Akbar Sarosa Guru Honorer Pukul Murid Dituntut 3 Bulan penjara, Subsider 2 Bulan Penjara

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Sumbawa Barat menuntut Akbar Sarosa dengan hukuman 3 bulan penjara dan subsider 2 bulan penjara

Penulis: M Zulkodri CC | Editor: Dedy Qurniawan
Tiktok.com/@deni_ali28
Akbar Sorasa, guru agama di Sumbawa dilaporkan ke polisi karena menghukum siswa yang tak sholat. Secara terpisah, jaksa mengungkap hasil visum et repertum menyatakan bahwa korban mengalami memar di bagian leher. 

BANGKAPOS.COM--Masih ingatkah kita pada sosok Akbar Sarosa, seorang guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dari Sumbawa Barat? Ia telah menjadi sorotan karena diperkarakan atas tindakan pemukulan terhadap seorang murid yang enggan melaksanakan salat.

Peristiwa ini menjadi perhatian masyarakat, dan hasil dari sidang terkait kasus tersebut telah diumumkan pada Rabu (25/10/2023).

Pada hari tersebut, Akbar Sarosa, yang berusia 26 tahun dan mengajar di SMKN 1 Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), menjalani sidang di Pengadilan Negeri Sumbawa.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Sumbawa Barat menuntutnya dengan hukuman tiga bulan penjara dan hukuman subsider selama dua bulan penjara, beserta denda pidana pengganti sebesar Rp 2 juta.

Tuntutan ini disampaikan dalam persidangan yang dipimpin oleh Majelis hakim yang terdiri dari Oki Basuki Rahmat, Saba'Aro Zendrato, dan Reno Anggara.

Tuntutan ini didasarkan pada fakta dan keterangan saksi-saksi selama persidangan.

JPU Kejari Sumbawa Barat, Armeinda Pradita Utami, menyatakan, "Berdasarkan fakta dan keterangan saksi-saksi selama persidangan berlangsung, JPU menuntut Akbar Sorasa selama tiga bulan penjara dan subsider selama dua bulan penjara, atau membayar denda Rp 2 juta."

Selanjutnya, Armeinda menambahkan bahwa JPU meminta agar Akbar Sarosa ditahan.

Usai persidangan, pengacara dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) PGRI Sumbawa, Endra Syaifuddin, Syiis Nurhadi, dan Iwan Harianto, mengungkapkan bahwa mereka akan mengajukan nota pembelaan atau pledoi.

Mereka menyatakan bahwa rincian pembelaan akan diuraikan dalam persidangan selanjutnya, yang rencananya akan berlangsung pada tanggal 1 November 2023.

Kasus yang melibatkan Akbar Sarosa, guru agama di SMKN 1 Taliwang, yang memukul siswa karena tidak mau melaksanakan salat, telah menjadi perbincangan viral dan menarik perhatian masyarakat Indonesia.

Akbar Sarosa dijerat dengan Pasal 76C Jo Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Sidang tuntutan jaksa terhadap guru Akbar Sorasa digelar Rabu (25/10/2023) di PN Sumbawa (Susi Gustiana via Kompas.com)
Sidang tuntutan jaksa terhadap guru Akbar Sorasa digelar Rabu (25/10/2023) di PN Sumbawa (Susi Gustiana via Kompas.com) ((Susi Gustiana via Kompas.com))

Sebelumnya kisah Akbar Sarosa viral di media sosial.

Dalam pengakuannya Akbar Sarosa Akui Pukul Siswanya Pakai Kayu, Pasrah Terima Hasil Visum Korban, Ada Memar di Leher

Begini pengakuan Akbar Sarosa, guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dilaporkan orangtua murid setelah menghukum muridnya yang tak mau sholat.

Guru di SMK Negeri 1 Taliwang, Sumbawa Barat itu mengakui dirinya memukul muridnya dengan kayu.

Ia mendadak viral setelah menegur tiga siswa yang enggan melaksanakan sholat dhuhur berjamaah.

Akibat kejadian itu, orang tua salah satu siswa tersebut melaporkan Akbar Sarosa ke polisi.

Tak hanya itu, Akbar Sarosa juga dituntut ganti rugi sebesar Rp 50 juta.

Berikut ulasan fakta selengkapnya.

Pukul Pakai Kayu

Akbar Sarosa akhirnya muncul di hadapan publik ketika menjadi bintang tamu di TV One. 

Pada kesempatan itu, Akbar Sarosa mengaku melakukan tindakan pemukulan terhadap muridnya berinisial MAS dengan mengunakan kayu.

"Saya pukul murid menggunakan kayu memang adalah hal yang benar dan itupun yang dipukul memang anak itu atau MAS," ujarnya.

Pukulan Kena Ransel

Kendati demikian, Akbar Sarosa menyebut pukulan tidak mengenai badan siswa melainkan tas ranselnya.

"Saya pukul itu adalah ranselnya karena kebetulan anak tersebut menggunakan ransel. Setelah itu langsung saya buang," jelas Akbar Sarosa.

"Jadi kayunya kira-kira sepanjang 50 cm, kebetulan kayu yang memang tergeletak di tanah, niat awal saya memang hanya menakuti anak anak saya supaya bergegas."

"Ya namanya anak-anak kalo hanya melihat kita memegang kayu saja itu sudah kocar kacir," ujarnya.

Ada Memar

Berdasarkan hasil visum, korban berinisial A mengalami memar di leher.

Hal tersebut juga yang diduga menjadi pemicu orangtua A tak terima dan melaporkan Akbar ke polisi.

"Terdakwa mengakui melakukan pemukulan dengan kepalan tangannya. Dan ada memar di leher siswa dari hasil visum et repertum," ungkap Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Sumbawa Barat, AA Putu Juniartana Putra.

Terima Hasil Visum Korban

Mengenai hasil visum yang dilakukan siswa MAS dalam laporan kepolisian, Akbar Sarosa bak menerima.

Dirnya tak mengelak karena visum didapat dari pemeriksaan resmi rumah sakit berdasarkan saran dari pihak kepolisian.

"Ya kalau berdasarkan hasil visum saya tetap mempercayai itu adalah hasil yang benar karena itu visum dilakukan oleh korban bersama orangtuanya yang dilakukan sesuai rekomendasi kepolisian, jadi hasil visum benar adanya.," ujarnya.

Ia juga bereaksi soal tuntutan dari orangtua muridnya yang meminta ganti rugi senilai Rp 50 juta.

"Kalau saya pribadi awal mula itu kita sudah mengupayakan proses mediasi yang dimana saya mengakui perbuatan saya yang mendisiplinkan anak anak tersebut dengan cara kekerasan adalah kesalahan," tuturnya.

Sudah Minta Maaf

Akbar Sarosa menyampaikan permintaan maaf kepada orangtua MAS.

"Sekali lagi saya benar benar minta maaf, tapi proses mediasi itu tidak ditemukan titik temu jadi berujung ke pengadilan seperti saat ini," tutupnya.

Mediasi Gagal

Kasat Reskrim Iptu Adi Satyia membenarkan adanya laporan kasus tersebut.

"Kami sudah upayakan dua kali mediasi atas kasus tersebut. Pengaduan pada tanggal 26 Oktober 2022 disampaikan pelapor orangtua siswa. Kami lakukan penyelidikan, sembari memberi waktu proses restoratif justice. Sekolah juga upayakan mediasi sebanyak tiga kali tapi tetap tidak ada kata sepakat," kata Adi saat dikonfirmasi.

"Kami pernah sarankan pada tersangka jika berupaya lagi mediasi dengan pelapor, tapi tetap tidak ada kata sepakat saat mediasi," terang Adi.

Dapat Dukungan

Di tengah kasusnya, Akbar mendapatkan dukungan dari rekan satu profesi.

Ribuan guru dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat turun ke jalan untuk mendukung Akbar.

 "Aksi solidaritas PGRI Kab. Sumbawa Barat dan Kab. Sumbawa NTB untuk Pak Akbar, semoga Pak Akbar bebas dari segala tuntutan hukum," kata seorang guru dikutip dari video viral di Instagram.

(*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved