Berita Viral
Gaji Supriyani Guru Honor yang Dilapor Pukul Murid Hanya Rp 300 Ribu, Diminta Uang Damai Rp 50 Juta
Kondisi ekonomi Supriyani guru honorer yang dilapor memukul murid memprihatinkan. Gajinya hanya Rp 300 ribu terpaksa harus berkebun.
BANGKAPOS.COM, BAITO - Supriyani, guru honorer SDN 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) yang dilaporkan memukul muridnya, ternyata hanya bergaji Rp 300 ribu per bulan.
Sudah 16 tahun Supriyani mengajar di sekolah dasar dengan status guru honer.
Wanita berusia 38 tahun itu mencari tambahan biaya dengan berkebun.
Supriyani bersama suami dan anaknya tinggal di sebuah rumah sederhana.
“Dia hanya mengajar, setelah itu pulang langsung ke kebun,” ungkap Suyatni (57), tetangga Supriyani, dikutip dari TribunnewsSultra.com.
Karena sibuk ke kebun setelah mengajar di sekolah membuat Supriyani tak punya waktu banyak untuk bersosialisasi dengan warga sekitar.
Suyatni mengaku tak pernah melihat Supriyani melakukan kekerasan ke anak.
“Tidak pernah, (memukul) itu anak-anaknya kalau main hujan dia hanya tegur,” sambungnya.
Kondisi ekonomi Supriyani pas-pasan karena suaminya hanya bekerja serabutan.
“Suaminya kadang di kebun, kadang kerja bengkel, kadang juga ikut kerja bangunan,” tuturnya.
Kini, rumah Supriyani kosong karena penghuninya dievakuasi ke kantor pemerintah kecamatan.
Hal itu dilakukan untuk memberi perlindungan Supriyani dan keluarga dari intervensi terkait kasus yang sedang dihadapinya.
Supriyani sendiri sempat diminta uang damai Rp 50 juta agar dugaan kasus kekerasan yang dituduhkan kepadanya diselesaikan secara mediasi.
Dengan gaji Rp300 ribu dan ekonomi keluarga pas-pasan, tentu saja Supriyani tak dapat membayar uang damai seperti yang diminta.
Dituduh Memukul Murid dengan Sapu
Supriyani dilaporkan orang tua murid atas kasus kekerasan terhadap anak.
Ayah korban bernama Aipda Wibowo Hasyim menjabat sebagai Kanit Intelkam Polsek Baito.
Dalam proses penyelidikan, Supriyani dipaksa mengaku telah memukul siswa menggunakan sapu.
Sidang perdana Guru Supriyani yang digelar di Pengadilan Negeri Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, berjalan lancar pada Kamis (24/10/2024).
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Konawe Selatan sekaligus JPU, Ujang Sutisna, mengatakan Supriyani diduga melakukan pemukulan ke salah satu siswanya.
"Sedang berlangsung proses belajar-mengajar di kelas, saat itu korban bersama rekan-rekannya mengerjakan perintah menulis Guru Lilis."
"Beberapa saat Lilis meninggalkan ruang kelas, karena urusan kantor sekolah. Terdakwa masuk dan mendekati korban yang sedang bermain di kelas," bebernya, Kamis (24/10/2024), dikutip dari TribunnewsSultra.com.
Korban dipukul sekali menggunakan gagang sapu hingga mengalami memar.
"Tidak fokus kegiatan menulis sehingga terdakwa memukul di bagian kedua paha korban menggunakan gagang sapu ijuk."
"Mengakibatkan korban luka memar disertai lecet paha bagian belakang, bentuk tidak beraturan."
"Warna kehitaman ukuran luka paha kanan belakang panjang 6 cm dengan lebar 0,5 cm. Luka paha kiri belakang 3,3 cm lebar 1,3 cm," lanjutnya.
Jika dakwaan tersebut terbukti, Supriyani dapat dihukum 5 tahun penjara atau denda paling banyak Rp100 juta.
"Diancam pidana Pasal 80 ayat 1 juncto Pasal 77 dan 76 Undang-Undang RI Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak," tegasnya.
Kuasa hukum Supriyani meminta sidang ditunda dan meminta waktu untuk menyusun pembelaan.
"Kalau kami minta minggu depan yang mulia," ucap kuasa hukum Supriyani.
Majelis Hakim mengiyakan permintaan tersebut dan memutuskan sidang pembacaan pembelaan digelar pada Senin (28/10/2024) mendatang,
Sementara itu, PGRI Konawe Selatan meminta Guru Supriyani segera dibebaskan karena tak melakukan pemukulan ke siswa.
Mereka menggelar aksi solidaritas di luar gedung PN Andoolo.
Dengan adanya aksi solidaritas ini, mereka berharap tak ada lagi kasus kriminalisasi terhadap guru.
Kepala SDN 4 Baito, Sana Ali, menyatakan kronologi pemukulan yang diungkapkan petugas kepolisian janggal.
Ia menjelaskan tak ada guru yang melihat aksi pemukulan hingga mendengar suara kesakitan.
“Yang janggalnya ini yang dituduhkan itu pada saat kejadian semua guru ada di sekolah, tapi mereka tidak melihat bahwa ada kejadian termasuk guru kelasnya itu sampai pulang anak itu tidak ada kejadian apa-apa di sekolah,” katanya.
Selama ini, Supriyani dikenal sebagai guru yang pendiam dan tak pernah melakukan kekerasan fisik selama 16 tahun mengajar.
“Kalau Ibu Supri jangankan bicara seperti itu bicara saja itu kecuali ditanya baru bicara. Pokoknya orangnya lembut makanya saya kaget seperti tidak masuk akal. Kalau untuk anaknya memang agresif kalau di sekolah,” tuturnya.
Laporan Dinilai Janggal
Kasus ini jadi sorotan karena tudingan terhadap Supriyani dinilai janggal.
Reaksi membela Supriyani pun bermunculan, termasuk para guru menggelar aksi damai di luar pengadilan.
Pengacara Supriyani, Andre Darmawan mengungkap awal mula kliennya yang merupakan guru sekolah dasar di Konawe Selatan dilaporkan menganiaya muridnya.
Murid tersebut merupakan anak Kanit Intelkam Polsek Baito, Aipda Wibowo Hasyim.
Aipda Wibowo Hasyim pula lah yang melaporkan Supriyadi dengan tuduhan menganiaya anaknya.
Awalnya anak tersebut ditanya oleh ibunya, Nurfitriana. Saat itu ia mengaku luka di pahanya akibat jatuh di sawah.
Namun, setelah didesak oleh Aipda Wibowo Hasyim, anaknya mengubah pengakuan dan menyatakan, ia dianiaya oleh gurunya, Supriyani.
“Ditanya ibu korban, awalnya anak ini mengakunya jatuh di sawah. Kemudian ayahnya tidak percaya akhirnya didesak, kemudian anak ini akhirnya membuat pengakuan yang berbeda bahwa ia dianiaya oleh ibu Supriyani,” kata Andre Darmawan, dikutip dari Youtube Kompas TV pada Rabu, 23 Oktober 2024.
Setelah mendengar pengakuan tersebut, orang tua korban melaporkan Supriyani ke pihak kepolisian, yang berujung pada penahanan guru honorer itu.
Sementara itu, wali kelas korban, Lilis, menegaskan dirinya tidak melihat adanya insiden pemukulan.
Namun, kesaksian Lilis tidak dipertimbangkan oleh penyidik dan kejaksaan, yang lebih mengutamakan pengakuan anak sebagai barang bukti.
Pada proses mediasi, Nurfitriana awalnya tidak memaafkan Supriyani.
Namun, setelah memberikan maaf, ia merasa tidak terima ketika mendengar, Supriyani meminta maaf dengan tidak ikhlas.
Hal ini mendorong Nurfitriana dan suaminya untuk melanjutkan proses hukum.
Pengakuan Supriyani dan Uang Rp 50 Juta
Setelah dilaporkan, Supriyani ditelepon penyidik Resrim Polsek Baito dan dipaksa untuk mengakui telah memukul siswa.
"Saya ditelepon beberapa kali sama penyidik untuk diminta mengaku saja kalau bersalah."
"Saya tidak pernah memukul anak itu apalagi dituduh pakai sapu," beber Supriyani.
Pihak korban menawarkan jalur damai dengan syarat membayar uang Rp50 juta.
Nominal tersebut diucapkan kepala desa saat proses mediasi.
"Pak desa yang tadinya menawarkan ke orang tua murid, tapi orang tuanya tidak mau kalau di bawah Rp50 juta, dia minta siapnya Rp50 juta," katanya.
Selama 16 tahun menjadi guru honorer, baru kali ini Supriyani berurusan dengan hukum.
Ia mengaku heran dituduh memukul korban padahal tak mengajar di kelasnya.
"Saya berada di Kelas 1B sementara anak itu berada di dalam Kelas 1A. Jadi tidak ketemu di hari itu," katanya, dikutip dari TribunnewsSultra.com.
Kasus ini sebelumnya sudah melalui beberapa kali mediasi namun buntu.
Dalam proses mediasi itulah Supriyani mengaku diminta membayar uang damai Rp50 juta agar laporan kasus ini dicabut.
Namun Aipda Wibowo Hasyim membantah kesaksian Supriyani dan menegaskan tak ada permintaan uang damai Rp50 juta.
“Kalau terkait permintaan uang yang besarannya seperti itu pak (Rp50 juta) tidak pernah kami meminta, sekali lagi kami sampaikan kami tidak pernah meminta,” kata Wibowo Hasyim.
Awalnya keluarga enggan melaporkan dugaan pemukulan yang terjadi pada Rabu (24/4/2024) silam.
“Kami sampaikan bahwa beri kami waktu untuk untuk mendiskusikan ini beri istri saya waktu untuk berpikir.”
“Begitu pula saat mediasi kedua yang didampingi Kepala Desa Wonua Raya, jawaban masih sama,” kata Wibowo Hasyim.
Mediasi tak menemukan jalan keluar dan Supriyani tetap membantah melakukan pemukulan sehingga keluarga membuat laporan polisi.
Sementara itu, kuasa hukum Supriyani, Syamsuddin, menjelaskan uang damai Rp50 juta diminta saat proses mediasi yang dihadiri kepala desa.
“Tetapi saat itu pihak korban memintai uang Rp50 juta sebagai uang damai dalam kasus tersebut,” tuturnya.
Personel Polsek Baito Dipanggil Propam
Dalam proses penyelidikan, Supriyani menyatakan dirinya dipaksa untuk mengaku telah memukul siswa menggunakan sapu.
Proses penyelidikan yang dilakukan Polsek Baito dianggap janggal sehingga Polda Sultra turun tangan.
Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Pol. Moch Sholeh, mengatakan sejumlah personel Polsek Baito telah dimintai keterangan.
Selain itu, sejumlah saksi juga dipanggil untuk proses penyelidikan.
"Sudah (ada pemeriksaan), semuanya diperiksa masyarakat juga anggota (Polsek Baito," paparnya, Rabu (23/10/2024).
Menurutnya, Propam Polda Sultra akan mendalami cara personel Polsek Baito menetapkan tersangka.
Keterangan dari personel Polsek Baito akan disesuaikan dengan SOP penyelidikan yang berlaku.
Ia belum dapat mengungkapkan jumlah personel Polsek Baito yang diperiksa.
Kasubdit 4 Renakta Reskrimmum Polda Sultra, Kompol Asrianto Indra Asrianto, menyatakan tim khusus dibentuk unuk proses audit terhadap para personel Polsek Baito.
"Polda Sultra telah membentuk tim terdiri dari Propam, dan Ditreskrimum sejak kemarin telah melakukan asistensi dan supervisi ke Polres Konsel terkait dengan kejadian yang tengah viral ini," bebernya.
Polda Sultra menurunkan tim untuk mengusut dugaan adanya pelanggaran prosedur dalam penanganan kasus ini.
Wakapolda Sultra, Brigjen Pol Amur Chandra Juli Buana menuturkan tim yang dibentuk tersebut mengatensi terkait adanya isu permintaan uang damai sebesar Rp50 juta yang ditawarkan oleh Aipda WH kepada Supriyani.
Buana mengatakan tim tengah mendalami terkait kebenaran isu tersebut.
“Soal isu-isu lain (dugaan pelanggaran prosedur), masih kami dalami. Kami dari Polda Sultra sudah menurunkan tim untuk mencari pembuktian terhadap isu-isu yang beredar,” ujarnya, Selasa (22/10/2024).
Selain itu, Buana mengatakan ada dugaan pelanggaran prosedur penanganan kasus di mana Aipda WH mengambil barang bukti sapu ijuk yang disebut digunakan Supriyani untuk memukul anaknya dan bukannya dilakukan oleh penyidik dari Polsek Baito.
Dia pun berharap penyelidikan yang dilakukan oleh tim dapat segera diketahui dalam waktu dekat.
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat akan kita ketahui hasilnya dan akan kita sampaikan kepada masyarakat,” ujarnya.
Sebelumnya, Supriyani dibebaskan dari Rutan Perempuan Kelas III, Kendari, setelah penahanan terhadapnya ditangguhkan oleh PN Andoolo pada Selasa (22/10/2024).
Adapun penangguhan penahanan terhadap Supriyani ini berdasarkan surat Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Konawe Selatan dengan nomor: 110/Pen.Pid.Sus-Han/2024/PN Adl.
Dalam penangguhan penahanan ini, ada tiga syarat yang harus dipatuhi oleh Supriyani yaitu tidak melarikan diri, tak menghilangkan barang bukti, dan sanggup menghadiri setiap persidangan.
(Tribunsultra.com)
Klarifikasi Imam Muslimin Dosen UIN Malang Viral Guling-Guling di Tanah, Pilih Mengundurkan Diri |
![]() |
---|
Punya 4 Istri Sekaligus LHKPN H Arlan Dicurigai KPK, Kelengkapan Harta Segera Diperiksa |
![]() |
---|
Profil 4 Pejabat Negara yang Dicopot Prabowo, Ada Hasan Nasbi Hingga Adik Ipar Haji Isam |
![]() |
---|
Wali Kota Prabumulih H Arlan Diperiksa Kemendagri Imbas Viral Copot Kepsek Penegur Anaknya |
![]() |
---|
Sosok Syarif Hamzah Asyathry, Wasekjen GP Ansor Diduga Tahu Aliran Dana Uang Korupsi Kuota Haji |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.