Usman mengatakan, jika ada pihak yang menghina atau memfitnah dirinya atau MK tidak perlu dilawan karena dosanya akan menjadi pahala untuk dirinya dan hakim-hakim konstitusi.
Menurutnya, putusan tentang apa pun, siapa pun hakimnya dan di pengadilan mana pun akan selalu menuai pro dan kontra. Sejak jaman dulu pasti selalu ada pro dan kontra tentang suatu keputusan, sebagus apa pun.
"Yang jelas hakim menjatuhkan putusan itu atas nama Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa," katanya.
"Jadi bertangungjawabnya kepada Allah, saya juga bingung kalau ada plesetan seperti tadi," demikian kata Anwar Usman.
Diwarnai demo
Kedatangan Ketua MK Anwar Usman ke kampus Universitas Bangka Belitung (UBB) mendapatkan perhatian dari mahasiswa yang tergabung di BEM KM UBB.
Detik-detik Anwar Usman meninggalkan Ruang Peradaban di Gedung Rektorat UBB telah ditunggu oleh mahasiswa yang siap menyampaikan unjuk rasa atas kekecewaan terhadap MK.
Masa unjuk rasa telah menyiapkan spanduk protes yang bertuliskan Hancurkan Dinasti Politik, Rezim Oligarki dan Cabut UU Cipta Kerja berwarna merah.
BEM KM UBB akhirnya membuat spanduk protes terhadap Ketua MK Anwar Usman.
"Tidak bisa menyampaikan aspirasi di dalam, kami buat di luar, kami kan cari alternatif, (spanduk) ini bukan bentuk yang disengaja, tapi ini adalah respon dari reaksi yang dilakukan kampus terhadap kami," Menteri Kajian dan Aksi Strategis BEM KM UBB, Ricky.
Lalu, Ricky mengungkapkan, setelah Anwar Usman keluar dari Gedung Rektorat UBB, tiba-tiba spanduk protes tersebut ditarik dan dihalang-halangi.
"Dihalang-halangi dan kami sedikit bersentuhan fisik dan akhirnya kami pun jadi batal menyampaikan aspirasi kami, ini bentuk pembungkaman demokrasi," tegasnya.
Beri hadiah
Berharap dapat kesempatan untuk bertatap muka dengan Ketua MK Anwar Usman sekaligus mendengarkan kuliah umumnya, Presiden Mahasiswa (Presma) UBB, Andi Firdaus bersama tiga orang rekannya yang tergabung di BEM KM UBB mencoba datang dan masuk ke Ruang Peradaban Rektorat.
Namun, saat sebelum kuliah umum dimulai, langkah kaki Andi Firdaus dan temannya harus terhenti di lobby dekat meja registrasi karena dihentikan oleh pihak kampus yang berdalih hanya boleh diikuti oleh mahasiswa jurusan hukum saja karena diselenggarakan oleh fakultas hukum.
"Kami juga mau belajar Bu, ini kan kuliah umum, umum Bu, kalau dak boleh berarti bukan kampus merdeka dong, belum merdeka," kata Andi Firdaus, Jumat (20/10/2023).
Setelah perdebatan yang cukup singkat di lobby, akhirnya Andi Firdaus bersama teman-temannya diajak berdiskusi di ruangan tertutup dan acara kuliah umum Ketua MK Anwar Usman dimulai tanpa keikutsertaan Presma UBB tersebut di dalam ruangan peradaban.
Selama kuliah umum Anwar Usman berlangsung, ternyata Andi Firdaus seorang diri tetap bersikeras ingin bertemu dengan Ketua MK tersebut namun dikerumuni dan dihalangi oleh beberapa orang pihak kampus di depan pintu Ruangan Peradaban.
"Saya akan pergi setelah memberikan ini (hadiah), ini kan kebebasan berpendapat, kami cuma mau ngasih ini (hadiah) loh, kami tidak ngapa-ngapain Bu, beliau (Anwar Usman) jauh-jauh dari Jakarta perlu juga oleh-oleh dari mahasiswa, izin yah, ini doang," ujar Andi Firdaus.
Tapi sekali lagi niatan Andi Firdaus memberikan hadiah kepada Ketua MK Anwar Usman tidak diperbolehkan oleh pihak Kampus UBB.
Wartawan bangkapos.com melakukan upaya konfirmasi ke pihak Universitas Bangka Belitung (UBB).
Melalui humas UBB, Agus menanggapi bahwa mahasiswa tersebut menyampaikan aspirasi di luar arena acara, tidak di dalam ruangan.
"Karena kami memang ingin memastikan kuliah umum profesorship tidak terganggu sampai selesai. Ini adalah kegiatan akademik dan pembelajaran, sudah terjadwal lama. Kami memastikan proses pembelajaran tidak terganggu, dan pesertanya memang terbatas untuk mahasiswa fakultas hukum sesuai bidang keilmuannya. Itupun tidak semua mahasiswa hukum bisa ikut karena kapasitas ruangannya terbatas," ujar Agus via whatsApp, malam sekitar pukul 19.31 WIB.
Agus menjelaskan, tidak ada niatan untuk menghalang-halangi wartawan untuk wawancara. Terlebih pengamanan terhadap Ketua MK berlaku standard protokol lembaga tinggi negara.
"Soal sempat terdorong itu karena memang tadi situasinya ramai sekali di pintu keluar, dan akhirnya ketua MK kan berkenan wawancara. Kalau pengamanan itu pasti standard dari pihak protokol lembaga tinggi negara," jelasnya.
Dugaan Pelanggaran Etik
Mengutip kompas.com, (19/10/2023), para advokat yang tergabung dalam Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dan delapan hakim MK lainnya kepada Ketua Dewan Etik Hakim Konstitusi pada Rabu (18/10/2023).
Para hakim MK tersebut dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hukum konstitusi setelah memproses sejumlah gugatan uji materi mengenai syarat batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Putusan atas sejumlah gugatan tersebut telah dibacakan pada Senin (16/10/2023) lalu.
"Kami melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi yang diduga dilakukan oleh Anwar Usman sebagai hakim MK yang merangkap Ketua MK dan delapan hakim MK," ujar Petrus ketika dikonfirmasi Kompas.com pada Kamis malam.
Menurut Petrus, laporan dari pihaknya sudah diterima oleh bagian Kesekjenan MK pada Rabu sore.
Petrus lantas menyampaikan alasan pelaporannya. Menurut dia, para advokat dari Perekat Nusantara dan TPDI melihat keganjilan pada putusan-putusan MK.
Utamanya, putusan atas perkara Nomor 90/PPU-XXI/2023 yang dikabulkan secara sebagian.
Padahal, sebelum perkara itu diputuskan dikabulkan secara sebagian ada tiga perkara lain, yakni Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, perkara nomor 51/PUU-XXI/2023 dan perkara nomor 55/PUU-XXI/2023 yang ditolak seluruhnya.
"Anwar Usman dan beberapa hakim lain yang mungkin saja bisa mempengaruhi. Karena tadinya perkara yang sebelumnya diputus kan mayoritas hakim kan menolak," kata Petrus.
"Lalu mengapa di perkara 90 itu mendadak berubah ? Dan di perkara 90 ini kelihatannya Anwar Usman aktif seperti yang dituduhkan oleh saudara (hakim konstitusi) Saldi Isra," ucap dia.
Petrus berharap, laporan dari Perekat Nusantara dan PTDI bisa segera diproses supaya bisa membersihkan Marwah MK yang saat ini menurutnya mengalami kehancuran dan kerusakan secara sistemik oleh ketua MK sendiri.
Selain itu, pihaknya meminta agar Dewan Etik Hakim Konstitusi bisa mendengarkan keterangan dari dua hakim konstitusi, yakni Saldi Isra dan Arief Hidayat sebagai saksi fakta atas dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.
Petrus juga berpendapat bahwa Presiden Joko Widodo, putranya Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep perlu didengar keterangannya terkait dengan penyebutan MK sebagai Mahkamah Keluarga.
Adapun saat membacakan putusan pada Senin (16/10/2023), MK menyatakan mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal capres dan cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan.
Gugatan tersebut dimohonkan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru.
Gugatan itu mempersoalkan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden pada pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017.
Pasal tersebut sedianya berbunyi “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.”
Anwar Usman dalam pembacaan putusan juga menyatakan, bahwa Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.
Dengan demikian, Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi, “Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.”
MK juga menyatakan, putusan ini berlaku mulai Pemilu Presiden 2024.
Atas putusan MK, maka seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun.
Sebelumnya pada Senin siang, MK telah membacakan tiga putusan soal permohonan uji materi aturan yang sama.
Ketiga perkara itu diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan sejumlah kepala daerah.
Gugatan yang ditolak tersebut tercatat sebagai perkara nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023.
Pada pembacaan putusan tiga perkara tersebut, Ketua MK Anwar Usman menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.
Mahkamah berpandangan, perihal aturan batas usia capres-cawapres merupakan kewenangan pembentuk undang-undang, dalam hal ini presiden dan DPR.
Hakim MK Saldi Isra menyampaikan, dalam hal tersebut Mahkamah tidak dapat menentukan batas usia minimal bagi capres dan cawapres.
Sebab dimungkinkan di kemudian hari akan ada dinamika dalam persoalan batas usia tersebut.
(Bangkapos.com/sepri/kompas.com)
| Yo Kawa Babel Peringati Momentum Sumpah Pemuda, Gotong Royong di Pemandian Air Isah Pangkalpinang |
|
|---|
| Malam Puncak HUT Babel ke 25 Tak Dirayakan, Forum Presedium Tak akan Hadiri Rapat Paripurna DPRD |
|
|---|
| Korem 045 Gaya Pinjam Pakai 10 Eksavator Sitaan Negara untuk Program Ketahanan Pangan di Belitung |
|
|---|
| Irjen Pol Viktor Theodorus Sihombing Dilantik jadi Kapolda Babel Sore Ini Gantikan Hendro Pandowo |
|
|---|
| Wajah Baru Kejati Babel, Yuliana Sagala Resmi Jadi Wakil Kajati Babel, 14 Pejabat Lain Dilantik |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.