Kasus Korupsi CSR BI dan OJK

KPK Geledah Kantor OJK, Sita Barang Bukti Terkait Dugaan Korupsi Dana CSR BI

KPK menggeledah ruang kerja Direktorat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Kamis (19/12/2024) terkait dugaan korupsi dana CSR Bank Indonesia

|
Penulis: M Zulkodri CC | Editor: M Zulkodri
Kompas.com
KPK Geledah Kantor OJK, Sita Barang Bukti Terkait Dugaan Korupsi Dana CSR BI 

BANGKAPOS.COM--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang kerja Direktorat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Kamis (19/12/2024) terkait dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI).

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, mengungkapkan bahwa penyidik menemukan dan menyita sejumlah barang bukti berupa dokumen dan barang elektronik.

“Barang bukti berupa dokumen dan barang elektronik telah diamankan untuk mendalami kasus ini,” ujar Tessa di Gedung Merah Putih, Jakarta.

Penggeledahan ini merupakan lanjutan dari tindakan serupa di kantor BI sebelumnya, di mana ditemukan indikasi penyelewengan dana CSR yang mengalir ke yayasan yang tidak tepat sasaran.

Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Rudi Setiawan, menyatakan bahwa hasil penggeledahan sebelumnya juga menyasar ruang kerja Gubernur BI Perry Warjiyo.

Sebelumnya diberitakan Kompas.com, KPK menggeledah kantor Bank Indonesia, Jakarta, pada Senin (16/12/2024) malam.

"Ya benar, tim dari KPK semalam melakukan geledah di Kantor BI," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangan tertulis, Selasa (17/12/2024).

Tessa tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai barang-barang yang ditemukan dalam penggeledahan itu.

Namun, diketahui bahwa KPK tengah mengusut dugaan korupsi penggunaan dana corporate social responsibility (CSR) di Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, dugaan korupsi CSR itu telah masuk ke tahap penyidikan.

"Bahwa KPK sedang menangani perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait penggunaan dana CSR dari BI dan OJK tahun 2023," kata Asep di Bogor, Jumat (13/9/2024).

Peningkatan status perkara ke tahap penyidikan ini diiringi dengan penetapan tersangka.

Namun, KPK belum mengungkap identitas tersangka yang terjerat kasus ini maupun konstruksi perkaranya.

Di sisi lain, Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan, pihaknya menghormati asas hukum yang berlaku dan berkomitmen untuk menjalankan tata kelola yang baik.

"Tentu saja telah memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam proses penyelidikan itu," ujar Perry dalam konferensi pers di Kompleks Perkantoran BI, Jakarta, Rabu (18/9/2024).

Perry menjelaskan, pelaksanaan CSR di BI dilakukan dengan mengedepankan tata kelola, ketentuan, dan prosedur yang berlaku.

"Oleh karena itu (CSR disalurkan ke) yayasan-yayasan yang memenuhi persyaratan," kata dia.

Klarifikasi dan Pemanggilan Saksi

KPK berencana memanggil sejumlah pihak untuk memberikan klarifikasi terkait temuan barang bukti.

"Penyidik akan meminta keterangan saksi guna memperjelas barang bukti yang disita dan mendalami keterangan terkait," imbuh Tessa.

Rudi menyebutkan bahwa pihaknya sedang mengklasifikasi barang bukti yang ditemukan untuk memastikan pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam kasus ini.

Wacana Pengampunan Koruptor oleh Presiden Prabowo

Sebelumnya, Presiden Prabowo melempar wacana mengampuni koruptor yang mau mengembalikan hasil korupsinya saat berpidato di hadapan mahasiswa Indonesia di Universitas Al Azhar, Mesir, Rabu (18/12).

Prabowo saat itu menyebut koruptor bisa dimaafkan jika mengembalikan uang negara yang dicuri. Ketua Umum Partai Gerindra itu pun meminta para koruptor bertobat dengan mengembalikan uang curian.

“Hai para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat. Kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan, dong,” kata Prabowo.

“Nanti kita beri kesempatan, cara mengembalikannya bisa diam-diam supaya nggak ketahuan, mengembalikan loh ya, tapi kembalikan."

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menjelaskan, pidato Prabowo tersebut sejatinya menyinggung keringanan hukuman bagi koruptor jika mengembalikan uang negara.

Politikus Gerindra itu menyebut tidak mungkin Prabowo memaafkan koruptor begitu saja. Menurutnya, sudah ada mekanisme hukum tersendiri dalam meringankan hukuman.

"Tentu kalau ada orang melakukan pidana lalu kooperatif dalam mengakui kesalahannya, selalu mengembalikan aset kejahatan, itu tentu akan menjadi hal-hal yang akan meringankan," kata Habiburokhman, Kamis (19/12).

"Jadi jangan dipelintir seperti Pak Prabowo akan memaafkan (koruptor), tidak mungkin lah." Katanya.

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menegaskan pengembalian aset atau harta hasil korupsi tidak bisa menghapus pidana yang dikenakan ke pelaku.

Hal tersebut disampaikan Nawawi menanggapi pernyataan Presiden Prabowo Subianto soal koruptor bisa dimaafkan jika mengembalikan uang rakyat yang dicuri.

Dia menyatakan, Pasal 4 Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi telah mengatur pidana tidak akan terhapuskan kendati pelaku mengembalikan aset.

"Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonoman negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana," kata Nawawi, Minggu (22/12/2024).

Dia menyatakan, jika Prabowo tetap berkeinginan memaafkan koruptor yang mengembalikan aset, prinsip dalam Pasal 4 UU No. 31 Tahun 1999 harus dihapus lebih dulu.

"Dengan ini, bisa disimpulkan bahwa tindakan pengampunan itu akan tidak bersesuaian dengan makna ketentuan pasal 4 tersebut," kata Nawawi, dikutip Kompas.com.

"Jika itu tetap ingin dilaksanakan, tentu saja harus dibarengi dengan langkah 'menghapus' prinsip ketentuan pasal 4 tersebut."

(Kompas.com/Tribunnews.com/Bangkapos.com)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved