Bangka Pos Hari Ini

Tangis Subaidah Tunggu Kabar Dinda, Remaja 19 Tahun Kabur dari Rumah Hingga Ayah Meninggal Dunia

Dinda menghilang begitu saja setelah pamit hendak ke Kota Pangkalpinang pada hari itu. Berbaga upaya sudah dilakukan untuk mencari Dinda. Namun ...

Bangka Pos
Bangka Pos Hari Ini, Senin (08/04/2024). 

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- Air matanya seakan tumpah saat mengenang sosok anak kedua yang hingga kemarin tak kunjung pulang. Kesedihan perempuan paruh baya itu bertambah karena pada Minggu (7/4) kemarin bertepatan dengan 40 hari kepergian suami yang meninggal dunia pada 27 Februari 2024.

Rasa sepi juga sudah dirasa karena harus berlebaran sendiri. 

“Banyak lah orang-orang nyuruh enggak usah terlalu dipikirkan, disuruh nunggu kabar saja. Tapi kita yang namanya orangtua ini gimana lah, namanya juga anak kita,” ucap Subaidah (43) sembari mengusap air matanya saat ditemui Bangka Pos di kediamannya, Sabtu (6/4).

Subaidah, warga Desa Batu Rusa, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, tak kuasa membendung air mata saat mengenang anak keduanya, Dinda (19) yang tak kunjung pulang sejak 6 Agustus 2022.

Dinda menghilang begitu saja setelah pamit hendak ke Kota Pangkalpinang pada hari itu. Berbaga upaya sudah dilakukan untuk mencari Dinda. 

Namun Subaidah belum mendapat kabar apapun.

“Enggak ada, enggak ada kabar sama sekali. Udah mau dua kali lebaran ini berarti (tanpa Dinda-red), kami nunggu lah, mudah-mudahan, kita cuma bisa berdoa,” tuturnya.

“Kalau ngabarin misalnya dimana, kerja apa kan enak kita,” lanjut Subaidah.

Saat ini Subaidah tinggal di rumah yang berada di lingkungan SDN 1 Merawang di Desa Baturusa. Dia ditemani seorang cucu dan anak bungsunya.

Anak tertuanya tinggal di Pangkalpinang setelah menikah.

Perempuan yang sehariharinya mengelola kantin itu baru saja ditinggal suami yang berprofesi sebagai honorer penjaga sekolah.

Suami Subaidah terkena serangan jantung pasca Dinda kabur dari rumah.

Penyakit itu pula yang membuatnya menghadap Sang Khalik pada 27 Februari 2024.

“Pas besok (Minggu-red) 40 hari nya (memperingati hari wafat-red),” kata Subaidah.

“Sejak Dinda hilang itulah, ayahnya (suami Subaidah-red) mulai kena serangan jantung. Padahal kemarin itu sudah mau keterima dan diangkat jadi PPPK,” imbuhnya.

Dia menyebut, sejak Dinda hilang, mereka sekeluarga terus mencari kesana kemari. Termasuk Almarhum sang suami yang juga sudah pernah melapor ke polisi. Tak hanya itu, mereka juga telah banyak meminta bantuan ‘Orang Pintar’ dari berbagai desa untuk mencari tau informasi tentang keberadaan sang putri.

“Bukan kita mau sirik atau apa, namanya kita ini berusaha. Udah kemana-mana, di kampung mana disamperin semua, di Balun Ijuk, Permis, Kudang, Simpang Rimba, Kulur, ke Belitung sana walaupun jauh. Baru-baru ini juga baru pulang dari Lepar Pongok,” tuturnya.

Subaidah menyebut, kebanyakan ‘Orang Pintar’ yang mereka temui mengatakan bahwa Dinda berada jauh di luar Pulau Bangka. Namun sebagai seorang ibu, Subaidah mempunyai feeling tersendiri. Entah itu pertanda atau semacam naluri orang tua, Subaidah merasa bahwa Dinda posisinya masih dekat.

“Dekat perasaanku tuh, di sini lah (Bangka-red) dia. Tapi gimana udah keliling-keliling tetap enggak ketemu. Almarhum bapaknya dulu juga kalau pas ke Pangkalpinang pasti nyari-nyari karena perasaannya masih ada dekat,” ungkapnya.

Tidak ada gelagat aneh Lebih lanjut, Subaidah turut menceritakan bagaimana sosok dan keseharian Dinda sebelum hilang dari rumah. Dia menyebut, anaknya itu lama mondok Ponpes AlFatah Temboro, Magetan Jawa Timur.

“Anakku itu semuanya mondok. Dinda ini (mondok-red) dari kelas 4 SD. Sama lah dengan kakaknya, 8 tahun (mondok),” terangnya.

Setelah selesai mondok, kedua anaknya itu kemudian sama-sama mengajar di salah satu Pondok Pesantren yang ada di Selindung, Pangkalpinang.

“Ada sekitar 6 bulan lah (Dinda-red) ngajarnya,” sambungnya.

Subaidah menyebut bahwa sebelum kabur dari rumah, tidak ada gelagat aneh-aneh dari Dinda.

Kendati demikian, Dinda memang merupakan sosok yang pendiam. Ditanyai apakah sebelumnya Dinda pernah bercerita atau curhat tentang isi hati dan perasaanya, Subaidah menyebut bahwa itu tidak pernah. 

“Enggak ada apa lah. Apa karena dia memang pendiam itu mungkin kan. Dia memang pendiam orangnya,” ujarnya.

Selain itu, menurut Subaidah, Dinda juga tidak punya terlalu banyak teman. Bahkan dirinya hanya kenal satu orang teman Dinda yang kebetulan sering main ke rumah.

“Cuma satu yang sering main kesini, orang Balun Ijuk itulah, perempuan, itupun baru berkawannya. Kalau di luar ibu enggak tau,” jelasnya.

Lanjut dia, sebelum menghilang, aktivitas sehari-hari Dinda dimulai sejak pagi dimana dia membantu menjaga anak bibinya yang masih kecil.

Sore hari sampai Magrib barulah dia pergi mengajar di salah satu Ponpes di Selindung Pangkalpinang.

“Sudah itu dia di rumah lah, enggak kemanamana. Kalau Sabtu-Minggu paling dia nemuin adiknya di pesantren AlFatah di daerah Sliman (Mendo Barat Kabupaten Bangka-red) naik motor,” ungkapnya.

Saat malam hari di rumah pun dirinya kerap bercanda dengan keponakannya. Bahkan dirinya juga turut membantu ibunya membuat kue-kue untuk dijual di kantin sekolah. Oleh karena itu, dirinya pun merasa bingung lantaran tidak tau alasan kenapa Dinda pergi meninggalkan rumah.

Termasuk satu hari sebelum meniggalkan rumah pun tidak ada tanda-tanda aneh yang ditunjukkan Dinda.

“Hilangnya itu hari Sabtu, turun dari rumah itu jam 1 atau jam 2 siang gitu. Hari sebelum-sebelumnya itu biasa aja, enggak ada apa-apa,” ucap Subaidah.

Itulah yang menurutnya menjadi salah satu sebab sang suami menjadi terkejut dan terkena serangan jantung hingga kemudian meninggal dunia.

Terbang ke Jakarta

Andiriski Wahyuni, kakak Dinda mengaku sempat mendapatkan kabar bahwa adik tersebut berangkat dari Bandara Depati Amir Kota Pangkalpinang menuju Jakarta Hingga transit ke Bali. Kabar itu ia dapatkan dari teman dekat Dinda yang tinggal di daerah Tua Tunu Kota Pangkalpinang dan membelikan tiket pesawat pada malam sebelum Dinda hilang.

Andiriski juga mendapat kabar bahwa Dinda berencana ke Jakarta dan Bali. Hal itu terungkap dari video sang adik yang memberitahu kalau dirinya bakal berangkat ke Bandara dan membawa satu buah koper bewarna kuning yang ia beli di Kota Pangkalpinang.

“Pertama itu dia pergi sama Nina ke pasar belanja barang-barang seperti koper, saya juga sempat curiga kenapa dia beli koper. Terus dia minta izin ke orang tua mau menginap di pondok pesantren tempat adik ke dua saya mondok, tapi saya bilang ke orang tua jangan kasih tahu-tahunya ia tetap nekat,” ungkap Andirisi Wahyuni, Selasa (19/3).

“Setelah diantar oleh Nina ke pondok pesantren saya tanya ke adik saya ada tidak dia (Dinda) nginap disana, tahu-tahu tidak ada dan ternyata dia tidur di rumah temannya bernama Putri. Dari sana lah saya dapat informasi, kalau dia beli tiket dan membawa koper ke Bandara,” sambungnya.

Diakuinya memang informasi yang didapatkan tersebut benar dan pihak keluarga pun mencari keberadaan Dinda, dari hasil penelusuran bahwa memang tujuan tiket pesawat yang dibeli oleh Dinda menuju dari Pulau Bangka transit ke Jakarta dan Bali.

Lalu, setelah di cek di Bali terdapat data yang atas nama Dinda berada di salah satu penginapan di Bali. Namun saat dilakukan kembali pengecekkan data, keberadaan Dinda tidak lagi berada dipenginapan tersebut dan termasuk nomor telepon yang digunakan sudah tidak aktif lagi.

Ditambahkan Andiriski, dirinya juga mengaku mendapatkan kabar tentang adiknya tersebut sebelum meninggalkan Pulau Bangka tidak menggunakan hijab padahal sehari-hari ia selalu berhijab baik dirumah maupun bekerja karena sama-sama satu tempat kerja.

“Ada juga yang bilang dia (Dinda) ketika berangkat itu tidak berhijab lagi, terus memang dia bilang mau ke Bandara tapi tidak ada yang tahu mau kemana karena dia banyak bohongi teman-temannya sebelum menghilang dan banyak alasan,” tambahnya.

“Kami tetap berusaha dan berupaya mencari dia, mudah-mudahan cepat kembali atau ditemukan berkat bantuan kawankawan semua, jika menemukan dia (Dinda) bisa langsung hubungi kami atau antar ke rumah orang tua,” harapnya. (u2/v1)

Perubahan Emosi Masa Transisi

USIA 18 tahun merupakan usia remaja tahap akhir yang akan menuju usia dewasa awal. Di usia ini, egonya lebih banyak mencari kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama teman-teman dan mencari pengalaman-pengalaman baru di lingkungan luar rumah. 

Seharusnya di usia ini kematangan diri remaja sudah semakin terbentuk dan tentu harus dengan dukungan positif orangtua serta lingkungan sekitar.

Perubahan emosi selama masa transisi membuat perkembangan sosial remaja mengalami perubahan dalam hubungan sesama individu, mulai dari membantah orangtua, melakukan serangan agresif terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif dan lainnya.

Dari penjelasan di atas tentu terlihat secara perkembangan sosial-emosional masih belum stabil dan butuh arahan orangtua, keluarga dan lingkungan.

Ada banyak faktor yg bisa membuat remaja kabur dari rumah. Misalnya ketidakharmonisan di rumah seperti kondisi kedua orangtua sering bertengkar, aturan-aturan orangtua yang dianggap remaja justru sebagai kekangan dan aturan yang berat untuk diikuti. Dengan demikian remaja merasa dibatasi geraknya dan banyak lagi bentuk ketidakharmonisan keluarga lainnya.

Oleh karena itu, peran keluarga terutama orangtua tentu sangat besar dalam membimbing remaja agar tidak salah langkah dan arah.

Di usia remaja, saat ini sebaiknya orangtua memposisikan diri sebagai sahabat remaja, dengan cara merangkul dan mengarahkan bukan mengatur apalagi aturan dengan amarah dan kekerasan.

Di usia remaja, memang peran teman sebaya yang menjadi lebih besar, karena sesuai dengan penjelasan di atas tadi, mereka lebih merasa nyaman, merasa didengarkan, merasa senasib dan lebih enjoy diajak tukar pikiran. Sehingga untuk itu sebagai orangtua agar lebih banyak ajak remaja menjadi seorang sahabat. (u2)

Sumber: bangkapos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved